
Informasi awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Kota Boston di Amerika Serikat dibanjiri lebih dari dua juta galon molase atau tetes tebu pada 15 Januari 1919, tepat 102 tahun silam
Banjir tetes tebu muncul dari tempat penyimpanan yang meledak di pabrik United States Industrial Alcohol Company.[1]
Gelombang tetes tebu mencapai ketinggian 50 kaki dan menyapu semua yang dilewatinya.
Bencana yang tidak terprediksi ini menewaskan 21 orang, melukai 150 orang, membunuh 20 kuda, dan menghancurkan enam bangunan dari kayu.
Peristiwa ini sering dianggap sebagai “bencana di Amerika yang paling aneh dan surreal”.[2]
Baca: Hari Ini dalam Sejarah 14 Januari: Benedict Arnold Sang Jenderal Pengkhianat Lahir

Sekilas tetes tebu
Tetes tebu atau molase adalah produk sampingan ekstraksi gula tebu dan gula bit. Produk ini berwarna gelap, berasa manis, dan lengket.
Tetes tebu mempunyai sejarah panjang di Karibia dan Amerika Serikat bagian selatan, tempat tebu dan bit ditanam besar-besaran.
Pada awal abad ke-20, tetes tebu sempat populer sebagai pemanis di Amerika Serikat meski kini sudah jarang.[3]
Sebelum tahun 1948 tetes tebu difermentasi untuk membuat etil alkohol.
Namun, saat ini etil alkohol umumnya dibuat dari etilen sehingga mengurangi permintaan tetes tebu.[4]
Baca: Hari Ini dalam Sejarah 13 Januari 1915: Gempa Dahsyat di Avezzano Menewaskan 30.000 Penduduk

Kronologi
Pabrik United States Industrial Alcohol Company berada di Commercial Street dekat North End Park di Boston.
Tetes tebu yang diolah di pabrik ini dibawa dari Karibia, kemudian disalurkan dari pantai ke tanki pabrik menggunakan pipa.
Tanki ini dibuat tahun 1915 untuk memenuhi kenaikan permintaan pada masa Perang Dunia I. Namun, sejak awal digunakan, tanki ternyata sudah bocor.
Pada 13 Januari 1915 tanki penyimpanan setinggi 50 kaki dan terbuat dari baja ini hampir terisi penuh.[5]
Namun, dua hari kemudian, tepatnya sekitar pukul 13.00, baut-baut di tanki itu meledak dan terlempar bagai peluru.
Lebih dari dua juta galon tetes dari dalam tanki keluar bersamaan dan menimbulkan gelombang.
Gelombang berketinggian delapan kaki menyapu gerbong barang dan area di sekitarnya.
Beberapa pekerja di pabrik tidak sempat menyelamatkan diri dan terhempas gelombang. Saking banyaknya, tetes tebu sampai membanjiri jalanan di luar pabrik.
Tetes tebu yang panas dan lengket juga menenggelamkan dan membakar lima pekerja di Departemen Pekerjaan Umum.
Ombak tetes tebu menewaskan 21 orang, melukai 150 orang, membunuh 20 kuda , dan menghancurkan enam bangunan dari kayu.
Butuh waktu berminggu-minggu untuk membersihkan jalanan Boston dari tetes tebu.[6]
Penyebab ledakan itu tidak diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktor mungkin berkontribusi, di antaranya cuaca dingin di Boston selama minggu kedua Januari dan kenaikan temperatur yang terjadi beberapa hari sebelum tanki meledak.
Hal itu mungkin menyebabkan fermentasi tetes tebu dan meningkatkan tekanan di dalam tanki.[7]
Baca: Hari Ini dalam Sejarah 12 Januari 2010: Gempa Dahsyat di Haiti Menewaskan 316.000 Penduduk
Tuntutan kepada perusahaan
Bencana tetes tebu ini juga memunculkan drama di pengadilan.
Ada lebih dari 100 tuntutan kepada perusahaan United States Industrial Alcohol Company.
Penyelidikan selama enam tahun yang melibatkan 3.000 saksi dan 45.000 lembar kesaksian pun dilakukan.
Perusahaan tersebut akhirnya dinyatakan bersalah karena tanki yang digunakannya tidak cukup kuat untuk menyimpan tetes tebu.
Mereka harus membayar hampir $1 juta untuk menyelesaikan tuntutan itu.[8]
(Tribunnewswiki/Tyo)
Peristiwa | Kota Boston dibanjiri tetes tebu |
---|
Tanggal | 15 Januari 1919 |
---|
Sumber :
1. www.history.com
2. www.tandfonline.com
3. www.britannica.com
4. www.theguardian.com
5. www.thespruceeats.com
-
Kelakuan China Jadi Sorotan Dunia, Ogah Beri Data Penting Covid-19 pada WHO tapi Tak Mau Disalahkan
-
Kerap Pamer Nuklir, Korut Disebut Bahaya Terbesar Bagi Dunia, Setiap Uji Coba Bisa Berpotensi Perang
-
Dalam Sebulan Terakhir, Kasus Infeksi Virus Corona Turun 44% secara Global
-
Hari Ini dalam Sejarah 13 Februari: New Delhi Resmi Jadi Ibu Kota Baru India
-
Jika Trump Becus Tangani Pandemi, 40% Korban Covid-19 di AS Mungkin Masih Hidup, Klaim The Lancet