Kehidupan #
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Mohammed Abdel Raouf Arafat al-Qudwa al-Husseini atau yang dikenal dengan Yasser Arafat merupakan Presiden Otoritas Nasional Palestina (PNA) sekaligus pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Pria kelahiran Kairo, 24 Agustus 1929 ini memiliki semangat juang yang tinggi.
Ia merupakan salah satu tokoh pejuang di Palestina.
Sejak kecil ia sudah menunjukan ketidaksukaan kepada kaum penindas.
Apalagi ketika keluarga Arafat pindah ke Palestina mereka pernah mendapat perlakuan kasar dari tentara pendudukan saat itu, Inggris.
Pada usia 5 tahun Arafat telah ditinggalkan ibunya.
Baca: Negara Palestina
Arafat kemudian tinggal bersama pamannya di Yerusalem.
Kebetulan tempat tinggal paman Arafat berdekatan dengan Tembok Ratapan dan Masjid Al-Aqsa.
Dua tempat religius yang sangat bermakna bagi kaum Yahudi dan Islam.
Waktu itu Arafat sudah mencium ketidakberesan, suatu saat lokasi itu akan menjadi problem di masa depan.
Politik #
Ketika dewasa Arafat menempuh studi di Universitas King Fuad Kairo dan mendalami paham judaisme dan zionisme.
Pemahaman yang dipelajarinya itu tak membuat Arafat larut.
Justru membuat dirinya makin menjadi Arab nasionalis.
Sikap nasionalis itu mulai ditunjukan Arafat dengan membantu menyelundupkan senjata dari Mesir kepada pejuang Palestina sejak 1946.
Penggalangan senjata itu sangat berguna saat Perang Arab-Israel meletus tahun 1948.
Arafat beserta simpatisan lainnya untuk sementara meninggalkan bangku kuliah dan turut bertempur di kawasan Palestina.
Visi Palestina merdeka mulai dikobarkan oleh Arafat dan visi itu terus digelorakannya pada tahun-tahun berikutnya.
Saat kembali lagi ke kampus dan mendalami ilmu teknik sipil, Arafat membentuk organisasi mahasiswa Union of Palestinian Students dengan tujuan memperjuangkan negara Pelestina Merdeka.
Arafat juga menjadi anggota militer aktif Mesir ketika konflik Terusan Suez berkecamuk.
Gerakan Palestina Merdeka (People Liberation Organisation/PLO) yang dikobarkan Arafat ternyata mendapat banyak dukungan.
Baca: Israel Defense Forces (IDF)
Salah satunya dari rekan-rekannya yang berasal dari Kuwait, Yahia Ghavani dan Abu Jihad.
Bersama rekannya itu, Arafat lalu membentuk organisasi al Fatah yang mempunyai kekuatan militer sehingga perjuangan fisik melawan Israel makin nyata.
Tahun 1968, Israel yang menganggap al-Fatah sangat berbahaya melancarkan operasi penumpasan.
Terjadi pertempuran sengit di kawasan Al-Karameh.
Gempuran itu mengakibatkan 150 warga Palestina tewas sementara di pihak Israel 29 tentara gugur.
Peristiwa itu membuat al-Fatah naik pamor karena tentara Israel ditarik mundur.
Banyak pemuda Arab yang kemudian bergabung dengan al-Fatah.
Mulai 1968, PLO menjadi organisasi politik besar dan kuat serta dipimpin langsung oleh Yasser Arafat.
Tak lama kemudian PLO mempunyai organisasi militer Palestine Liberation Army (PLA) yang mampu menunjukkan PLO bisa terang-terangan berjuang secara militer.
Reputasi PLO yang memperjuangkan Negara Palestina Merdeka sempat pudar ketika berlangsung aksi teror Jordania (1970) dan para pelaku teror ternyata para pejuang PLO.
Baca: Hamas (Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah)
Kawasan Timur-Tengah sempat memanas waktu itu dan mengakibatkan bentrok antara PLO melawan militer Jordania.
Peristiwa Black September (1972) pada Olimpiade Munich yang mngakibatkan 11 atlet Israel tewas di tangan pejuang Palestina membuat nama PLO dan Arafat makin pudar.
Keadaan tambah runyam karena Libanon kemudian dilanda perang saudara.
Puncaknya pada tahun 1982 akibat serbuan Israel yang terus menerus PLO terpaksa hijrah ke Tunisia di bawah lindungan pasukan multinasional.
Di negara ini Arafat masih saja diburu Israel dan beberapa kali lolos dari usaha pembunuhan.
Sepeninggal PLO, di Libanon tetap saja muncul kelompok-kelompok pejuang melawan pendudukan Israel.
Salah satu kelompok yang kemudian menjadi besar dan populer adalah Hizbullah.
Perjuangan PLO dan Arafat yang bermarkas di Tunisia terus berlanjut.
Akan tetapi pada kurun 1990-2004 Arafat lebih menyukai perjuangan secara damai sehingga pada tahun 1994 ia mendapat penghargaan hadiah Nobel.
Pada tahun itu juga Arafat yang telah jadi tokoh internasional kembali ke Palestina.
Dua tahun kemudian, Arafat menjabat sebagai presiden Palestine Authority.
Program Arafat adalah terus mengupayakan misi perdamaian Palestina dengan melibatkan AS dan Israel. (1)
Tak berhenti sampai di sini, setelah 1967 sebagian besar pasukan Fatah bermarkas di Yordania, tempat mereka melancarkan serangan terhadap Israel.
