Kedua, desain GeNose lebih cocok untuk rumah sakit.
Baca: Daftar Stasiun yang Sudah Menyediakan Layanan GeNose C-19, Tarif Rp20.000
Baca: 8 Stasiun Kereta Api yang Layani Tes GeNose Covid-19
Menurut Dicky, alat GeNose yang diterapkan di Indonesia tersebut sebenarnya sudah dari awal riset pengembangan desainnya memang dipergunakan untuk di rumah sakit ataupun pelayanan kesehatan, seperti puskesmas dan klinik.
Oleh karena itu, seharusnya jika memang ingin membuat alat tes napas Covid-19 di ruang publik, seperti terminal maupun stasiun, sejak awal juga seharusnya juga didesain menyesuaikan target tujuan tempat dan populasinya.
"Nah, itu (alat GeNose) harus di desain sejak awal dari riset. Supaya tidak ada bias seleksi partisipan, dan ini terjadi, karena ini akan menjadi clash in balance dalam riset itu," ucap dia.
"Itulah kenapa desain penelitian begitu penting untuk tujuannya. Kalau mengembangkan desain ini, artinya GeNose lebih tepat dipakai di lingkup rumah sakit, diujicobakan lagi, atau di (lingkup) rawat jalan, atau di bangsal misalnya, karena desainnya saya lihat seperti itu," ucap dia.
Ketiga, GeNose bukan untuk orang tanpa gejala (OTG). GeNose tidak diperuntukkan bagi kelompok OTG atau berisiko rendah (terinfeksi Covid-19), karena secara desain alat ini belum tepat dipergunakan dalam kategori kelompok tersebut.
"Jadi harus ada riset lagi. Sekali lagi saya sampaikan bukan masalah tes-alat ini tidak akurat, ya akurat iya, karena riset ini bukan hal yang pertama di dunia, banyak negara lain yang sudah melakukan, tetapi kalau ditujukan untuk skrining (masyarakat umum), desainnya juga harus ditujukan untuk (umum) itu. Sehingga, positive predictive value-nya itu tidak rendah," papar dia.
Cara kerja GeNose Salah seorang anggota Tim Pengembang GeNose, Dian Kesumapramudya Nurputra menjelaskan cara kerja alat itu.
Baca: GeNose Bakal Tersedia di Bandara & Tarif Pemeriksaan di Stasiun Naik Mulai Pada 20 Maret
Dia menyebut, alat tersebut mengidentifikasi virus corona dengan cara mendeteksi volatile organic compound (VOC). Dian mengatakan, VOC terbentuk lantaran adanya infeksi Covid-19 yang keluar bersama napas.
Orang-orang yang akan diperiksa menggunakan GeNose terlebih dahulu diminta mengembuskan napas ke tabung khusus.
Sensor-sensor dalam tabung itu lalu bekerja mendeteksi VOC.
Kemudian, data yang diperoleh akan diolah dengan bantuan kecerdasan buatan hingga memunculkan hasil.
Dalam waktu kurang dari 2 menit, GeNose bisa mendeteksi apakah seseorang positif atau negatif Covid-19.
Baca: 4 Poin Penting Larangan Mudik Lebaran 2021: Mulai Berlaku pada 6-17 Mei, Cuti Hanya Sehari
Baca: Mudik Lebaran 2021 Resmi Dilarang Mulai Tanggal 6-17 Mei, Pemerintah Sebut Penularan Covid-19 Tinggi
Adapun penggunaan GeNose sebagai syarat naik transportasi udara dimuat dalam Surat Edaran (SE) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri dalam Masa Pandemi Covid-19 yang diterbitkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Salah satu poin aturan dalam SE ini yakni memperbolehkan pelaku perjalanan transportasi udara menggunakan GeNose sebagai alat pemeriksaan sebelum bepergian.
Dilansir dari lembaran SE pada Selasa (30/1/2021), aturan ini tertuang pada angka 3 huruf b yang berbunyi:
"Pelaku perjalanan transportasi udara wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3x24 jam sebelum keberangkatan, atau hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan, atau hasil negatif tes GeNose C19 di Bandar Udara sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia." Adapun e-HAC adalah health alert card atau kartu kewaspadaan kesehatan.
(TribunnewsWiki.com/Kompas.com)
Simak artikel lainnya terkait GeNose C19 di sini