TRIBUNNEWSWIKI.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Fedrik Adhar, dikabarkan meninggal dunia.
Kabar tersebut telah dikonfirmasi oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara, I Made Sudarmawan.
"Ya, Mas, mohon doanya," ujar Sudarmawan ketika dihubungi Kompas.com pada Senin (17/8/2020).
Meski membenarkan kabar duka tersebt, Sudarmawan tidak merinci penyebab meninggalnya sang jaksa.
"Kami masih menunggu," kata Sudarwaman.
Fedrik Adhar dikabarkan meninggal dunia di Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro, Senin (17/8/2020).
Sang jaksa dinyatakan meninggal dunia sekira pukul 11.00 WIB.
Baca: Pangkat dan Gaji Fedrik Adhar, Jaksa Penuntut Umum Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan
Baca: Komisi Kejaksaan Periksa 6 Jaksa Penuntut Umum Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan
Profil singkat Fedrik Adhar
Fedrik Adhar memiliki nama lengkap Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin.
Memiliki NIP 198209282008121001, dapat diketahui jika Fedrik Adhar lahir pada 28 September 1982.
Melalui NIP tersebut juga dapat diketahui bahwa Fedrik Adhar diangkat menjadi CPNS Kejaksaan RI pada bulan Desember tahun 2008.
Mengutip Wartakotalive.com, Fedrik Adhar merupakan PNS golongan IIIA dengan jabatan penyiap bahan administrasi penanganan perkara pada Kejari Palembang pada 2013 lalu.
Fedrik Adhar diketahui baru mengikuti PPPJ pada tahun 2013.
Artinya apabila memang Fedrik Adhar lolos tes dan mengikuti PPPJ pada tahun 2013, maka dia akan mengikuti PPPJ selama 6 bulan.
Sehingga seharusnya antara akhir 2013 atau awal 2014, Fedrik Adhar sudah dilantik menjadi jaksa.
Dari data tersebut, maka dapat diketahui bahwa Fedrik Adhar butuh waktu 5 - 6 tahun sampai akhirnya bisa menjadi jaksa.
Tuntutan JPU dalam kasus penyiraman air keras Novel Baswedan dinilai hina akal sehat
Fedrik Adhar merupakan JPU yang menuntut dua terdakwa pelaku penyiraman penyidik KPK Novel Baswedan.
Dalam tuntutannya, dua pelaku yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dituntut hukuman satu tahun penjara.
Sejumlah pihak pun menyesalkan tuntutan tersebut karena dianggap terlalu ringan.
Diantaranya adalah Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia ( PSHK) yang menilai alasan jaksa memberi tuntutan ringan tak masuk akal.
Dikutip dari Kompas.com, terlebih pelaku penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun penjara.
"Argumentasi Jaksa yang menyatakan ketidaksengajaan pelaku untuk menyiram mata Novel sebagai dasar menuntut rendah merupakan penghinaan terhadap akal sehat," kata peneliti PSHK Giri Ahmad Taufik dalam keterangan tertulis, Jumat (12/6/2020).
Giri mengatakan, kesengajaan seharusnya dibuktikan dengan unsur mengetahui dan menghendaki.
Adanya unsur perencanaan dalam proses tindak pidana dan pengunaan air keras, telah mengindikasikan adanya kesadaran dari pelaku bahwa menyiramkan air keras kepada seseorang pasti akan menyebabkan luka berat pada tubuh.
Giri menegaskan, tuntutan minimal Jaksa kepada pelaku penyerangan Novel telah mencederai rasa keadilan.
Tidak hanya bagi Novel dan keluarganya, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan.
Tuntutan penjara satu tahun dinilai tidak berdasarkan pada hukum dan fakta yang terungkap.
Tuntutan itu juga dianggap mengabaikan fakta motif terkait dengan ketidaksukaan terhadap Novel sebagai penyidik KPK yang membongkar kasus korupsi di institusi Kepolisian.
"Tuntutan dengan pidana rendah telah memberikan preseden yang kontraproduktif terhadap perlindungan aparat penegak hukum Indonesia, yang berpotensi melahirkan kekerasan-kekerasan lainnya bagi aparat penegak hukum, utamanya pegawai KPK," ujar Giri.
Giri pun meminta Hakim mengabaikan tuntutan JPU dan memberikan hukuman maksimal sesuai pasal 355 ayat (1), yakni 12 tahun penjara.
Baca: Proses Hukum Penyerangan Novel Baswedan Janggal, Amnesty Internasional: Sandiwara Bermutu Rendah
Baca: Dinilai Sebagai Kasus Pribadi, Novel Baswedan Diminta Kembalikan Biaya Pengobatan Rp 3,5 Miliar
Baca: Kasus Novel Baswedan: Jokowi Tak Bisa Intervensi, Feri Amsari Tuding Istana Lari dari Tanggung Jawab
(TRIBUNNEWSWIKI/Magi, KOMPAS/Achmad Nasrudin Yahya/Ichsanuddin)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fedrik Adhar, Jaksa Penuntut dalam Sidang Novel Baswedan Meninggal"
dan di Wartakotalive dengan judul "Ini Pangkat Jaksa Fedrik Adhar yang Tangani Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan"