TRIBUNNEWSWIKI.COM - Beberapa waktu lalu, saat awal pandemi, warga Amerika Serikat yang mengalami panic buying, memborong tisu toilet, bahkan ada yang saling berebut.
Penyebabnya ternyata bahwa warga AS sudah terbiasa memakai tisu untuk membersihkan seusai buang air besar (BAB).
Tercatat, AS memang menjadi pemakai tisu toilet terbesar di dunia.
Bila warga Indonesia yang mengunjungi negara barat seperti Amerika Serikat, mungkin akan bakal kesulitan bila hendak membersihkan diri setelah BAB.
Umumnya warga Indonesia memakai air dan bukan tisu untuk membersihkan diri setelah BAB.
Karena itulah, toilet-toilet di AS, umumnya tidak menyediakan fasilitas semprotan air dan hanya menempelkan tisu di samping toilet.
Namun, seorang warga AS baru menyadari bahwa cebok dengan memakai air jauh lebih bersih ketimbang memakai tisu.
Baca: Berikut 5 Tips Aman Menggunakan Toilet Umum Selama Masa Pandemi Covid-19
Sebuah rekaman video dari akun jejaring sosial Twitter @attn menunjukkan kesadaran warga AS terkait cebok menggunakan air, bukan tisu.
Rekaman itu diunggah dengan tulisan kicauan, "Kertas toilet/tisu bukanlah satu-satunya pilihan kita. Ada pilihan selain itu."
Dalam rekaman video, diinformasikan bahwa banyak negara (termasuk Indonesia) tidak menggunakan kertas toilet untuk cebok.
Sebab, tertulis dalam video itu, kertas toilet sebetulnya tidak membersihkan apa-apa.
"Jadi mereka menggunakan air, mulai dari semprotan hingga gayung," tertulis dalam video tersebut.
Baca: Waspada! Ternyata Siraman di Toilet Bisa Sebar Partikel Virus Corona ke Udara, Ahli Jelaskan Ini
Lalu ada seorang perempuan yang memberikan testimoni, bahwa dirinya merasa jauh lebih bersih ketika cebok menggunakan air, ketimbang hanya kertas toilet.
Kertas toilet atau handuk, tertulis di video itu, baru digunakan ketika seseorang telah cebok lebih dulu menggunakan air.
Rekaman itu juga membeberkan menggunakan air untuk cebok ternyata lebih menyehatkan, sebab kertas toilet mengandung bahan yang bisa membuat kulit iritasi.
Bukan cuma itu, aksi mengurangi kertas juga sangat baik untuk lingkungan di sekitar.
Tercatat, menurut data di video tersebut, 15 juta pohon ditebang hanya untuk memproduksi kertas toilet buat kebutuhan cebok masyarakat.
Dan, itu juga butuh 37 galon air untuk membuat tiap roll kertas toilet.
Nah, warga AS masih mau cebok pakai kertas toilet ketimbang air?
Berikut videonya:
Berbagai Kebiasaan Ganjil Orang Barat Menggunakan Toilet
Dalam sebuah artikel yang diulas di laman BBC.com, kebiasaan orang bule memakai tisu ketimbang air di toiley juga disoroti.
Banyak orang Barat menggunakan tisu toilet dan menggunakan toilet duduk.
Tapi di sebagian besar bagian dunia lain, kebiasaan ini dilihat aneh dan mungkin kurang higienis.
"Sebagai orang Arab kami harus memastikan bahwa kami membawa tiga hal ketika kita berkemas: paspor, banyak uang tunai, dan bidet (tempat buang air kecil bagi wanita yang dilengkapi dengan alat pembersih) portabel," ujar komedian Mesir, Bassem Youssef, dalam debutnya di Inggris pada Juni tahun lalu.
Dia melambai-lambaikan selang semprot portabel, juga dikenal sebagai shattaf atau "bum gun".
"Saya tidak mengerti: kalian adalah salah satu negara paling maju di dunia. Tetapi terkait urusan 'ke belakang', Anda benar ada di belakang."
