WNI Terjebak dalam Serbuan Total Israel : Belum Dievakuasi, Stok Makanan Menipis, Gaza Bak Kota Mati

Pemerintah Indonesia mempersiapkan rencana evakuasi ratusan warga Indonesia yang terjebak di wilayah Gaza maupun di Israel.


zoom-inlihat foto
KATA-KHATIBAFP-ff.jpg
KATA KHATIB/AFP
Asap mengepul dari perbatasan Rafah Gaza dengan Mesir saat serangan udara Israel pada 10 Oktober 2023. Perbatasan Gaza dengan Mesir, satu-satunya yang melewati Israel, terkena serangan udara Israel pada 10 Oktober 2023 untuk kedua kalinya di 24 jam, kata para saksi dan kelompok hak asasi manusia. Para saksi mata mengatakan serangan itu menghantam tanah tak bertuan antara gerbang Mesir dan Palestina, sehingga merusak aula di sisi Palestina.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pemerintah Indonesia mempersiapkan rencana evakuasi ratusan warga Indonesia yang terjebak di wilayah Gaza maupun di Israel.

Hanya saja, upaya itu menghadapi beragam tantangan di tengah misi ‘pengepungan total’ Israel terhadap Jalur Gaza, rumah bagi 2,2 juta warga sipil.

Di Israel, terdapat 38 WNI menetap dan 94 pelajar atau mahasiswa yang sedang mengikut pelatihan.

Mereka sedianya akan dievakuasi melalui jalur darat menuju wilayah Yordania.

“Teknis juga sedang difinalisasikan karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel,” kata Duta Besar Indonesia untuk Yordania dan Palestina, Ade Padmo Sarwono, kepada BBC News Indonesia, Kamis (12/10).

Adapun di Jalur Gaza, terdapat 10 WNI yang mayoritas menjadi relawan kemanusiaan, dari total 45 WNI di Palestina.

"Upaya evakuasi masih belum memungkinkan karena pintu perbatasan di Rafah, jalan satu-satunya ke Mesir, ditutup akibat serangan udara oleh Israel," lanjut Ade Padmo.

Terlebih kata seorang WNI yang menjadi relawan di Gaza, Abdillah Onim, situasi belum memungkinkan untuk melakukan perjalanan.

“Bom sana sini dan akses jalan hancur, rusak,” katanya.

Asap mengepul dari perbatasan Rafah Gaza dengan Mesir saat serangan udara Israel pada 10 Oktober 2023. Perbatasan Gaza dengan Mesir, satu-satunya yang melewati Israel, terkena serangan udara Israel pada 10 Oktober 2023 untuk kedua kalinya di 24 jam, kata para saksi dan kelompok hak asasi manusia. Para saksi mata mengatakan serangan itu menghantam tanah tak bertuan antara gerbang Mesir dan Palestina, sehingga merusak aula di sisi Palestina.
Asap mengepul dari perbatasan Rafah Gaza dengan Mesir saat serangan udara Israel pada 10 Oktober 2023. Perbatasan Gaza dengan Mesir, satu-satunya yang melewati Israel, terkena serangan udara Israel pada 10 Oktober 2023 untuk kedua kalinya di 24 jam, kata para saksi dan kelompok hak asasi manusia. Para saksi mata mengatakan serangan itu menghantam tanah tak bertuan antara gerbang Mesir dan Palestina, sehingga merusak aula di sisi Palestina. (KATA KHATIB/AFP)

Pengamat Timur Tengah menganalisis, eskalasi perang antara Israel dan kelompok Hamas yang mengendalikan wilayah Jalur Gaza akan terus semakin memanas ke depannya.

Ditambah lagi, potensi intervensi dari pihak ketiga dalam konflik yang telah berlangsung selama enam hari itu, seperti kelompok Hizbullah, Iran, hingga terpecahnya sikap negara besar dunia.

Imvasnya , proses evakuasi WNI akan semakin sulit untuk dilakukan.

Mengapa WNI belum dievakuasi dari Gaza?

Serangan yang dilakukan oleh Israel ke wilayah Jalur Gaza berlangsung hampir sepekan, sejak Sabtu 7 Oktober 2023 lalu.

Aksi itu adalah respons atas serangan ratusan milisi Hamas ke wilayah bagian selatan Israel.

Korban jiwa dari kedua pihak sudah mencapai hampir 2.500 orang.

Kini Jalur Gaza berada dalam ‘pengepungan total’ oleh militer Israel.

Mereka memutus semua aliran listrik serta memblokade bantuan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan lainnya.

Fikri Rofiul Haq, seorang WNI yang menjadi relawan medis MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) di Rumah Sakit Indonesia, di Jalur Gaza, merasakan imbas sangat besar dari pengepungan total Israel.

