TRIBUNNEWSWIKI.COM - Inilah klarifikasi Mbah Benu, pemimpin Jamaah Aolia, soal telepon Allah untuk menanyakaan kapan Hari Raya Idul Fitri.
Mbah Benu yang bernama asli KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo tersebut menjelaskan maksudnya tentang telepon Allah yang sampai saat ini viral.
Mbah Benu kini mengklarifikasi ucapan "teleppon Allah" tersebut.
Mbah Benu mengatakan, sebenarnya apa yang disampaikannya tersebut merupakan sebuah istilah, bukan dalam arti sebenarnya bahwa dirinya benar-benar menelepon Allah.
"Terkait pernyataan saya tadi pagi tentang istilah menelepon Gusti Allah SWT itu sebenarnya hanya istilah. Dan yang sebenarnya adalah perjalanan spiritual saya kontak batin dengan Allah SWT." ucap Mbah Benu.
Mbah Benu meminta maaf jika pernyataan yang ia ucapkan sudah menyinggung pihak lain.
"Apabila pernyataan saya yang menyinggung atau tidak berkenan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, terima kasih," tambah Mbah Benu.
Daud Mastein, Putra kelima Mbah Benu, mengungkapkan bahwa pernyataan sang ayah adalah sebuah kiasan semata.
Mbah Benu, lanjut Daun Mastein, mengaji dan melakukan amalan lainnya untuk menentukan awal dan akhir serta kedatangan bulan Syawal.
"Ya ngaji, ya amalan dan itu merupakan salah satu karomahnya beliau," ungkap Daud.
Anak Mbah Benu ini [un menyadari pernyataan sang ayah sudah menimbulkan kegaduhan dari pihak-pihak yang menelannya mentah-mentah.
Daud mewakili keluarga dan seluruh Jamaah Masjid Aolia tetap menyampaikan permintaan maaf.
Baca: Apa Itu Jemaah Aolia? Warga Gunungkidul Sudah Salat Idul Fitri di Hari Jumat, Ternyata Ini Alirannya
"Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah menimbulkan kegaduhan, mari kita tetap jaga kerukunan antarsesama," kata Daud.
Sementara, Sutarpan, Lurah setempat,mengutarakan aktivitas puluhan warga yang tergabung dalam jemaah Aolia itu sudah dilakukan sejak dulu.
Sutarpan menjelaskan , warganya sudah terbiasa dengan penetapan hari raya idulfitri lebih awal yang ditentukan oleh jemaah Aolia.
"Kami sudah terbiasa dengan ini, sehingga jika mereka merayakan lebih cepat, warga di sini hanya bisa toleransi dan menghormati," papar Sutarpan, dilansir dari dilansir dari TribunJogja.com.
Sutarpan mengklaim, selama ini hubungan antara jemaah Aolia dan warga yang bukan jemaah terjalin harmonis.
Warga saling memahami.
"Tidak pernah ribut-ribut. Kami di sini ya damai saja. Mereka ibadah ya silakan. Tidak ada yang merasa terganggu,"lanjut sutarpan..
Sutarpan mengatakan, hubungan harmonis antar warga tersebut bisa dilihat ketika perayaan Lebaran yang ditetapkan oleh pemerintah.