TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pandemi Covid-19 belum kunjung reda.
Covid-19 yang mulai merebak dari Wuhan, China ini sudah memakan banyak korban jiwa di dunia.
Belum adanya vaksin efektif yang menangkal Covid-19 membuat banyak negara dan lembaga kesehatan berlomba membuat riset vaksin.
Negara seperti China, Amerika Serikat hingga Jerman kini sedang berpacu dengan waktu untuk mengembangkan vaksin Covid-19 yang efektif.
Meski begitu, banyaknya negara maju nan besar yang berlomba menemukan vaksin Covid-19, ternyata membuat organisasi kesehatan dunia atau WHO khawatir akan munculnya monopoli vaksin.
Jika monopoli terjadi, maka neagra miskin akan kesulitan memperoleh vaksin jadi pun sekaligus minim kemampuan teknis untuk mereproduksinya,
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada minggu depan dijadwalkan akan menerima dukungan untuk program 'vaksin Covid-19 untuk semua' dari sejumlah negara.
Akan tetapi, agensi dari program kini telah mengurangi ambisinya.
Baca: Vaksin Covid-19 Bisa Diberikan ke Masyarakat Mulai Januari 2021, Begini Penjelasan Presiden Jokowi
Baca: Vaksin Covid-19 Siap Disuntikkan Gratis Tahun Depan, BPJS Kesehatan Palembang Beri Komentar
Melansir pemberitaan Reuters, negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Uni Eropa telah mencapai kesepakatan mereka sendiri untuk mengamankan jutaan dosis vaksin Covid-19 bagi warganya.
Merek pun mengabaikan peringatan badan PBB bahwa "nasionalisme vaksin" akan menekan pasokan vaksin.
Para ahli mengatakan, jika negara lain yang mampu mendapatkan vaksin melakukan pendekatan serupa, strategi WHO untuk memerangi pandemi virus corona secara global dan secara adil berisiko dibatalkan.
“Jika itu terjadi, cukup jelas bahwa volume vaksin yang tersedia tidak mencukupi untuk negara lain, terutama dalam enam hingga sembilan bulan pertama,” kata Alex Harris, kepala kebijakan global di badan amal kesehatan Wellcome Trust seperti yang dikutip Reuters.
Negara-negara yang ingin menjadi bagian dari inisiatif WHO, yang dijuluki COVAX, harus mengirimkan pernyataan dukungnnya paling lambat hari Senin mendatang.
Lebih dari 170 negara, termasuk Kanada, Norwegia, Korea Selatan dan Inggris, telah mengajukan pernyataan dukungan yang tidak mengikat untuk berpartisipasi dalam skema tersebut, yang oleh WHO disebut-sebut sebagai satu-satunya inisiatif global untuk memastikan vaksin Covid-19 tersedia di seluruh dunia, baik bagi negra kaya maupun negara miskin.
Melansir Reuters, WHO telah mendaftarkan sembilan kandidat vaksin Covid-19 dan menetapkan rencana untuk mendapatkan dan mengirimkan 2 miliar dosis pada akhir 2021 ke seluruh negara yang mendaftar.
Baca: Indonesia Berencana Impor Besar-besaran Calon Vaksin Covid-19 dari Sinovac China, Berapa Harganya?
Baca: Kerja Sama Vaksin Covid-19 Antara China dan Kanada Berakhir, Bukan karena Hubungan Sedang Memanas
Tapi badan kesehatan internasional ini telah berjuang untuk mendorong negara-negara kaya ikut serta secara penuh dalam program ini.
Pekan lalu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengkritik negara-negara penimbun vaksin, dengan memperingatkan bahwa strategi tersebut akan memperburuk pandemi.
Dalam imbauan terakhir untuk mendapatkan dukungan sebelum tenggat waktu Senin, dia menulis surat kepada anggota WHO dan mendesak partisipasi mereka.
Seorang juru bicara mengatakan kepada Reuters, Komisi Uni Eropa "berkomitmen penuh" untuk keberhasilan COVAX.