Fikri mengaku dia dan rekan WNI lainnya hingga kini belum bisa dievakuasi.

“Kami sudah dikontak KBRI Amman, KBRI Kairo, dan Kemlu untuk segera evakuasi. Kami juga belum bisa mengevakuasi diri karena pintu perbatasan di Jalur Gaza masih ditutup,” kata Fikri.

Israel sudah menutup penyeberangan Erez di bagian utara Jalur Gaza tanpa batas waktu.

Lalu, Penyeberangan Rafah, yang merupakan pintu keluar utama dari Gaza ke Mesir sudah ditutup sejak Selasa (10/10) setelah pemboman Israel.

WNI lain yang juga menjadi relawan, Abdillah Onim, juga masih belum bisa keluar dari Jalur Gaza.

“Saya dan keluarga memilih keluar dari Gaza menuju Mesir untuk menyelamatkan diri. Tapi sampai saat ini masih tertahan di dalam rumah,” kata Onim yang memiliki istri warga Palestina dan telah tinggal sekitar 13 tahun di Jalur Gaza.

Onim menyebutkan, dia kini tengah menunggu koordinasi lanjutan dari Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dan juga Kemlu RI terkait rencana evakuasi itu.

“Tapi kendalanya sampai saat ini kantor ICRC belum beroperasi sampai saat ini. Lalu situasi di luar sana belum memungkinkan bagi kami untuk melakukan perjalanan. Bom sana sini, akses jalan raya hancur total,” kata aktivis kemanusiaan dari Nusantara Palestina Center itu.

“Dan pihak Israel melontarkan rudal ke kantor imigrasi perbatasan antara Gaza dan Mesir, namanya pintu Rafah, dan kini tidak beroperasi. Jadi sampai saat ini masih menunggu, semoga kami dilindungi,” kata Onim.

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, mengatakan hingga kini pemerintah belum mengevakuasi WNI di Jalur Gaza karena situasi belum aman.

"(Kapan akan mulai menyelamatkan WNI dari Gaza) nggak tahu. Begitu situasi dinilai aman. Yang menilai aman bukan hanya kami, tapi komunikasi kami dengan banyak pihak. Kami akan menggerakkan," kata Retno di Bali, Rabu (11/10).

Namun begitu, Retno menegaskan bahwa pemerintah sudah menyiapkan segala yang dibutuhkan untuk penyelamatan para WNI di Gaza

Yakni berkomunikasi dengan Presiden Palang Merah Internasional, rencana penyelamatan, hingga daftar nama para WNI.

"Jadi, data sudah ada dan rencana penyelamatannya sudah ada. Masalahnya, situasinya masih belum memungkinkan untuk dilakukan pergerakan," kata Retno.

Bagaimana kondisi WNI di Jalur Gaza, enam hari sejak konflik?

Fikri dari MER-C menjelaskan, hampir 80 persen pasokan listrik di Jalur Gaza telah padam.

Pasokan makanan dan bahan kebutuhan dasar lain semakin menipis.

“Para WNI di Jalur Gaza mengalami kesulitan pasokan pangan dan air yang sudah sedikit dan juga tentunya kesulitan berkomunikasi karena jaringan internet hampir semua terputus, dan hanya bisa mengandalkan kartu lokal yang berkecepatan 2G,” kata Fikri.

Sekitar 80 persen populasi di Gaza menggantungkan kebutuhan pokok dari bantuan internasional.

Adapun untuk pasokan listrik, hampir dua pertiganya berasal dari Israel, dan sisanya berasal dari Pembangkit Listrik Gaza (GPP).

Hanya saja, pasokan gabungan listrik tersebut hanya memenuhi kurang dari setengah permintaan.

Onim mengatakan, kelangkaan pasokan bahan makanan, air, dan obat-obatan itu disebabkan oleh aksi Israel yang memblokade masuknya bantuan dari luar.

Dia menyebut kondisi di Jalur Gaza seperti “kota mati, tidak ada pergerakan.

"Reruntuhan rumah dan bangunan menutupi jalan raya membuat evakuasi korban yang tertimpa reruntuhan semakin sulit,” kata Onim.

“Kami tidak bisa ke mana-mana karena di luar seperti hujan bom,” ujar Onim.

Setidaknya 200.000 orang sudah mengungsi karena takut nyawa mereka terancam atau karena sudah kehilangan tempat tinggal akibat serangan udara Israel.

Mayoritas mengungsi sementara di bangunan sekolah-sekolah yang didirikan PBB.

Dari informasi PBB, lebih dari 75 persen populasi Gaza - sekitar 1,7 juta orang - terdaftar sebagai pengungsi.

Lebih dari 500.000 di antaranya tinggal di delapan kamp penuh yang terletak di seluruh Jalur Gaza.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/PUTRADI PAMUNGKAS)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di


KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved