TRIBUNNEWSWIKI.COM - “Mas, Mbak, Alhamdulillah pengajuannya sudah mendapatkan lampu hijau. Insya Allah Rabu pekan ini sudah bisa proses akad ya. Informasi detailnya akan segera saya sampaikan,” demikian isi pesan via aplikasi WhatsApp dari Kiki, salah seorang Marketing Property Griya Bhina Karya Sambon, Banyudono, Boyolali.
Seketika mata Cynthia (32) pun berbinar. Tanpa bisa menyembunyikan rona gembiranya, dirinya segera meneruskan pesan tersebut kepada suaminya, Adi (34).
“Akhirnya deal!,” tulisnya singkat, sambil menambahkan emoji tersenyum pada pesan kepadanya suaminya itu.
Akhirnya, mimpi untuk hidup mandiri dan berdiri di kaki sendiri selangkah lagi benar-benar terwujud. Tidak lagi jadi pasangan suami istri yang nomaden. Mengapa bisa dikatakan nomaden?
Kedua pasangan yang sudah menikah sejak akhir 2016 ini mengaku menjalani kehidupan rumah tangga cukup berliku. Empat tahun pertama pernikahan harus mereka lalui dengan kondisi Long Distance Marriage.
Singkat cerita, keduanya berkompromi untuk menetap di kota yang sama dan tinggal dalam satu atap. Cynthia yang sebelumnya berdomisili di Semarang, mengalah mengikuti sang suami yang bekerja dan bermukim di Kota Solo.
Karena memang belum memiliki tempat tinggal sendiri, mereka berpikir untuk menyewa kontrakan atau mencari kamar kost. Namun, orangtua menawarkan sebidang tempat di rumah agar mereka huni. Mereka mengambil tawaran itu.
“Saya sah jadi penghuni villa mertua indah,” kata Cynthia sambil tertawa.
Hanya, keinginan untuk mandiri (atau atas nama kebebasan jika mau jujur) semakin tak terbendung. Baru setengah tahun tinggal bersama sang mertua, Cynthia membujuk sang suami untuk mencari tempat tinggal sendiri. Opsi untuk membeli hunian pribadi memang belum terlintas. Masih banyak urusan finansial yang harus dituntaskan.
Pilihan ngontrak pun menjadi opsi paling masuk akal. Berkat restu orang tua dan didorong oleh keinginan kuat, mereka mantap melangkah pergi.
Namun, setelah hampir setahun menjalani hidup di kontrakan, mereka sudah merasa sekarang saatnya untuk mencari rumah pribadi. Bukan sekedar untuk investasi saja, namun juga demi membangun keluarga yang ideal. Bagaimanapun, berpikir tentang masa depan adalah keharusan. Mumpung kondisi keuangan sedang mendukung.
“Istri punya ide itu. Saya pikir ya memang bagusnya kita punya rumah. Siapa sih yang nggak pengen tinggal di rumah sendiri? Lagipula, menyewa rumah juga harus bayar. Lebih baik, uangnya buat nyicil saja,” kata Adi.
Berburu Rumah Subsidi
Cynthia cukup rajin mencari informasi tentang rumah dijual. Dirinya mengumpulkan beberapa referensi dari media sosial hingga situs jual beli rumah.
Namun, rupanya semesta mendukung. Dirinya mendapatkan informasi perumahan baru di kawasan Desa Sambon, Banyudono, Boyolali. Kebetulan, lokasinya hanya berjarak 10 menit dari tempat dirinya bekerja, dan 15 menit dari kantor suaminya. Klop sudah. Tinggal melakukan survei lokasi dan melihat kondisi lingkungan sekitar.
“Bisa dibilang kami mujur. Saat lagi butuh, tiba-tiba dapat lokasi yang menarik. Saya langsung menghubungi marketing. Setelah melihat lokasi, kami merasa cocok. Mungkin memang berjodoh,” katanya.
Tanpa membuang waktu, keduanya kemudian berkomunikasi lebih lanjut dengan marketing untuk mendapatkan deal pembelian rumah. Mereka menggunakan platform layanan KPR dari BTN.
Proses Kilat Hanya 2 Pekan
Sejak pertemuan pertama dengan sang marketing, mereka diminta untuk melengkapi berkas-berkas penting. Lagi-lagi segala sesuatunya berjalan mudah. Tidak lebih dari 4 hari, mereka sudah melengkapi segala dokumen persyaratannya. Padahal, mereka diberi waktu 1 pekan.
“Saya sendiri juga sedikit tidak percaya, semuanya berjalan begitu cepat. Kantor juga memberikan kemudahan untuk memberikan dokumen pendukung. Semuanya mulus,” kata Adi.