Ekonom Sebut Presiden setelah Jokowi akan Memiliki Warisan Utang yang Cukup Besar

Menurut Ekonom sekaligus Ketua Dewan Pengurus LP3ES, Jokowi akan tinggalkan warisan utang yang cukup besar untuk pemerintahan berikutnya di tahun 2024


zoom-inlihat foto
presiden-joko-widodo-pidato-di-sidang-umum-pbb-2020-2.jpg
TANGKAP LAYAR VIDEO PIDATO PRESIDEN JOKOWI/SEKRETARIAT KABINET
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato perdananya dalam Sidang Majelis Umum (SMU) ke 75 PBB secara virtual, Rabu (23/9/2020).


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Ekonom sekaligus Ketua Dewan Pengurus Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan SOsial (LP3ES) Didik Rachbini mengatakan, utang yang dimiliki Indonesia kini diprediksi akan menjadi warisan untuk pemerintahan selanjutnya.

Presiden dan pemerintahan berikutnya akan memiliki utang yang sangat besar sebagai tanggungan kerja.

Pasalnya, nilai utang Indonesia kini jumlahnya sangat besar, yakni mencapai Rp 1.530 triliun.

"Utang ini sangat besar, di mana di masa mendatang akan menjadi warisan ke anak cucu kita, ke presiden berikutnya," kata Didik dalam Seminar Online Evaluasi bidang Politik dan Ekonomi yang diselenggarakan LP3ES dan Universitas Trunojoyo Madura, Kamis (5/11/2020).

Meskipun setiap tahunnya Indonesia memiliki utang dan ada peningkatan jumlah.

Namun utang dalam pemerintahan Jokowi kali ini terlampau tinggi jika dibandingkan dengan rencana Presiden Joko Widodo untuk menurunkan utang pemerintah hingga menjadi Rp 651 triliun.

"Rencananya kan pemerintahan Jokowi sebelum Covid-19 punya cita-cita, tapi akhirnya cuma harapan doang, yaitu menurunkan utangnya Rp 651 Triliun, tapi apa yang terjadi," ujarnya.

Didik pun membandingkan pemerintahan Jokowi dengan pemerintahan Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Baca: Ekonom Nilai Indonesia Untung Jika Donald Trump Terpilih Lagi: Rupiah Menguat Tanpa Perlu Usaha

Baca: Ekonom Indef: Jika Joe Biden Menang, Indonesia Akan Dapatkan Lebih Banyak Dampak Positif

Menurut dia, utang pemerintah Jokowi lebih besar 300 persen dari total anggaran saat SBY berkuasa.

"Seluruh anggaran SBY itu Rp 500 triliun pada waktu dia berkuasa. Pertumbuhan ekonominya itu di atas 6 persen, tentu utangnya tidak sampai segitu," tambahnya.

Berdasarkan data utang tersebut, ia berpendapat bahwa pemerintah Jokowi saat ini bertindak semaunya soal praktik pengadaan utang.

Menurutnya, hal ini karena tidak adanya kontrol dan tak ada check and balance.

Menurut Didik, pemerintahan Jokowi juga membuat adanya kemunduran demokrasi.

Padahal, lanjut Didik, untuk membuat kebijakan ekonomi yang baik adalah dengan menghadirkan demokrasi yang baik pula.

"Kebijakan ekonomi yang baik itu adalah demokrasi yang baik, ada check and balance. Jadi tidak ngawur. Karena sekarang orang bicara, orang melakukan kritik ditangkap dengan UU ITE dan seterusnya," jelasnya.

Kemunduran demokrasi di era Jokowi

Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menilai, kondisi demokrasi di Indonesia saat ini mengalami kemunduran.

Kemunduran tersebut, kata Wijayanto, disebabkan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan Jokowi yang hanya fokus pada beberapa sektor.

Baca: Jokowi Ingatkan Jajarannya, Minta Penanganan Covid-19 Sektor Kesehatan dan Ekonomi Seimbang

Baca: Menyoal Proyek Jurassic Park, Pemerintah NTT: Nilai Ekonomi Masyarakat Daerah Naik

"Kondisi demokrasi di Indonesia ini namanya tidak sempurna atau mundur, semua ini merujuk pada research, kebijakan ekonomi seperti apa yang diambil pemerintah akan dampak bagi situasi demokrasi," kata Wijayanto dalam diskusi secara virtual, Kamis (5/11/2020).

Wijayanto menyampaikan, kebijakan pemerintahan Jokowi yang berdampak pada iklim demokrasi itu terlihat dalam riset yang berjudul Jokowi and The New Developmentalism yang dilakukan The Australian National University.

Riset tersebut menyebutkan bahwa Presiden Jokowi mengambil kebijakan yang fokus pada sektor pembangunan infrastruktur.

Namun, pemerintah mengabaikan persoalan lain di Indonesia seperti perlindungan hak asasi manusia dan pemberantasan korupsi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato perdananya dalam Sidang Majelis Umum (SMU) ke 75 PBB secara virtual, Rabu (23/9/2020).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato perdananya dalam Sidang Majelis Umum (SMU) ke 75 PBB secara virtual, Rabu (23/9/2020). (Dok.Kementerian Luar Negeri)

"Model pembangunan Jokowi lebih fokus pada infrastruktur sehingga mengabaikan masalah lain seperti misalnya masalah perlindungan HAM, pemberantasan korupsi dan lainnya," ujar dia.

Tak hanya dari sisi pembangunan infrastruktur, Wijayanto menilai, kemunduran demokrasi terlihat dari keinginan pemerintah dalam proses pembentukan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Omnibus Law ini tidak hanya bermasalah dari sisi substansi dan legal formal, tapi ada demo, lalu mereka yang kritis di-teror, dan dosen yang kritis juga mendapat kontrol dan teguran di kampus, itu termasuk kemunduran dan mengorbankan demokrasi juga," ucap dia.

(TribunnewsWiki.com/Restu, Kompas.com/Nicholas Ryan Adityaa)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Utang Indonesia Diprediksi Akan Terwariskan ke Presiden Berikutnya"





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved