Namun, petugas malah justru meminta Yaidah kembali ke kelurahan dengan alasan saat pandemi Pemkot Surabaya memaksimalkan layanan online dan mengurangi tatap muka.
Kemudian Yaidah diarahkan ke gedung lantai tiga. Oleh petugas di lantai tiga diarahkan lagi ke gedung lantai satu.
Dia marah kepada petugas tersebut, hingga akhirnya petugas menyerahkan nomor akta kematian anaknya.
Masalah tak sampai di situ. Petugas tersebut mengatakan akta kematian putra Yaidah sulit diakses oleh sistem karena ada tanda petik di namanya.
Untuk bisa memproses akta itu, petugas mengatakan harus memperoleh persetujuan dari Kemendagri dengan waktu yang cukup lama.
Dengan persetujuan suami, keesokan harinya Yaidah berangkat ke Jakarta dengan kereta api menuju Kantor Kemendagri di Jalan Medan Merdeka Utara.
Baca: Viral Pemotor di Boyolali Boncengkan Mayat yang Dibungkus Kain Jarik, Ternyata Jenazah Sang Ibu
Baca: Viral Pria Asal Boyolali Angkut Jenazah Ibunda Pakai Motor, Berniat Ingin Kuburkan Sendiri
Setelah sampai, Yaidah malah diarahkan ke kantor Ditjendukcapil yang khusus menangani catatan sipil di Jakarta Selatan.
Sampai di kantor Ditjendukcapil, petugas menanyakan alasan Yaidah mengurus akta kematian sampai ke Jakarta.
Padahal akta tersebut bisa diselesaikan di Pemkot Surabaya.
Namun, petugas yang ditemui Yaidah tetap membantu ibu dua anak ini untuk mengurus akta yang diminta.
Petugas Ditjendukcapil menghubungi petugas Dispendukcapil Kota Surabaya untuk menanyakan akta putra Yaidah.
"Tolong diproses, kasihan ibu ini jauh-jauh dari Surabaya ke Jakarta hanya untuk mengurus akta kematian putranya," kata Yaidah menirukan kata-kata petugas tersebut, Selasa (27/10/2020).
Ternyata oleh Pemkot Surabaya, akta yang diminta langsung bisa diproses bahkan file akta dikirim langsung ke ponselnya.
(TribunnewsWiki.com/Restu, Kompas.com/Achmad Faizal)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Akhir Kasus Yaidah, Pemkot Surabaya Minta Maaf, Uang Transportasi Diganti, Pelayanan Ditingkatkan"