TRIBUNNEWSWIKI.COM - Warga negara yang ditetapkan sebagai penerima vaksin Covid-19, tetapi menolak atau tidak mengikuti vaksinasi bisa diberikan sanksi administratif.
Sanksi itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Perpres Nomor 14 Tahun 2021 yang diteken oleh Presiden Joko Widodo.
Diteken pada 9 Februari 2021, Perpres tersebut merupakan perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease.
Ada sejumlah pasal baru yang ditambahkan dalam Perpres itu, di antaranya pasal 13A dan pasal 13B.
Pasal 13A berisi tentang sasaran penerima vaksin, kewajiban sasaran penerima vaksin, dan sanksi yang bisa didapatkan apabila tidak mengikuti vaksinasi.
Berikut bunyi pasalnya:
Pasal 13A: (1) Kementerian Kesehatan melakukan pendataan dan menetapkan sasaran penerima Vaksin Covid-19.
(2) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19 berdasarkan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti Vaksinasi Covid- 19.
Baca: 99 Persen Wilayah di Indonesia Terpapar Covid-19, Masyarakat Umum Bakal Divaksin Mulai April
(3) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak memenuhi kriteria penerima vaksin Covid-19 sesuai dengan indikasi vaksin Covid-19 yang tersedia. (
4) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif, berupa:
a. penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial
b. penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan/atau
c. denda.
(5) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya.
Baca: Peringatan Ahli: Dunia Tak Akan Bisa Atasi Covid-19 hingga 6 Tahun Kedepan, Vaksinasi Harus Merata
Kemudian, pasal 13B diatur tentang adanya sanksi lanjutan.
Detail aturannya, yakni:
Pasal 13B Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19, yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran Covid-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A ayat (4) dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular.
Masyarakat diminta bersabar
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Reisa Brotoasmoro meminta masyarakat bersabar menunggu giliran vaksinasi virus corona.
Ia mengingatkan agar jangan sampai masyarakat melakukan perbuatan yang melawan hukum demi mendapatkan vaksinasi.
"Jangan sampai melakukan perbuatan melanggar hukum untuk mendapatkan prioritas vaksinasi yang tidak sesuai dengan haknya.
Sanksi hukumnya tentu akan ada," kata Reisa melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (8/2/2021).
Baca: Update Covid-19, 31.556 Orang Meninggal, Vaksinasi Nakes Ditargetkan Kelar Akhir Bulan Ini
Reisa mengatakan saat ini vaksin Covid-19 diprioritaskan untuk para tenaga kesehatan, baik dokter maupun perawat.
Selanjutnya, vaksinasi akan dilanjutkan ke kelompok petugas pelayan publik, baru ke masyarakat umum. Prioritas vaksinasi ini dibuat dengan mempertimbangkan besarnya risiko paparan virus pada suatu kelompok.
Reisa pun meminta masyarakat tetap tenang menunggu giliran vaksinasi lantaran pemerintah telah menyiapkan stok vaksin yang cukup.
"Tenang, pemerintah akan menyiapkan lebih dari 400 juta dosis untuk menjamin semua warga negara dapat divaksin dan menerima hak mereka. Ini hanya tinggal menunggu waktu, giliran," ujarnya.
Reisa juga mengingatkan bahwa upaya mengakhiri pandemi Covid-19 tidak hanya melalui vaksinasi.
Upaya ini harus diimbangi dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan penyebaran virus, mulai dari memakai masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.
"Inilah yang akan memutuskan rantai penularan. Ikuti protokol kesehatan di mana pun dan kapan pun," kata dia.
Baca: BPOM Setujui Vaksin Covid Buatan Sinovac Diberikan kepada Lansia, Berikut Persyaratannya
Epidemiolog: vaksinasi selesai dalam 3-4 tahun
Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan hasil riset yang dilakukan Bloomberg terkait estimasi vaksinasi Covid-19 di tanah air harus menjadi masukan agar pemerintah mempercepat program vaksinasi.
Hasil riset Bloomberg memprediksi bahwa dengan tingkat vaksinasi saat ini, Indonesia baru bisa menjangkau 75 persen vaksinasi populasi dengan dua dosis vaksin dan mengakhiri pandemi sekitar 10 tahun lagi.
Dicky memperkirakan vaksinasi bisa rampung dan pandemi Covid-19 berakhir sekitar tiga sampai empat tahun.
"Dari saya sendiri sejak awal memperkirakan ya 3-4 tahun kita perlu waktu untuk menyelesaikan program vaksinasi. Dan dari situasi dan analisa ya setidaknya pandemi akan paling lama empat tahunan," kata Dicky saat dihubungi, Senin (8/2/2021).
Kendati demikian, Dicky mengingatkan vaksinasi tak serta merta membentuk herd immunity atau kekebalan komunitas.
Sebab, kata dia, setelah vaksinasi dilakukan, ada beberapa variabel yang harus diukur seperti berapa lama vaksin mampu mencegah transmisi virus dan antibodi yang ditimbulkan.
"Itu sebabnya vaksinasi ini tidak bisa berdiri sendiri, harus kita perkuat strategi public health nya 3T dan 5M nya itu dengan penguatan di strategi pengetatan PSBB apa pun yang disepakati," ujarnya.
Baca: Sudah Terima Vaksin Bukan Berarti Aman dari Covid-19, Ini yang Harus Dilakukan
Dicky berpendapat untuk mempercepat proses vaksinasi Covid-19, pemerintah harus memastikan ketersediaan vaksin. Dicky mengatakan, pemerintah tidak boleh bergantung pada satu jenis vaksin saja.
Oleh karenanya, ia meminta proses pembuatan vaksin Merah Putih terus dilanjutkan.
(Tribunnewswiki/Tyo/Kompas/Haryanti Puspa Sari/Fitria Chusna Farisa)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ahli Epidemiologi Prediksi Vaksinasi Covid-19 RI Tuntas 3-4 Tahun" dan "Jubir Vaksinasi: Sabar, Jangan Langgar Hukum untuk Dapatkan Vaksin Covid-19"