TRIBUNNEWSWIKI.COM - Para pemimpin negara dan pejabat Uni Eropa menyatakan dukungannya untuk Prancis pasca-seruan boikot dari Turki dan sejumlah negara-negara di Timur Tengah.
Mereka berkumpul di Prancis, Senin (26/10) menyatakan prihatin atas apa yang terjadi dan mengungkapkan solidaritasnya.
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan negaranya mendukung Prancis atas nama "Kebebasan bicara dan jalan untuk melawan ekstrimisme dan radikalisme".
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas menyatakan bahwa penghinaan Erdogan terhadap Macron adalah 'titik terendah baru (dalam hubungan bilateral'.
Maas mengaku negaranya akan terus "berdiri dalam solidaritas dengan teman-teman Prancis".
Baca: Menyusul Perkataan Presiden terkait Kartun Nabi Muhammad, Perancis Minta Boikot Produknya Dihentikan
Baca: Pejabat Tinggi Turki Kutuk Media Prancis Charlie Hebdo yang Hina Presiden Erdogan
Selanjutnya, dukungan datang dari Italia saat PM Giuseppe Conte menyayangkan ucapan Erdogan terhadap Presiden Macron.
"Kata-kata Presiden Erdogan kepada Presiden Macron tak dapat diterima," tulisnya di Twitter.
Presiden Yunani Katerina Sakellaropoulou menyebut retorika Erdogan justru "memicu fanatisme agama dan intoleransi atas nama konflik kebudayaan, dan ini tidak dapat ditoleransi".
Sanksi Menunggu Turki
Pada pertemuan awal bulan ini, negara-negara anggota Uni Eropa setuju untuk memantau sikap Turki di kancah internasional hingga Desember mendatang.
Baca: Hanya karena Kesalahan Tanda Petik, Ibu di Surabaya Urus Akta Kematian Anak Sampai Jakarta
Baca: Suami Jual Istri karena Tak Kuat Layani Nafsu Tinggi si Wanita, Jajakan Foto Telanjang Lewat Twitter
Uni Eropa mengancam akan menjatuhkan sanksi apabila Erdogan tidak berhenti melakukan 'provokasi', menurut sebuah pernyataan dewan Uni Eropa.
Sementara itu, Juru Bicara Uni Eropa Peter Stano mengatakan dirinya tidak akan menunda pertemuan mendesak para pejabat Uni Eropa menyusul komentar Erdogan.
"Kami jelas mengharapkan adanya perubahan sikap dan pernyataan terbuka dari Turki," kata Stano dalam konferensi pers.
Stano menyebut akan sering mengadakan diskusi "untuk melihat apakah kami akan terus menunggu atau mengambil langkah selanjutnya dengan lebih cepat".
Ribut Turki-Prancis
Seperti diketahui, Erdogan menilai Macron memiliki agenda 'anti-Islam' dibalik pernyataan dukungannya untuk seorang guru di Prancis yang mempertontonkan karikatur Nabi Muhammad. Guru ini kemudian tewas dipenggal oleh seorang pria yang marah terhadapnya.
Baca: Pemerintah Targetkan 3 Juta Penerima, Bantuan Rp 2,4 Juta untuk Pelaku UMKM Diperpanjang
Baca: Peluncuran #Lambassador, MLA Kenalkan Manfaat Daging Domba Australia untuk Konsumen Indonesia
Erdogan juga sempat mengatakan bahwa Macron perlu melakukan 'tes kesehatan mental' atas pernyataan mengenai ketidaksepakatan Macron atas Islam Radikal.
Erdogan turut menyerukan boikot produk-produk Prancis yang diikuti sejumlah negara-negara di Timur Tengah.
Inilah yang kemudian diprotes para petinggi negara-negara Eropa.
Sebagai informasi, Turki dan Prancis sama-sama merupakan anggota aliansi militer NATO, tetapi sering berselisih mengenai isu-isu sensitif, termasuk Suriah dan Libya, yuridiksi maritim wilayah timur Mediterania dan konflik di Nagorno-Karabakh.
Prancis merupakan sumber impor terbesar ke-10 Turki dan peringkat ke-7 pasar ekspor Turki.
Baca: Hari Ini dalam Sejarah 28 Oktober 1420: Beijing Ditetapkan sebagai Ibu Kota Dinasti Ming
Baca: Viral Pemuda Ngamuk Hantam Motor Pakai Batu saat Ditilang, Ternyata Kendaraan Bukan Miliknya
Keduanya sering terlibat perselisihan atas isu-isu internasional.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)