Soal Vaksin Nusantara, Epidemiolog: Label Nusantara hanya Namanya Saja dan Sebaiknya Dihentikan

Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan pengembangan vaksin Nusantara sebaiknya dihentikan.


zoom-inlihat foto
dicky-budiman.jpg
ISTIMEWA
Foto: epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman. Dicky mengatakan label Nusantara pada vaksin Nusantara hanya sebatas label.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan penamaan vaksin Nusantara yang dipelopori mantan Menkes Terawan Agus Putranto tidak pas.

"Bahwa label Nusantara hanya namanya saja," kata Dicky saat dihubungi, Kamis (15/4/2021).

Selain itu, Dicky mengatakan pemanfaatan vaksin Nusantara juga tidak bisa pada populasi yang besar. 

Dia menyebut label Nusantara menampilkan kesan bahwa vaksin Covid-19 merupakan strategi dari pemerintah untuk menangani pandemi.

Menurutnya, asal-usul vaksin ini harus jelas, apakah dari pemerintah atau swasta.

"Jika swasta harus jelas sesuai prosedurnya, karena pemerintah mendukung riset yang mengarah pada manfaat kesehatan masyarakat," katanya.

Menurutnya, dalam dunia ilmiah, kajian sains harus ditaati.

Foto: Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Selasa, (11/2/2020). Terawan menjadi orang di balik vaksin Nusantara.
Foto: Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Selasa, (11/2/2020). Terawan menjadi orang di balik vaksin Nusantara. (Kompas)

Baca: BPOM: Vaksin Nusantara Sebaiknya Diuji Coba Dulu pada Hewan

Jika tidak, selain membahayakan manusia, citra baik suatu negara di mata dunia juga terancam buruk.

"Kaidah sains level nasional saja diabaikan apalagi di level global.Ini masalah besar, bahwa riset itu menyangkut nyawa hajat hidup orang banyak."

"Jadi standar pada level global luar biasa tinggi. Indonesia juga memiliki standar yang tinggi dan diakui dunia selama ini."

"BPOM sebagai lembaga yang memiliki integritas dan kapabilitas dalam hal menilai riset saja diabaikan, berarti orang pelaku atau peneliti tidak memahami kaidah ilmiah."

"Artinya ini sangat berbahaya," katanya.

Pengembangan vaksin ini tetap melaju meski mengabaikan rekomendasi dari BPOM.

Sejumlah anggota DPR pun menjadi relawan uji klinis.

Baca: Keamanan Belum Teruji, Mantan Menkes Siti Fadilah Supari Jadi Relawan Uji Klinis Vaksin Nusantara

Dicky berharap peneliti tidak mengorbankan kepentingan masyarakat demi kepentingan segelintir orang.

"Itu harus untuk kepentingan publik, kepentingan kesehatan masyarakat, dan bukan untuk kepentingan segelintir orang."

"Saya termasuk yang paling menentang yang begini, apalagi ada unsur asing di balik ini yang kita enggak tahu nanti untuk siapa manfaat ini," papar Dicky.

Dicky mengingatkan bahwa suatu riset ilmiah harus berbasis data saintifik yang melalui berbagai tahapan seperti uji fase I, II, dan lainnya.

Ilustrasi vaksin Covid-19
Ilustrasi vaksin Covid-19 (SHUTTERSTOCK/solarseven)

Dengan demikian, riset ilmiah harus benar-benar tanpa kepentingan apa pun, apalagi politik.

"Satu riset sudah dibawa ke arah politik dukung-mendukung itu sudah bukan riset ilmiah lagi."

"Kalau riset itu harus berbasis pada data saintifiknya," ucapnya.

Baca: Kontroversi Vaksin Nusantara: Kejanggalan hingga Relawan Alami Kejadian Tak Diinginkan (KTD)

Dicky meminta penelitian dan pengembangan vaksin Nusantara sebaiknya dihentikan, karena tidak tunduk pada aturan regulator, yakni BPOM.

Ia menilai, jika terus dilanjutkan, vaksin ini dikhawatirkan dapat memberikan dampak buruk.

"Taati kaidahnya, taati regulator ya, BPOM, kalau enggak ya berhenti saja," cetusnya.

Sebelumnya, proses pertama penggunaan vaksin Nusantara adalah dengan mengambil darah dari tubuh seorang subyek atau pasien.

Selanjutnya darah itu akan dibawa ke laboratorium untuk dipisahkan antara sel darah putih dan sel dendritik (sel pertahanan, bagian dari sel darah putih).

Sel dendritik ini akan dipertemukan dengan rekombinan antigen di laboratorium sehingga memiliki kemampuan untuk mengenali virus penyebab Covid-19 SARS-CoV-2.

Kemudian setelah sel berhasil dikenalkan dengan Covid-19, sel dendritik akan kembali diambil untuk disuntikkan ke dalam tubuh subyek atau pasien (yang sama) dalam bentuk vaksin.

Baca: Lebih dari 70 Persen Relawan Uji Klinis Vaksin Nusantara Alami Kejadian Tak Diinginkan

Dengan ini, pasien diharapkan memiliki kekebalan atau antibodi yang baik dalam melawan Covid-19.

Dari proses pengambilan darah, laboratorium, hingga akhirnya menjadi vaksin yang siap disuntikkan, diperlukan waktu satu minggu.

Sebelumnya, vaksin Nusantara yang digagas Terawan belum bisa lanjut ke tahap uji klinis fase II, oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Dokumen hasil pemeriksaan tim BPOM menunjukkan berbagai kejanggalan penelitian vaksin, misalnya tidak adanya validasi dan standardisasi terhadap metode pengujian.

Hasil penelitian pun berbeda-beda, dengan alat ukur yang tak sama.

Selain itu, produk vaksin tidak dibuat dalam kondisi steril.

Catatan lain adalah antigen yang digunakan dalam penelitian tidak terjamin steril dan hanya boleh digunakan untuk riset laboratorium, bukan untuk manusia.

Tertulis dalam dokumen tersebut, BPOM menyatakan hasil penelitian tidak dapat diterima validitasnya.

Dalam bagian lain dokumen disebutkan, uji klinis terhadap subjek warga negara Indonesia dilakukan oleh peneliti asing yang tidak dapat menunjukkan izin penelitian.

Bukan hanya peneliti, semua komponen utama pembuatan vaksin Nusantara pun diimpor dari Amerika Serikat.

"Bahwa ada komponen yang betul-betul komponen impor dan itu tidak murah."

"Plus ada satu lagi, pada saat pendalaman didapatkan antigen yang digunakan, tidak dalam kualitas mutu untuk masuk dalam tubuh manusia," kata Kepala BPOM Penny Lukito, dalam rapat dengar dengan Komisi IX DPR yang disiarkan secara daring, Kamis (8/4/2021). (Rina Ayu)

(Tribunnewswiki/Tyo/Warta Kota/Rina Ayu)

Baca berita lainnya tentang vaksin Nusantara di sini.


Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Abaikan Kaidah Sains dan Tak Taat Aturan, Epidemiolog Minta Pengembangan Vaksin Nusantara Dihentikan, .

 





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved