TRIBUNNEWSWIKI.COM - Lima puluh koperasi di Kuwait dilaporkan mengosongkan aneka produk buatan Prancis di gerai mereka.
Aksi ini dilakukan sebagai protes atas penerbitan karikatur sekaligus komentar Macron yang dianggap mengejek Nabi Muhammad.
Laporan media Al Qabas, dikutip Kuwait Times, Sabtu (24/10/2020) menyebut bahwa pengosongan produk tersebut dilakukan setelah muncul seruan dari negara-negara Muslim di dunia.
Sebuah supermarket di Kuwait mengosongkan produk kosmetik L'Oreal dan perawatan kulit lainnya pasca-tuntutan dari serikat-koperasi yang menghentikan pengadaan produk-produk Prancis.
Seperti diketahui, sejumlah tren membanjiri kanal media sosial dalam bahasa Arab mengutuk Prancis dan produk-produknya.
Baca: Presiden Tayyip Erdogan: Kepada Semua Warga Negara, Jangan Beli Produk Buatan Prancis
Baca: Beredar Isu Provinsi Jawa Barat Diganti Jadi Provinsi Sunda, Wacana Disampaikan di Kongres Sunda
"Dimohon kepada pimpinan dan anggota koperasi untuk memboikot semua komoditas dan produk Prancis," tulis Serikat Koperasi dan Konsumen di Kuwait dalam sebuah surat edaran kepada para pimpinan Koperasi.
Kementerian Luar Negeri Kuwait menyatakan bahwa ada 'rasa kecewa yang luar biasa' atas publikasi kartun Nabi Muhammad di Prancis.
Mereka memperingatkan untuk tidak menebarkan 'kebencian, permusuhan, dan kekerasan'.
Baca: Surat Edaran Sudah Diteken Menaker, Upah Minimum 2021 Tidak Akan Mengalami Kenaikan
Baca: Menyoal Proyek Jurassic Park, Pemerintah NTT: Nilai Ekonomi Masyarakat Daerah Naik
Seruan Boikot dari Turki
Pemimpin Turki Tayyip Erdogan meminta rekan politik dan warganya untuk berhenti membeli produk Prancis, Senin (26/10/2020).
Apa yang dikatakan Erdogan merupakan sebuah ekspresi kemarahan dari negara-negara Islam atas publikasi karikatur Nabi Muhammad.
Oleh sebagian kalangan, penggunaan karikatur tersebut dianggap bentuk hujatan.
Erdogan yang punya catatan buruk dengan Macron ini mengatakan Prancis memiliki agenda anti-Islam.
"Saya menyerukan kepada semua warga negara saya di sini untuk tidak pernah membeli merek dan produk Prancis," kata Erdogan.
Baca: Beredar Isu Provinsi Jawa Barat Diganti Jadi Provinsi Sunda, Wacana Disampaikan di Kongres Sunda
Baca: Menyoal Proyek Jurassic Park, Pemerintah NTT: Nilai Ekonomi Masyarakat Daerah Naik
Seperti diketahui, Presiden Turki ini pernah membuat seruan boikot serupa di masa lalu.
Termasuk seruan untuk tidak membeli barang elektronik buatan Amerika Serikat (AS) pada 2018 yang tidak jelas kelanjutannya.
Pada Senin (26/10), Erdogan bergabung dengan kelompoknya menyerukan pemboikotan produk.
Sebagai informasi, Prancis merupakan pengekspor utama biji-bijian ke Afrika Utara yang sebagian besar dihuni oleh penduduk Muslim.
Kemudian Prancis juga dikenal berkat sektor otomotifnya dan juga ritel yang memiliki pasar besar di negara-negara mayoritas Muslim.
Baca: UU Cipta Kerja: Dinanti Pengusaha, Ditolak Buruh
Baca: Tak Banyak yang Tahu, Ini Berbagai Kandungan dan Manfaat Daun Perilla untuk Kesehatan Tubuh
Menteri Perdagangan Prancis Franck Riester mengatakan masih terlalu dini untuk memperkirakan dampak dari seruan tersebut.
Namun, menurut Riester apabila itu terjadi dampaknya terbatas dan hanya akan memengaruhi ekspor pertanian.
Respons Negara Lain
Seperti diketahui, warga Bangladesh berunjuk rasa memegang poster bergambar Presiden Prancis, tertulis, "Macron adalah musuh perdamaian".
Anggota parlemen Pakistan mengeluarkan resolusi mendesak pemerintah untuk menarik kedutaan mereka dari Paris.
Baca: Ibu di Palembang Tewas Terlindas Truk karena Gagal Menyalip, Sopir Truk Sebut Tak Melihat Motor
Baca: Tiga Hari Rilis, Film Story Of Kale: When Someones In Love Raih Lebih dari 100 ribu Penonton
Sebuah supermarket di Kuwait mengosongkan produk kosmetik L'Oreal dan perawatan kulit lainnya pasca-tuntutan dari serikat pekerja yang menghentikan pengadaan produk-produk Prancis.
Sementara di Arab Saudi, muncul tren di media sosial berupa seruan memboikot jaringan supermarket Prancis yakni Carrefour.
Meski demikian, berdasarkan pantauan Reuters, Senin (26/10), sejumlah Carrefour tampak sibuk dengan pengunjung di Riyadh, Arab Saudi.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)