Tidak hanya serangan itu sebagian besar tidak berhasil, tetapi juga menciptakan ketegangan dengan Raja Yordania Ḥussein yang memuncak pada keputusan raja pada September 1970 untuk mengakhiri kehadiran PLO di Yordania sama sekali.
Setelah Black September, ketika pengusiran PLO diketahui, pada 1970–71 fedayeen bermigrasi ke Lebanon, yang menjadi basis utama mereka hingga 1982.
Menuju Diplomasi
Setelah kekalahannya di Yordania, Fatah beralih ke aksi terorisme internasional melalui organisasi "September Hitam".
Namun, secara paralel, Arafat juga mulai mengubah arah dan mencoba pendekatan diplomatik, terutama setelah Perang Yom Kippur (Perang Oktober) tahun 1973.
Arafat menolak gagasan pembebasan seluruh Palestina dan pembentukan negara demokratis di mana umat Islam, Kristen, dan Yahudi akan hidup berdampingan (yang berarti penghancuran Israel sebagai negara) dan menerima gagasan negara yang terdiri dari Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.
Dalam KTT Arab tahun 1973–74, PLO diakui sebagai satu-satunya perwakilan sah rakyat Palestina.
Hasilnya, organisasi ini mampu membuka kantor di banyak negara, termasuk di beberapa kota di Eropa.
Pada November 1974 Arafat menjadi perwakilan pertama dari sebuah organisasi non-pemerintah yang berpidato di sidang paripurna Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sementara Amerika Serikat dan Israel menganggap kelompok itu sebagai organisasi teroris dan menolak kontak resmi atau tidak resmi dengannya, sejumlah negara Eropa segera memulai dialog politik dengan PLO.
Pada tahun 1975–76, kehadiran warga Palestina bersenjata di Lebanon membantu mendorong turunnya negara itu ke dalam perang saudara, dan, terlepas dari upaya awal Arafat untuk tetap bebas darinya, PLO terlibat dalam pertempuran tersebut.
Intervensi skala besar tentara Suriah di Lebanon pada pertengahan 1976 untuk mendukung kelompok kanan Kristen melawan aliansi PLO-Muslim-kiri membuat tegang hubungan antara Arafat dan Presiden Suriah Ḥafiz al-Assad.
Akibatnya, Suriah berganti-ganti antara merusak atau menghadapi PLO (dengan menyerangnya secara langsung atau tidak langsung melalui faksi-faksi Palestina) dan berusaha menariknya ke orbitnya (dengan mencoba membangun semacam protektorat di atasnya).
Baca: Benjamin Netanyahu
Arafat, bagaimanapun, curiga terhadap Suriah, berusaha untuk mempertahankan otonomi PLO.
Invasi Israel ke Lebanon memaksa Arafat meninggalkan markas besarnya di Beirut pada akhir Agustus 1982 dan mendirikan markas baru di Tunis, Tunisia.
Konflik antara Suriah dan Arafat meluas setelah invasi Israel, dan Suriah memanfaatkan keretakan di PLO untuk mendukung faksi anti-Arafat, berharap untuk menyingkirkan Arafat dan mengubah gaya PLO sebagai organisasi pro-Suriah.
Meskipun Arafat mencoba untuk kembali ke Lebanon pada tahun 1983, ia dikepung oleh pemberontak Fatah yang didukung oleh Suriah dan kembali diasingkan.
Tindakan Suriah, bagaimanapun, mendukung dukungan untuk Arafat di antara banyak orang Palestina, dan, ketika PLO sembuh, Arafat kemudian dapat menegaskan kembali kepemimpinannya.
Pecahnya intifada pertama pada bulan Desember 1987 (bahasa Arab: "goyah") - kerusuhan dan demonstrasi skala besar yang akan berlanjut selama lebih dari lima tahun - memberi Arafat legitimasi baru yang sangat dibutuhkan setelah kepergiannya dari Beirut dan menegaskan dukungan Palestina untuk PLO dari dalam wilayah Palestina.
Meskipun intifāḍah memberdayakan Arafat, itu juga menandai kelahiran organisasi Islam militan Ḥamās, yang kemudian menjadi penantang utama Fatah di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Pada November 1988, Arafat memimpin PLO untuk mengakui Resolusi Majelis Umum PBB 181 (rencana pembagian terkenal November 1947) dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 242 dan 338 (yang masing-masing menyerukan diakhirinya Perang Enam Hari dan Perang Yom Kippur).
Dia juga mengumumkan pembentukan negara Palestina merdeka (tanpa batas yang ditentukan), di mana dia dinominasikan sebagai presiden.
Dalam beberapa hari, lebih dari 25 negara (termasuk Uni Soviet dan Mesir tetapi tidak termasuk Amerika Serikat dan Israel) telah memberikan pengakuan kepada pemerintah di pengasingan.
Namun perjuangan Arafat akhirnya berakhir pada 3 November 2004, ia wafat karena sakit.
Arafat dimakamkan di markas besarnya Muqatta, Ramallah, Tepi Barat. (2)
Organisasi #
1. People Liberation Organisation (PLO).
2. Union of Palestinian Students.
3. Al Fatah
(TribunnewsWiki.com/Bangkit N)
| Nama | Yasser Arafat |
|---|
| Lahir | Agustus 1929, Kairo, Mesir |
|---|
| Meninggal | 11 November 2004, Clamart, Perancis |
|---|
| Pasangan | Suha Arafat (m. 1990–2004) |
|---|
| Jabatan | Presiden Otoritas Nasional Palestina (1994–2004) |
|---|
Sumber :
1. www.britannica.com
2. www.tribunnews.com