TRIBUNNEWSWIKI.COM - Jika ada pejabat negara yang yang tertangkap karena kasus korupsi, KPK selalu bersedih.
Begitulah yang diutarakan oleh Nurul Ghufron, selaku Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK juga bersedih, dikarenakan para pejabat yang tak lain adalah pemimpin bangsa Indonesia lah yang tertangkap karena kasus tersebut.
Hal tersebut disampaikan Ghufron dalam konferensi pers acara 'Aksi Nasional Pencegahan Korupsi', Rabu (26/8/2020).
"KPK itu menangis sesungguhnya ketika menangkap para pejabat negara. KPK juga bersedih karena bagaimanapun mereka bagian dari pemimpin bangsa Indonesia," kata Ghufron.
Baca: Firli Sebut Gajinya Bisa untuk Sewa Helikopter, Berapa Gaji dan Tunjangan Ketua KPK?
Baca: Disebut Cukup untuk Bayar Sewa Helikopter, Berikut Rincian Gaji dan Tunjangan Ketua KPK Firli Bahuri
Wakil Ketua KPK ini pun juga mengatakan, para pejabat tersebut adalah wajah bangsa Indonesia.
Jadi, penangkapan para pejabat justru merusak reputasi Ibu Pertiwi.
"Ketika (pejabat negara) kian banyak ditangkapi, maka sesungguhnya wajah dan reputasi bangsa Indonesia menjadi runtuh, itu yang kami tidak inginkan,"ungkap Ghufron.
Ghufron pun menyampaikan, KPK akan menggiatkan upaya pencegahan untuk mempersempit celah-celah melakukan korupsi.
Supaya kasus korupsi tidak lagi terjadi di Tanah Air.
Usaha yang digunakan untuk mencegah kasus tersebut adalah, dengan kajian terkait pembenahan regulasi yang tumpang tindih .
Juga memperpanjang birokrasi sampai kajian soal struktur aparatur negara dan struktur anggaran di birokrasi.
Ghufron mengatakan, pihaknya melihat terlalu banyak anggaran yang berbasis pada struktur, berbasis pada ada kabid, ada kasie.
Baca: Putra Amien Rais dan Wakil Ketua KPK Ribut di Kabin Pesawat, Dirut Garuda Indonesia Beri Penjelasan
"Kami melihat sesungguhnya terlalu banyak anggaran itu yang berbasis pada struktur, berbasis pada ada kabid, ada kasie, sehingga kemudian penganggaran itu berbasis pada berapa distribusi kepada kasie, berapa distribusi kepada kabid," jelas Ghufron.
Wakil Ketua KPK ini pun juga menegaskan, KPK akan tetap mengambil tindakan bagi para pelaku korupsi.
Seperti bagi pelaku yang sudah memenuhi unsur pidana termasuk niat jahat.
Ghufron mengatakan, mencegah itu adalah proses untuk menghindarkan korupsi supaya tidak terjadi.
"Jadi mencegah itu adalah proses untuk menghindarkan korupsi supaya tidak terjadi tapi kalau sudah terjadi korupsi KPK akan tetap menggigit," tutup Ghufron.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
KPK berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 200 yang disahkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 27 Desember 2002.
Ini merupakan momen penting bagi lahirnya lembaga negara antirasuah ini.
KPK sendiri dibentuk karena usaha pemberantasan korupsi selalu menemui jalan buntu. Hal ini tidak mengherankan, sebab kejahatan korupsi hampir pasti dilakukan secara bersama dan terorganisir.
Di era pemerintahan Presiden B. J. Habibie, usaha pembentukan lembaga pemberantasan korupsi sebenarnya sudah mulai dilakukan.
Habibie mengawali dengan membentuk berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU, atau Ombudsman.
Presiden berikutnya, K. H. Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi (TGPTPK).
Baca: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Namun TGPTPK akhirnya dibubarkan melalui judicial review Mahkamah Agung ketika sedang semangat-semangatnya memberantas korupsi.
Setelah berdiri, KPK juga bukan tanpa tantangan. Beberapa kali ada pihak yang berusaha untuk membubarkan KPK.
Selain itu, beberapa kali juga pimpinan KPK dikriminalisasi dan diteror ketika tengah mengusut beberapa kasus korupsi yang diduga melibatkan tokoh-tokoh besar di negeri ini.
Di awal berdirinya, KPK juga belum memiliki gedung untuk mereka bekerja dan belum memiliki karyawan.
Oleh karena itu, para pimpinan KPK saat itu harus membawa staf dari kantor lamanya masing-masing dan menggaji menggunakan uang pribadi.
Seiring berjalannya wakti, datang tim dari BPKP yang kemudian menjadi karyawan pertama di KPK. Kemudian mulai muncul tim tambahan dari kejaksaan dan kepolisian untuk bekerja di KPK.
Tugas dan Wewenang KPK
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK);
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK;
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK;
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugasnya, KPK juga berpedoman pada lima asas, diantaranya kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
KPK juga bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.
Wewenang KPK
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Adapun tugas dan wewenang KPK secara lebih lengkap tercantum dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Kaka, Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pimpinan KPK: KPK Menangis Ketika Menangkap Pejabat Negara