Jadikan Tanaman Bajakah Obat Kanker, Dua Siswi SMAN Palangkaraya Raih Medali Emas di Korea

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dua siswi SMA Negeri Palangka Raya, Anggina Rafitri dan Aysa Aurealya Maharani

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Anggina Rafitri dan Aysa Aurealya Maharani, dua siswi SMA Negeri Palangkaraya, Kalimantan Tengah memenangkan kejuaraan ilmiah dunia bernama World Invention Creativity Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan pada 25 Juli 2019. 

Keduanya berhasil meraih medali emas berkat karya ilmiah yang mereka buat, yakni obat kanker dari pohon Bajakah.

Bukan hanya mengurangi rasa sakit pada penyakit kanker, tanaman Bajakah ini bahkan disebut-sebut bisa menyembuhkan total penyakit kanker yang ganas sekalipun.

Dikutip dari Kompas.com, Anggina dan Aysa membuat obat kanker dari akar tanaman Bajakah yang dibubukkan.

Ketika bubuk Bajakah tersebut diujicobakan ke tikus, mereka menemukan bahwa sel tumor bisa menghilangkan dalam waktu dua pekan.

Sementara itu, berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Bajakah memiliki kandungan antioksidan ribuan kali lipat lebih besar ketimbang tumbuhan lain yang pernah ditemukan.

Sementara itu, presenter KompasTV, Aiman Witjaksono sempat meliput langsung tanaman Bajakah yang hanya tumbuh di dalam hutan Kalimantan itu.

Awalnya sang guru menolak untuk diwawancarai perihal tanaman Bajakah karena takut nantinya aka nada eksploitasi besar-besaran terhadap hutan Kalimantan.

Namun setelah dilakukan pendekatan, sang guru akhirnya bersedia diwawancarai bahkan mengantar ke lokasi tumbuhnya tanaman Bajakah dengan catatan tidak boleh memberi tahu di mana hutan itu berada.

Perjalanan menuju lokasi tumbuhnya tanaman Bajakah ditempuh sekitar dua jam dari Kota Palangkaraya.

Setelah melewati jalur Trans-Kalimantan, Aiman dan timnya mulai masuk hutan menggunakan mobil hingga sampailah di sebuah lokasi yang tidak bisa dilalui mobil.

Aiman pun turun berjalan kaki selama beberapa menit dan tiba di sebuah tempat di tengah hutan di antara lahan gambut dengan air yang berwarna khas, cokelat namun jernih.

Di sinilah habitat tanaman Bajakah yang disebut-sebut sebagai tanaman penyembuh kanker itu.

Sepintas, tanaman itu terlihat seperti pohon biasa, sulit dibedakan dengan tanaman lainnya.

Pohon Bajakan sendiri merupakan tanaman sulur atau tanaman rambat meski memiliki batang yang kuat dan cukup besar.

Tanaman ini bisa merambat pada ketinggian lima meter lebih sampai ke puncak pohon lain yang dirambatinya.

Sementara akarnya masuk ke dasar aliran air lahan gambut.

Bajakah hanya tumbuh di lokasi yang rimbun di mana sinar matahari tidak banyak masuk.

Konon, Bajakah ini pertama kali ditemukan oleh seorang warga dari suku Dayak asli di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah yang bernama Daldin.

Daldin pula yang memberi nama terhadap tanaman tersebut.

Kisahnya bermula antara 1970 sampai 1980-an, ketika ibunya sedang menderita kanker payudara stadium empat.

Kondisinya sudah sangat memperihatinkan, bahkan sejumlah tubuh yang terserang kanker sudah mengeluarkan nanah.

Ayah Daldin kemudian pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan ini kemudian direbus dan airnya diberikan kepada sang istri.

Sepekan setelah meminum rebusan tumbuhan itu, perubahan mulai terlihat.

Luka pada payudara sang ibu mulai mongering, bahkan sebulan setelahnya luka tersebut sudah sembuh total.

Dokter mengatakan bahwa kanker yang diderita ibu Daldin telah hilang sepenuhnya.

Menanggapi penemuan tersebut, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pusat, Prof Dr dr Aru Sudoyo meminta kepada masyarakat supaya tidak berlebihan berharap pada Bajakah.

Apalagi hasil uji coba tersebut baru berupa uji coba awal.

“Masyarakat tidak perlu terlalu berharap tinggi dengan hasil uji coba awal begitu. Ingat, tidak ada obat yang ajaib,” ujarnya ketika dihubungi oleh Kompas.com via telepon, Senin (12/8/2019).

Aru juga menegaskan bahwa memang ada banyak obat kanker yang berasal dari tanaman herbal khas Indonesia.

Biasanya bukan berupa daun, melainkan akar bahkan kulit batang pohon.

Namun untuk memastikan secara benar manfaatnya terhadap pengobatan kanker pada manusia diperlukan proses yang panjang.

“Karena uji coba awal dengan tikus itu berbeda dengan uji coba kepada manusia. Seringkali penelitian itu berhasil digunakan pada tikus, tetapi ketika (diuji coba) pada manusia hasilnya nihil. Dan itu banyak terjadi,” kata Aru.

Kendati demikian, Aru berharap agar penemuan dan uji awal yang telah dilakukan dua siswi tersebut memang benar dan bisa dilanjutkan hingga teralisasi kepada kanker payudara manusia.

Ia juga berharap ada pihak yang bersedia membantu proses penelitian lebih lanjut.

Aru mengungkapkan bahwa sudah banyak tanaman di Indonesia yang diduga pada penelitian awal mempunyai pengaruh untuk mengobati kanker.

Namun ketika melalui fase penelitian yang mutakhir, akhirnya gagal dan hanya bisa dijadikan suplemen.

“Tidak banyak perusahaan farmasi di Indonesia yang mau ambil risiko besar melakukan penelitian terhadap obat-obatan kanker. Jika pun ada, mungkin hanya dua perusahaan. Jika gagal, bahan utama uji coba itu hanya dijadikan suplemen saja,” katanya.

(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)

Jangan lupa subscribe kanal Youtube TribunnewsWIKI Official



Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer