TRIBUNNEWSWIKI.COM - Jakarta sangat identik dengan istilah kota langganan banjir, seperti beberapa minggu terakhir.
Tiap kali hujan deras, beberapa daerah di Jakarta hampir selalu tergenang banjir.
Salah satu penyebab utamanya adalah karena perilaku masyarakat yang sering membuang sampah sembarangan ke kali atau sungai, sehingga menghambat aliran air ketika hujan turun.
Menurut Edi Sedyawati, dkk dalam Sejarah Kota Jakarta (1950-1980) (1986), penyebab utama lain Jakarta selalu tergenang banjir adalah karena kondisi lingkungan Jakarta yang dialiri 10 sungai besar dengan sistem drainase yang kurang memadai.
Zaenuddin HM dalam Banjir Jakarta (2013), menuliskan jika banjir di Jakarta sudah ada sejak zaman Tarumanegara, tepatnya saat Raja Purnawarman memimpin kerajaan tersebut pada abad ke-5.
Banjir Jakarta di Zaman Kerajaan Tarumanegara
Prasasti Tugu yang ditemukan pada 1878 di Jakarta Utara menjadi bukti otentik jika banjir di Jakarta sudah ada sejak zaman Kerajaan Tarumanegara.
Secara garis besar, prasasti tersebut berisikan pesan jika Raja Purnawarman pernah menggali Kali Chandrabhaga di daerah sekitar Bekasi dan Kali Gomati atau yang sekarang dikenal sebagai Kali Mati di Tangerang, sebagai upaya mengatasi banjir.
Sungai yang digali tersebut diharapkan bisa mengalirkan debit air, sehingga banjir di Jakarta kala itu bisa segera surut. Selain itu, penggalian kali ini juga ditujukan untuk kepentingan irigasi sawah warga.
Baca: Banjir Landa 57 Titik di Bekasi, Satu Keluarga Positif Covid-19 Dievakuasi Petugas
Banjir Jakarta pada 1621
Jakarta pada masa kolonial Belanda dikenal dengan sebutan Batavia.
Saat itu, sebagian besar daerah Batavia masih berupa rawa dan hutan liar, sehingga sering tergenang banjir dari air beberapa sungai, terutama Kali Ciliwung yang meluap saat hujan deras.
Banjir Jakarta pada 1621 merupakan banjir pertama di era kekuasaan VOC di Nusantara, tepatnya pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen.
Saat itu banyak rumah warga yang terbuat dari kayu sehingga mudah hanyut ketika banjir melanda Batavia.
Struktur jalannya pun masih belum beraspal sehingga sangat sulit untuk dilalui sepeda atau dokar.
Sebenarnya, Belanda sudah pernah membangun kanal sejak dua tahun sebelum bencana banjir ini terjadi.
Namun, usahanya gagal karena Belanda tidak mengetahui letak geografis dan struktur topografi Jakarta kala itu.
Baca: Jakarta Dilanda Banjir, Anies Baswedan: Dampak Air Kiriman dari Depok
Banjir Jakarta pada 1654
Saat Gubernur Jenderal Joan Maetsuycker memimpin kala itu, banjir besar kembali melanda Batavia.
Penyebabnya karena hujan deras dan luapan air sungai, terutama Kali Ciliwung dan kiriman air dari hulu di Bueitenzorg atau Bogor.