Erdogan terpilih menjadi Presiden Turki dengan suara 52 persen yang mengalahkan dua pesaingnya.
Pada 28 Agustus, Erdogan resmi dilantik menjadi Presiden ke 12 di kantor Ankara.
Pengganti Erdogan pada kursi perdana menteri adalah Menteri Luar Negeri Ahmet Davutoglu.
Karier Erdogan
- 1985: Ketua Partai Kesejahteraan di Provinsi Istanbul dan ikut serta dalam pemilihan wali kota untuk wilayah kosmopolitan Beyoğlu di Istanbul tengah.
- 1980: Calon Majelis Agung Nasional Turki
- 1991: Terpilih sebagi anggota parlemen dari Provinsi Istanbul
- 1994: Menjadi wali kota Istanbul Raya dan Presiden dari Dewan Metropolitan Istanbul Raya
- 2002: Kemenangan partainya AKP (Adelet ve Kalkinma Partisi).
Kebangkitan menuju kekuasaan
Recep Tayyip Erdogan lahir pada Februari 1954. Dia dibesarkan sebagai putra dari seorang pelaut di Angkatan Laut di Laut Hitam di wilayah utara Turkiye.
Ketika dia berusia 13 tahun, ayahnya memutuskan untuk pindah ke Istanbul, dengan harapan bisa memberikan pendidikan yang lebih baik kepada kelima anaknya.
Saat muda, Erdogan pernah berjualan limun dan bagel wijen, yang dikenal sebagai “simit” demi mendapatkan uang tambahan.
Dia bersekolah di sekolah Islam sebelum meraih gelar manajemen dari Universitas Marmara Istanbul. Gelar diplomanya kerap menjadi sumber kontroversi.
Oposisi menuding dia tidak memiliki gelar sarjana penuh, namun setara dengan gelar vokasi, sebuah tuduhan yang selalu dibantah oleh Erdogan. Erdogan muda juga tertarik pada sepak bola.
Dia sempat menjadi bagian dari tim semi-profesional hingga tahun 1980-an.
Namun hasrat utamanya adalah politik. Pada 1970-an dan 1980-an, dia aktif di kalangan Islamis, dan bergabung dengqn Partai Kesejahteraan pro-Islam pimpinan Necmettin Erbakan.
Ketika partai tersebut semakin populer pada 1990-an, Erdogan mencalonkan diri sebagai wali kota Istanbul pada 1994, dan memimpin kota itu selama empat tahun.
Erbakan, perdana menteri Islamis pertama Turkiye, menjabat hanya satu tahun sebelum dipaksa mundur pada 1997 oleh militer, dan Erdogan juga berkonflik dengan otoritas sekuler di negara itu.
Pada tahun yang sama, dia dihukum karena menghasut kebencian rasial setelah membaca puisi nasionalis di depan umum yang salah satu lariknya berbunyi: “Masjid adalah barak kami, kubah adalah helm kami, menara masjid adalah bayonet kami, dan orang-orang yang loyal adalah tentara kami.”
Baca: Masjid Biru Turki
Baca: Diplomat Tinggi AS Kunjungi Zona Gempa Turki, Janjikan Bantuan hingga 100 Juta Dolar