Saat ini, Uni Eropa telah mengadakan pembicaraan paralel dengan produsen vaksin untuk pasokan di blok tersebut.
Inggris mengatakan, pihaknya mendukung COVAX untuk memastikan akses yang sama ke vaksin, termasuk pendanaan, sambil melakukan kesepakatan pasokan bilateral sendiri.
Gedung Putih tidak segera mengomentari situasi tersebut.
Amerika Serikat tidak berpartisipasi dalam peluncuran program pada bulan April atau acara penggalangan dana pada bulan Mei.
Kekhawatiran PBB
WHO pun mengingatkan agar negara-negara besar dunia agar tidak melakukan monopoli pembuatan dan penggunaan vaksin Covid-19.
Menurut WHO, virus corona akan terus menyebar dan menular diseluruh muka bumi jika penanggulangannya tidak holistik ke semua negara, termasuk kelompok negara-negara ketiga atau negara miskin.
Dalam pernyataannya, WHO menyatakan istilah "nasionalisme vaksin", dan hasilnya akan percuma jika vaksin corona hanya dimonopoli negara-negara besar yang kaya.
Baca: Info Terbaru Perkembangan Vaksin Covid-19 di Indonesia: Sudah Masuk Tahap Uji Klinis Tahap III
Baca: Diuji Coba pada 30 Ribu Orang, Vaksin Covid-19 Moderna dari Amerika Siap Produksi Akhir 2020
Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan negara-negara tersebut untuk tetap menyebarkan vaksin ke seluruh negara jika sudah ditemukan kelak kemudian hari.
Tedros menyebut, nasionalisme vaksin akan menjadi batu sandungan nyata dalam penanggulangan Covid-19.
"Nasionalisme (monopoli) vaksin itu tidak baik, itu tidak akan membantu kami," ujar Tedros dalam Forum Keamanan Aspen di Amerika Serikat (AS), melalui video conference dari markas besar WHO di Jenewa, Swiss.
"Agar dunia pulih lebih cepat, kita harus pulih bersama, karena ini adalah dunia yang terglobalisasi: ekonomi saling terkait."
"Sebagian dunia atau beberapa negara tidak dapat menjadi tempat berlindung yang aman dan pulih."
"Kerusakan akibat Covid-19 bisa berkurang jika negara-negara yang... memiliki dana berkomitmen untuk ini," ucap Tedros dikutip dari AFP, Jumat (7/8/2020).
Lebih lanjut Tedros mengatakan, keberadaan penyakit pernapasan akan membahayakan nyawa dan pekerjaan di mana pun.
Baca: Dibuka Pendaftaran Relawan Uji Klinis Vaksin Covid-19 Unpad, Tertarik? Simak Persyaratannya
Baca: Vaksin Covid-19 di AS Diperkirakan Dibanderol Rp580 Ribu, Akan Menjadi Patokan Harga Global
"Mereka tidak bersedekah ke orang lain: mereka melakukannya untuk diri mereka sendiri karena ketika seluruh dunia pulih dan terbuka, mereka juga mendapat manfaat."
PBB juga mengatakan, berbagai jenis vaksin corona mungkin diperlukan untuk memerangi Covid-19.
Total ada 26 calon vaksin virus corona yang sedang dalam berbagai tahap uji coba ke manusia, yang 6 di antaranya sudah mencapai Fase III uji klinis.
"Fase III bukan berarti hampir selesai," ujar Direktur Kedaruratan WHO Michael Ryan.
"Fase III berarti pertama kalinya vaksin ini disuntikkan ke populasi umum, ke individu yang sehat, untuk melihat apakah vaksin ini akan melindungi mereka dari infeksi secara alami."
Namun, "tidak akan jaminan salah satu dari keenam (calon vaksin) ini akan memberi kami jawabannya - dan kami mungkin akan membutuhkan lebih dari satu vaksin dalam pekerjaan ini," lanjutnya dikutip dari AFP.
(Tribunnewswiki.com/Ris)
Sebagian artikel tayang di Kontan.co.id berjudul WHO tak lagi ambisius soal program 'vaksin Covid-19 untuk semua', ini sebabnya