Pernah Ingin Racuni Polisi, Eks Teroris Asal Sragen Akui Sudah Bertobat & Kini Jadi Peternak Lele

Paimin (39) Warga Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Sambung Macan, Kebupaten Sragen memiliki kisah masa lalu kelam bersama kelompok teroris.


zoom-inlihat foto
paimin-eks-napiter-di-surakarta.jpg
Tribun Solo / Ryantono Puji
Paimin saat mengikuti upacara 17 Agustus di Balai Kota Solo, Senin (17/8/2020).


Dua orang dewasa menyapa ibunya, mengabarkan sesuatu yang tak ia mengerti.

Tahu-tahu ibunya lunglai, jatuh dan dipapah pulang ke kampungnya di Gampong Panca, Lembah Seulawah, Aceh Besar

"Kemudian saya ingat saya duduk di kaki ayah saya yang dibungkus batik warna kuning dan belum dikafankan." katanya.

Baca: Kisah Abah Emang Pejuang Kemerdekaan Usia 99 Tahun, Terkena 8 Kali Tembakan, Tak Sadar 40 Hari

Plt Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT beserta istri, Dr. Ir. Dyah Erti Idawati, MT mengikuti silaturrahmi bersama anak-anak korban konflik di Meuligoe Gubernur, Sabtu (15/8/2020)
Plt Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT beserta istri, Dr. Ir. Dyah Erti Idawati, MT mengikuti silaturrahmi bersama anak-anak korban konflik di Meuligoe Gubernur, Sabtu (15/8/2020) (Serambi News / Istimewa)

Junizar menceritakan kenangan tersebut di hadapan Plt Gubernur, Nova Iriansyah di Pendopo Gubernur Aceh, Sabtu (15/8/2020) dalam rangka peringatan 15 tahun damai Aceh.

"Saya anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Mungkin usia saya sekitar 4 tahun saat itu," kata Junizar.

Hanya dua kenangan kecil itu yang ia ingat. Ibunya lunglai mendengar ayahnya meninggal tertembak.

Dan saat itu ia duduk termenung di kaki almarhum ayahnya.

"Ayah saya Muhammad Adam. Saya anak mantan pejuang GAM."

Ayah Junizar meninggal tertembak bersama abang kandung, dua sepupu dan tiga warga Panca lainnya.

Baca: Baitul Mal Aceh Utara Bangun Rumah Untuk Rakyat Miskin Dengan Jumlah Anggaran Hingga Rp20,4 Miliar

Usai itu, kehidupan kehidupan Junizar berlalu layaknya anak lain.

Sekolah, pulang, dan bermain. Hanya saja ia merasa butuh kasih sayang seorang ayah.

Hal yang membuat ia setiap harinya menghabiskan waktu di rumah teman yang bapaknya seorang guru mengaji.

"Ayah dia seperti ayah saya. Beliau menganggap saya seperti anak sendiri," kata Junizar.

Junizar kemudian melanjutkan SMP di sebuah panti di Banda Aceh. Saat itulah ia merasa sendiri. Tidak ada orang tua.

Saat melihat orang tua kawannya datang mengambil rapor, tapi dirinya hanya diwakilkan pengasuh panti.

"Saya sedih. Saya seperti marah. Semua gara-gara konflik," kata Junizar.

Baca: Video Penampakan Awan Raksasa Berbentuk Mirip Gelombang Laut di Langit Aceh, Begini Kata BMKG

Kehidupannya seketika berubah.

Sangat berbeda dengan usia sekolah dasar, saat di mana status yatim korban konflik membuat ia diutamakan dalam segala hal.

Banyak yang memberikan uang.

Jadi yatim membuat Junizar menjadi orang yang diutamakan.





Halaman
1234
BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved