TRIBUNNEWSWIKI.COM - Rencana Polri yang akan melibatkan preman untuk mengaswasi penggunaan masker menjadi kontroversial.
Terkait hal ini, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD buka suara.
Mahfud mengartikan preman sebagai orang yang tidak memiliki baju kedinasan tertentu, seperti diberitakan Kompas.TV, Minggu (13/9/2020).
“Preman itu bahasa belandanya free man lho, orang yang bukan pejabat pemerintah,” ujar Mahfud.
Menurutnya, langkah itu sudah sesuai dengan imbauan presiden.
“Itu yang dilakukan diberi tugas, dan itu memang sesuai dengan imbauan presiden,”lanjur Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud mencontohkan tim PKK yang diajak untuk mendorong penggunaan masker.
Meski demikian, penjelasan Mahfud MD ini belum dikonfirmasi, apakah preman yang dimaksud Polri sama dengan preman menurut pengertian Mahfud atau bukan.
Rencana Polri Rekrut Preman
Diberitakan sebelumnya, Polri berencana merekrut para preman pasar untuk mengawasi protokol kesehatan, utamanya penggunaan masker.
“Kita berharap ada penegak disiplin internal di klaster pasar. Di situ kan ada jeger-jeger-nya di pasar, kita jadikan penegak disiplin," kata Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono di Mako Polda Metro Jaya, Kamis (10/9/2020).
Meski demikian, Gatot menjamin preman-preman tersebut bekerja tak akan di lepas begitu saja.
Mereka akan tetap dipantau oleh aparat TNI dan Polri.
Baca: Modus Baru Peredaran Narkoba di Jateng, Pengedar Selipkan Sabu di dalam Masker
Dengan begitu, pelaksanaannya di lapangan tidak menyalahi aturan, sehingga mereka bisa tetap mengedepankan cara-cara yang humanis untuk menegur warga.
"Kita harapkan menerapkan disiplin tapi tetap diarahkan oleh TNI-Polri dengan cara-cara humanis," ujar Gatot.
Kontroversial
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel, mengatakan gagasan tersebut terlalu berisiko jika direalisasikan.
Kalangan yang dicap publik sebagai pelaku vigilantisme tidak mungkin berubah tabiat dan perilaku dalam waktu singkat.
"Sehingga, alih-alih efektif sebagai pamong masker, lebih besar kemungkinan mereka menyalahgunakan kewenangan. Ujung-ujungnya, polisi -selaku perekrut jeger - yang rugi akibat tererosinya kepercayaan masyarakat," ujarnya, Minggu (13/9/2020).
Baca: Kasus Covid-19 Terus Meroket, Polri akan Gelar Razia Masker Gabungan, Sanksi Bakal Lebih Tegas
"Tapi mari kita tafsirkan pernyataan Wakapolri dengan penuh empati. Polisi sesungguhnya pekerjaan superberat. Semakin ampun-ampun di masa pandemi. Tidak sebatas bekerja sebagaimana biasa, polisi sekarang harus menjalankan perpolisian Covid-19 atau Covid-19 policing," ujarnya.
Tidak hanya capek dengan tugas-tugas tambahan terkait pengendalian wabah di tengah masyarakat, personel polisi sendiri juga cemas menghadapi risiko tertular.
"Jam kerja yang lebih panjang, dan itu berdampak terhadap kesehatan dan kebahagiaan mereka. Tapi itu bukan excuse. Pokoknya, polisi harus hadir. Itulah ekspektasi bahkan tuntutan yang, kalau mau jujur, kurang manusiawi juga," katanya.
Baca: Gara-Gara Satu Penumpang Menolak Pakai Masker, Sebuah Pesawat Terpaksa Mendarat
Barangkali kata Reza, guncangan akibat perpolisian Covid-19 itu pula yang dirasakan oleh Wakapolri.
"Gagasan Wakapolri terdengar laksana rintihan. Rintihan yang menginsafkan kita bahwa ternyata bukan hanya dokter yang di masa pageblug ini menjadi pahlawan. Sebagai profesi yang tetap tidak boleh rehat di tengah wabah hebat, tampaknya polisi juga butuh penghargaan," ujar Reza.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Nur)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.tv dengan judul "Wakapolri akan Rekrut Preman untuk Awasi Warga, Ada Apa?" dan "Rencana Polisi Rekrut Preman untuk Awasi Penggunaan Masker Dinilai Terlalu Berisiko."