TRIBUNNEWSWIKI.COM - Munculnya pemberitaan bahwa Pasar Muamalah Depok menggunakan sistem transaksi yang berbeda viral di media sosial.
Sebelumnya di Facebook, beredar video transaksi jual beli di Pasar Muamalah yang tak biasa.
Pembeli membayar barang dagangannya menggunakan mata uang dinar dan dirham.
Bahkan penjual dan pembeli pun bisa menggunakan sistem barter.
Namun ternyata berita transaksi yang terjadi di Pasar Muamalah Depok banyak yang salah tafsir.
Hal itu dijelaskan oleh sang pendiri, Zaim Saidi.
Sepintas mata uang dirham dan dinar merujuk kepada mata uang asing.
Mata uang asing tersebut banyak digunakan sebagai alat membayar masyarakat Timur Tengah.
Namun, tafsiran itu ternyata salah.
Baca: Viral Pasar Muamalah di Depok Transaksi Pakai Uang Dirham dan Dinar, Lurah Angkat Bicara
Baca: Begini Tanggapan Pedagang soal Transaksi Pakai Dinar dan Dirham di Pasar Muamalah Depok
Alat tukar yang digunakan di Pasar Muamalah Depok tersebut adalah koin emas, koin perak, dan koin tembaga.
Koin yang digunakan sebagai alat untuk membeli barang itu dinamakan dirham, dinar, dan fulus.
Merujuk zaimsaidi.com, tentang dinar, dirham, dan fulus yang dijual di toko online, koin 1 dirham perak 2,957 gram, Wakala Resmi Nusantara nilainya setara Rp 73, 500.
Kemudian American Eagle Silver Coin 1oz (31.3g), Logam Mulia, Perak, 99.99% senilai Rp 800.000.
2019 Great Britain 2oz Silver Queen's Beasts The Bull (62.6g), Logam Mulia, Perak, 99.99% senilai Rp 1,6 juta.
Ada juga Bintan Dirham 2.975 gr Perak Logam Mulia Dari Wakala Resmi seharga Rp 72.000.
Lalu, koin Fulus nilainya Rp 6.100 - Rp 9.150.
Selain itu, terdapat juga dinar emas yang jenisnya bernama dinar Ashari.
"Isi berita itu sendiri banyak ketidakbenarannya. Menjurus sebagai hoax. Para penanggapnya pun umumnya tak paham. Termasuk nara sumber yang harusnya menjelaskan," kata Zaim Saidi yang merupakan pengamat Kebijakan Publik PIRAC di Instagram @zaim.saidi.
Zaim Saidi menambahkan bahwa alat tukar yang digunakan dalam pasar itu adalah koin emas, koin perak, dan koin tembaga.
Jadi itu bukan legal tender. Jadi tidak ada relevansinya dengan UU Mata Uang.