TRIBUNNEWSWIKI.COM - Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha buka suara atas tekanan oposisi dan demonstran yang memintanya mundur.
Prayuth yang sempat mengadakan pertemuan parlemen untuk memberlakukan kondisi darurat Covid-19 justru berbuntut kemarahan puluhan ribu warga yang menggelar aksi di jalanan Kota Bangkok.
"Saya yakin hari ini, terlepas dari perbedaan pandangan politik, semua orang masih mencintai negara ini," kata Prayuth dalam pidato pembukaannya.
"Jika semua pihak bisa komitmen untuk menahan diri dan fleksibel, maka keadaan akan lebih kondusif untuk meredakan ketegangan konflik politik saat ini dan mencapai hasil yang dapat diterima oleh semua pemangku kepentingan," katanya dalam sebuah pernyataan, mengutip juru bicara pemerintah Anucha Burapachaisri.
Terlepas dari pernyataan Prayuth, kelompok oposisi dan sejumlah pemimpin demonstrasi mengaku ragu bahwa krisis bisa diselesaikan hanya melalui parlemen.
Baca: Perwira Marinir Jadi Korban Begal di Dekat Istana Merdeka, Pelaku Coba Rampas Tas di Sepeda
Baca: Dua Satpam di Padang Divonis Bersalah karena Kasus Pembunuhan, Padahal Membela Diri saat Bertugas
Sebagai informasi, Prayuth mendapatkan kursi kekuasaannya pada 2014 setelah menggulingkan PM dari partai Pheu Thai, Yingluck Shinawatra, saudara perempuan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra.
Desakan Mundur
Seperti diketahui, Partai oposisi terbesar di Thailand meminta Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengundurkan diri dari pemerintahan.
Permintaan ini diajukan dalam sebuah sesi pertemuan khusus membahas protes massa yang sudah berlangsung lama.
Demonstrasi di Thailand yang semula menuntut pengunduran diri Prayuth dan perubahan kabinet mengarah pada tuntutan mengubah konstitusi monarki dan menyerukan reformasi.
Baca: Gelombang Kedua Covid-19, PM Spanyol Umumkan Negaranya dalam Kondisi Darurat
Baca: Seorang Warga Bacok Anggota DPRD Jeneponto yang Sedang Melerai Keributan karena Suara Knalpot Bising
Mereka meminta agar ada pembatasan atas kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.
"Perdana menteri adalah hambatan sekaligus beban negara. Mohon mundurlah dan semuanya akan berakhir dengan baik," kata Sompong Amornvivat, pemimpin partai oposisi Pheu Thai, yang punya massa besar di parlemen.
Para pengunjuk rasa ini menuduh Prayuth melakukan rekayasa pemilu dengan cara menempatkan militer dalam kekuasaan, meski kemudian dibantah.
Tak hanya itu, para peserta demonstrasi turut menyerukan agar kekuasaan raja dikurangi.
Mereka menyebut bahwa sistem monarki memungkinkan adanya dominasi militer selama beberapa dekade.
Baca: Lupa Bawa SIM Saat Kena Razia, Bolehkah Ambil di Rumah? Ini Kata Polisi
Baca: 7 Kota di Indonesia Ini Punya Rancangan Arsitektur yang Dibangun Penjajah Belanda dari Nol
Namun, pihak istana belum menanggapi tuntutan tersebut.
Pada pukul 5 sore Senin (26/10), massa aksi akan melakukan long-march menuju Kedutaan Besar Jerman untuk menyerahkan petisi berisi tuntutan penyelidikan penggunaan kekuasaan raja saat berada di Eropa.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)