Pasien Covid Ini Alami Ereksi Tiga Jam yang Menyiksa Sebelum Akhirnya Meninggal Dunia

Dalam kasus yang terjadi pada pasien pria berusia 69 tahun tersebut, ereksi lama yang dialaminya akibat komplikasi penyakit lain yang dideritanya.


zoom-inlihat foto
pasien-covid-ereksi-04.jpg
Getty Images / iStockphoto via Daily Star
Seorang pasien pria Covid-19 berusia 69 tahun mengalami siksaan panjang karena ereksi yang menyiksa selama tiga jam. Ia akhirnya meninggal dunia karena pembekuan darah. Foto sekadar ilustrasi.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Seorang pasien Covid-19 mengalami gejala aneh saat ia dirawat di sebuah rumah sakit di Ohio, Amerika Serikat.

Pasien berusia 69 tahun ini mengalami gejala berupa ereksi selama tiga jam yang menyiksanya.

Ia akhirnya dinyatakan meninggal dunia setelah mengalami pembekuan darah.

Ereksi yang terus menerus bukanlah gejala bila terinfeksi virus corona Covid-19.

Dalam kasus yang terjadi pada pasien pria berusia 69 tahun tersebut, ereksi lama yang dialaminya akibat komplikasi penyakit lain yang dideritanya.

Namun, menurut dokter di rumah sakit itu, gejala ereksi hingga berjam-jam yang dialami kakek itu termasuk sangat jarang terjadi.

Baca: Jubir Vaksinasi Kemenkes Sebut Vaksin Covid-19 Tak Melindungi dari Virus, Tapi Ciptakan Kekebalan

pasien covid ereksi 02
Pasien pria berusia 69 tahun mengalami siksaan karena ereksi yang berkepanjangan selama tiga jam. Foto sekadar ilustrasi.

Dikutip dari Daily Star, Senin (8/3/2021), staf medis menyerahkan pasien Covid setelah dia ditelungkupkan selama 12 jam dan menemukan ereksinya yang membuatnya sakit menyiksa selama tiga jam.

Seorang pasien virus corona menderita ereksi tiga jam yang menyakitkan karena komplikasi penyakit yang jarang terjadi.

Pria 69 tahun, dari Ohio, AS, didiagnosis dengan kondisi yang disebut priapism saat berada di rumah sakit dengan serangan Covid yang parah musim gugur lalu.

Baca: Ashanty Sembuh dari Covid-19, Miliki Penyakit Autoimun yang Sempat Picu Kondisinya Makin Parah

Dia dirawat di Rumah Sakit Lembah Miami pada bulan Agustus 2020 silam dengan sesak napas parah dan peradangan yang menyebabkan penumpukan cairan di dalam paru-parunya.

MailOnline mengatakan pasien yang tidak disebutkan namanya itu dibius dan dipasang ventilator setelah kondisinya memburuk dan paru-parunya mulai gagal setelah 10 hari perawatan.

Dokter menempatkannya telungkup selama 12 jam untuk membantu mendapatkan udara di sekitar tubuhnya.

Tetapi ketika dia dibalikkan di sore hari, perawat memperhatikan dia telah mengalami ereksi.

pasien covid ereksi 03
Rumah sakit tempat kakek malang tersebut dirawat. Meskipun upaya terbaik mereka, pasien kemudian meninggal karena pembekuan darah.

Menulis di The American Journal of American Medicine, petugas medis yang merawatnya mengatakan bahwa mereka yakin Covid telah menyebabkan pembekuan darah di penisnya.

Kompres es diaplikasikan pada anggotanya untuk mencoba mengurangi pembengkakan tetapi ereksinya bertahan selama tiga jam.

Dokter terpaksa mengalirkan darah dari organ vitalnya itu dengan menggunakan jarum.

Priapisme tidak kembali, tetapi pasien meninggal dunia di ICU ketika paru-parunya akhirnya gagal.

Petugas medis mengatakan jaringan di dalam organ vitalnya kaku, tetapi ujungnya lembek.

Baca: Bupati dan Wakil Bupati Gresik Tolak Pengadaan Mobil Dinas Baru: Pandemi Covid-19 Hemat Anggaran

Dia didiagnosis dengan priapisme aliran rendah, yaitu ketika darah terperangkap dalam organ vital.

Hal ini diyakini disebabkan oleh penggumpalan darah.

Karena dia tidak sadar, dia tidak dapat menjawab pertanyaan tentang seberapa banyak rasa sakit yang dia derita.

Kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan permanen jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan rasa sakit yang parah bagi pasien.

Covid telah ditemukan merusak pembuluh darah pada banyak pasien yang menyebabkan pembekuan darah yang berbahaya.

Dr Richard Viney, konsultan ahli bedah urologi di Rumah Sakit Queen Elizabeth di Birmingham, mengatakan fenomena tersebut cukup menarik.

Dia mengatakan dia sendiri tidak menemukan pasien Covid-19 dengan priapisme.

“Kami belum pernah melihat kasus priapisme terkait Covid seperti ini dan kami telah menangani lebih banyak pasien Covid daripada rumah sakit Eropa lainnya sejauh yang saya ketahui, jadi ini jelas merupakan manifestasi yang langka tetapi dapat dijelaskan dari Covid," kata dr Viney.

Bahaya Darah Tinggi sebagai Penyakit Penyerta Covid-19, Waspada 8 Gejalanya

Pasien Covid-19 yang memiliki penyakit 'bawaan' atau penyakit penyerta memang lebih rentan menjadi penyebab pasien meninggal dunia.

Selain itu, orang dengan penyakit penyerta (komorbid) adalah salah satu kelompok masyarakat yang sangat rentan terpapar virus corona.

Darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu penyakit penyerta Covid-19 yang paling banyak ditemukan pada pasien positif Covid-19.

Agar tak mengalami perburukan klinis sehingga meningkatkan risiko kematian, ada baiknya para penderita penyakit penyertra ini mengetahui dan waspada sejak awal.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pernah melaporkan terkait data penyakit penyerta.

Berdasar himpunan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per tanggal 13 Oktober 2020, dari total kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19, sebanyak 1.488 pasien tercatat memiliki penyakit penyerta.

Ketahui Gejala dan Bahaya Darah Tinggi sebagai Penyakit Penyerta Covid-19
Ketahui Gejala dan Bahaya Darah Tinggi sebagai Penyakit Penyerta Covid-19 (SHUTTERSTOCK/Shine Nucha via Kompas.com)

Dari jumlah tersebut, 50,5 persen di antaranya mengidap penyakit hipertensi, kemudian diabetes 34,5, dan penyakit jantung 19,6 persen.

Sementara dari jumlah 1.488 kasus pasien meninggal, diketahui 13,2 persen di antaranya dengan hipertensi, 11,6 persen dengan diabetes, dan 7,7 persen dengan penyakit jantung.

Berdasarkan laporan penelitian yang diterbitkan dalam European Heart Journal pada 2020, orang yang menderita hipertensi bahkan disebut dua kali lipat lebih berisiko meninggal dunia akibat Covid-19.

Mengingat bahayanya, penting kiranya bagi siapa saja untuk dapat mewaspadai tekanan darah tinggi.

Mengenal beragam gejala hipertensi adalah salah satu cara yang bisa dilakukan sebagai upaya deteksi dini dan pengendalian penyakit ini.

Gejala darah tinggi

Dilansir dari Health Line, hipertensi pada umumnya adalah kondisi “diam”. Di mana, banyak orang dengan tekanan darah tinggi bisa jadi tidak akan mengalami gejala apa pun.

Mungkin perlu waktu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun agar kondisi hipertensi mencapai tingkat yang cukup parah sehingga gejalanya menjadi jelas.

Meski begitu, gejala ini dapat dikaitkan dengan masalah lain.

Ketahui Gejala dan Bahaya Darah Tinggi sebagai Penyakit Penyerta Covid-19
Ketahui Gejala dan Bahaya Darah Tinggi sebagai Penyakit Penyerta Covid-19 (SHUTTERSTOCK via Kompas.com)

Gejala darah tinggi berat bisa meliputi:

-Sakit kepala
-Sesak napas
-Mimisan
-Muka kemerahan
-Rasa pusing atau ringan kepala
-Nyeri dada
-Perubahan visual (pandangan kabur)
-Darah dalam urine

Gejala-gejala ini termasuk kondisi yang membutuhkan perhatian medis segera.

Gejala tersebut tidak terjadi pada semua orang dengan hipertensi, tetapi menunggu gejala kondisi ini muncul bisa berakibat fatal.

Cara terbaik untuk mengetahui apakah Anda menderita hipertensi adalah dengan melakukan pembacaan tekanan darah atau cek tensi secara teratur.

Dirangkum dari laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kondisi yang disebut hipertensi adalah ketika pembacaan tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg.

6 Komplikasi Penyakit Jangka Panjang Akibat Paparan Covid-19
6 Komplikasi Penyakit Jangka Panjang Akibat Paparan Covid-19 (shutterstock via Kompas.com)

Jika Anda hanya memiliki jadwal pemeriksaan fisik setahun sekali, lebih baik bicarakan dengan dokter tentang risiko hipertensi dan pembacaan lain yang mungkin diperlukan untuk membantu Anda memantau tekanan darah.

Misalnya, jika Anda memiliki riwayat keluarga penyakit jantung atau memiliki faktor risiko untuk mengembangkan kondisi tersebut, dokter mungkin akan menyarankan agar Anda periksa tekanan darah dua kali setahun.

Hal ini dapat membantu Anda dan dokter tetap mengetahui semua kemungkinan kondisi sebelum menjadi masalah.

Diagnosis darah tinggi

Mendiagnosis hipertensi semudah melakukan pembacaan tekanan darah.

Sebagian besar fasilitas kesehatan memeriksa tekanan darah sebagai bagian dari pemeriksaan rutin.

Jika tekanan darah Anda meningkat, dokter mungkin akan meminta Anda untuk cek tensi lebih sering selama beberapa hari atau minggu ke depan.

Diagnosis hipertensi jarang diberikan setelah hanya satu kali pembacaan.

Dokter perlu melihat bukti adanya masalah yang berkelanjutan. Itu karena lingkungan Anda dapat berkontribusi pada peningkatan tekanan darah, seperti kegugupan atau stres yang mungkin dirasakan saat berada di ruang pemeriksaan dokter.

Selain itu, tingkat tekanan darah bisa berubah sepanjang hari.

Jika tekanan darah Anda tetap tinggi, dokter kemungkinan akan melakukan lebih banyak tes untuk menyingkirkan kondisi yang mendasarinya.

Tes ini bisa meliputi:

-Tes urine
-Skrining kolesterol dan tes darah lainnya
-Tes aktivitas listrik jantung dengan elektrokardiogram (EKG)
-USG jantung atau ginjal

Tes tersebut dapat membantu dokter mengidentifikasi masalah sekunder yang menyebabkan peningkatan tekanan darah Anda. Dokter juga dapat melihat efek tekanan darah tinggi pada organ.

Selama waktu ini, dokter mungkin akan mulai mengobati hipertensi. Perawatan dini dapat mengurangi risiko kerusakan jangka panjang.

(tribunnewswiki.com/hr)





Editor: haerahr
BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved