TRIBUNNEWSWIKI.COM - Komisi pemilihan di Hong Kong menggelar pemungutan suara untuk memilih Kepala Eksekutif Hong Kong, Minggu (8/5/2022).
Hanya ada satu kandidat dalam pemungutan ini, yakni John Lee, dan diperkirakan bakal menang.
Komisi pemilihan di Hong Kong memiliki hampir 1.500 anggota. Sebagian besar anggotanya pro-Beijing.
Dilansir dari Associated Press, pemungutan dilaksanakan secara tertutup atau rahasia dan berlangsung selama 2,5 jam.
Agar bisa menang dan menjadi Kepala Eksekutif yang baru, Lee membutuhkan lebih dari 750 suara.
Lee diperkirakan bakal menang dengan mudah karena dia menjadi satu-satunya kandidat.
Selain itu, Beijing juga dilaporkan mendukung Lee. Bulan lalu, sebanyak 785 anggota komisi turut mendukung pencalonan Lee.
Baca: Aktor Veteran Hong Kong, Kenneth Tsang, Ditemukan Meninggal saat Jalani Karantina di Hotel
Pemungutan kali ini terjadi setelah ada perubahan besar dalam undang-undang pemilihan di Hong Kong tahun lalu.
Perubahan ini ditujukan untuk memastikan bahwa hanya "patriot" yang setia kepada Beijing yang bisa memegang jabatan Kepala Eksekutif.
Meski para anggota komisi bakal memberikan suaranya secara rahasia, mereka sebelumnya sudah diperiksa terlebih dahulu.
Pemilihan itu juga mendapat kritik dari tiga anggota Liga Sosial Demokrat, sebuah kelompok aktivisi.
Mereka memprotes pemilihan itu dan berusaha menuju ke tempat pemilihan. Dalam aksinya, mereka membentangkan spanduk yang berisi tuntutan adanya hak pilih universal.
Baca: Terkena Covid-19, Banyak ART Indonesia & Filipina di Hong Kong Dipecat, Kini Jadi Tunawisma
Baca: Hadapi Lonjakan Kasus Omicron, Hong Kong Mulai Memvaksin Balita Umur 3 Tahun
Artinya, mereka meminta warga Hong Kong diizinkan mengikuti pemungutan suara untuk lembaga legislatif dan kepala eksekutif.
"Hak asasi manusia di atas kekuasaan, rakyat lebih kuat daripada negara," demikian tulisan pada spanduk itu.
"Satu orang, satu suara untuk Kepala Eksekutif. Segera terapkan dua hak pilih universal."
Namun, aksi tersebut tak berlangsung lama karena polisi datang. Polisi hanya menghentikan aksi dan memeriksa barang-barang yang dibawa pengunjuk rasa. Tidak ada penangkapan.
Kelompok prodemokrasi di Hong Kong telah lama mendesak adanya hak pilih universal di kota itu.
Kata mereka, hak tersebut tercantum dalam konstitusi Hong Kong, yakni Undang-Undang Dasar.
Permintaan adanya hak pilih universal juga digaungkan dalam unjuk rasa "Revolusi Payung" tahun 2014 dan demonstrasi antipemerintah tahun 2019.
Munculnya Lee sebagai kandidat pemimpin Hong Kong juga memicu kekhawatiran.
Warga Hong Kong meyakini kemenangan Lee bisa membuat pengaruh Beijing makin besar di Hong Kong.
Baca: Gara-gara Ada Hamster yang Terkena Covid-19, Hong Kong Bakal Musnahkan 2.000 Hewan
(Tribunnewswiki)
Baca berita lainnya tentang Hong Kong di sini