TRIBUNNEWSWIKI.COM - Presiden Haiti, Jovenel Moise, tewas dibunuh kelompok yang sangat terlatih dan bersenjata lengkap di rumah pribadinya di ibu kota, Port-au-Prince, Haiti, Rabu (7/7/2021).
Pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise, telah mengguncang negara Karibia dan menuai kecaman di seluruh dunia.
Moise sendiri menjabat sebagai presiden selama lebih dari empat tahun di tengah meningkatnya ketidakstabilan politik dan meningkatnya kekerasan geng di Haiti.
"Haiti telah kehilangan seorang negarawan sejati," kata Perdana Menteri Sementara Haiti, Claude Joseph lewat sebuah pernyataan.
"Serangan yang sangat terkoordinasi oleh kelompok yang sangat terlatih dan bersenjata lengkap," ucap Joseph.
Joseph menyebut, pihaknya akan membawa pelaku pembunuhan tersebut ke pengadilan.
Baca: Haiti
Baca: Hari Ini dalam Sejarah 12 Januari 2010: Gempa Dahsyat di Haiti Menewaskan 316.000 Penduduk
"Kami akan memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas tindakan keji ini segera dibawa ke pengadilan," kata Jospeh, dikutip TibunnewsWiki.com dari Al Jazeera, Kamis (8/7/2021).
Pembunuhan Moise telah dikutuk secara luas oleh para pemimpin dunia serta Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres,
Antonio Guterres mengatakan agar semua warga Haiti untuk menjaga ketertiban konstitusional, tetap bersatu dalam menghadapi tindakan menjijikkan tersebut dan menolak semua kekerasan.
Claude Jospeh telah berusaha meyakinkan orang-orang setelah serangan itu, dengan pihak berwenang Haiti mengatakan "keadaan pengepungan" di seluruh negeri yang pertama kali diumumkan setelah pembunuhan Moise akan berlangsung 15 hari saat mereka menyelidiki dan mencari para pelaku.
Kemudian diterbitkan dalam lembaran resmi, pemberitahuan "keadaan pengepungan" yang ditandatangani oleh Joseph dan menteri Haiti lainnya memberi otoritas kekuasaan untuk memasuki rumah orang, melarang pertemuan yang mereka yakini dapat menyebabkan kekacauan, dan umumnya mengambil semua tindakan yang dianggap perlu untuk menangkap para penyerang.
Kantor Joseph juga mengatakan pada Rabu malam bahwa dia bertemu dengan Kelompok Inti Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) untuk membahas dampak politik dari kematian Moise dan ingin meyakinkan komunitas internasional “bahwa dia memiliki kendali atas situasi”.
Amnesty International (Organisasi hak asasi manusia) mengutuk pembunuhan Moise, dan mendesak penyelidikan segera.
“Ini adalah seruan untuk membangunkan komunitas internasional, dan untuk otoritas Haiti yang telah mengawasi impunitas kronis dan mengabaikan seruan para pembela hak asasi manusia yang telah membuka jalan bagi krisis yang begitu serius,” kata Erika Guevara-Rosas, anggota Amnesty International dalam sebuah pernyataan.
Masa jabatan Moise ditandai dengan banyak kontroversi, termasuk lamanya masa jabatan presiden yang disengketakan, rencana kontroversial untuk mengadakan referendum konstitusi akhir tahun ini, serta tuduhan bahwa pemerintahnya "terlibat" dalam kekerasan geng.
Presiden itu hampir tidak dikenal oleh masyarakat umum sebelum dia memenangkan putaran pertama pemilihan Haiti pada Oktober 2015.
Tetapi pemungutan suara itu dirusak oleh kecurangan pemilih yang meluas dan pemilihan presiden diundur beberapa kali.
Baca: Hari Ini Dalam Sejarah, 27 Februari 1844: Republik Dominika Deklarasikan Kemerdekaan dari Haiti
Baca: Mantan Presiden Filipina Benigno Aquino Meninggal Dunia pada Usia 61 Tahun, Berikut Rekam Jejaknya
Pemungutan suara diadakan lagi pada November 2016 dan Moise memenangkan 55,6 persen dukungan di tengah jumlah pemilih 18,1 persen – hampir 591.000 suara dari kemungkinan 6,1 juta.
Ia resmi menjabat pada 7 Februari 2017.
Seorang mantan pengusaha yang telah mendirikan serangkaian bisnis di utara negara itu, ia naik ke panggung politik dengan pesan populis untuk membangun negara, yang menderita kemiskinan yang meluas.