Banyak orang akan setuju dengan Youssef.
Di banyak negara Barat, orang-orang lebih gemar menggunakan tisu - dibandingkan bercebok dengan air - suatu kebiasaan yang menjadi sumber kebingungan di seluruh dunia.
Bayangkan saja jika Anda tengah mencoba menghilangkan 'puding cokelat' dari kulit Anda hanya dengan tisu.
Sementara tisu toilet mungkin tidak sekeras potongan keramik (digunakan oleh orang Yunani kuno) atau tongkol jagung (digunakan oleh orang Amerika kolonial).
Kita semua sepakat bahwa air tidak kasar dibandingkan dengan lapisan tisu yang paling halus.
Masyarakat di berbagai negara mengakhiri 'kunjungan' mereka ke toilet dengan air.
Dan itu tidak hanya berlaku bagi dunia non-Barat.
Orang Prancis contohnya.
Bahkan kata bidet berasal dari bahasa Prancis.
Meskipun perangkat itu sudah jarang ditemukan di Prancis, bidet tetap digunakan di Italia, Argentina, dan banyak tempat lainnya.
Sementara itu, semprotan air di toilet umum ditemukan di Finlandia.
Namun, banyak negara-negara Barat bergantung pada tisu toilet - termasuk Inggris dan AS.
Dan dibandingkan dengan tempat lain di dunia, kedua negara ini memiliki pengaruh terbesar pada budaya kamar mandi modern, catat sejarawan arsitektur Barbara Penner dalam bukunya Bathroom.
Bahkan, tren kamar mandi Anglo-Amerika menjadi begitu luas sehingga, pada 1920-an, dijuluki sebagai "imperialisme sanitasi".
Meski begitu, tren itu tidak menyebar ke banyak negara lain.
Baca: Tak Hanya Indonesia, Sejumlah Warga Austalia Panik dan Berebut Tisu Toilet, Khawatir Virus Corona
Air lebih disukai, misalnya, di sejumlah negara mayoritas Muslim, karena ajaran Islam mencakup penggunaan air untuk pembersihan.
Dan toilet modern Jepang yang terkenal, menawarkan opsi membilas dan pengeringan.
Satu orang yang tertarik dengan debat mengenai air atau kertas tisu adalah Zul Othman, seorang petugas proyek untuk pemerintah Australia yang meneliti budaya dan sejarah toilet.
Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Othman, beberapa Muslim Australia telah beradaptasi dengan kamar mandi gaya Barat dengan menggunakan kertas toilet dan kemudian mandi, mengisi wadah air, atau memasang semprotan air di sebelah toilet mereka.
Ini juga terjadi pada orang-orang dari latar belakang agama non-Islam.
Astha Garg, seorang ilmuwan data dari Navi, Mumbai yang telah bekerja di daerah Teluk San Francisco selama dua tahun terakhir, mengatakan dia terus mencari bath mug untuk toiletnya.
Akhirnya Astha Garg harus pergi ke toko milik India.
Baca: Main Ponsel di Toilet Ternyata Bisa Bikin Ambeien, Berikut Fakta dan Tips Pencegahannya!
"Beberapa orang India memang beradaptasi dengan kertas toilet, tetapi banyak dari kami yang lebih memilih membilas dengan air jika memungkinkan," komentarnya.
"Setiap kali mengunjungi seorang teman India di AS, saya hampir selalu dapat mendapati mereka memiliki wadah air untuk membilas."
Othman telah bagaimana orang Barat berkukuh menggunakan kertas untuk bercebok.
Salah satu teman sekelasnya di Sheffield, Inggris kehabisan kertas toilet dan akhirnya menggunakan uang kertas £20 (Rp346 ribu) untuk bercebok.
Sementara itu, keluarga penyiar dan gitaris metal, Kaiser Kuo, telah mengadopsi solusi hybrid.
Empat tahun lalu mereka pindah dari Beijing ke AS, di mana, seperti banyak pendatang baru, mereka mempertahankan beberapa kebiasaan Cina dan mengambil beberapa kebiasaan Amerika.
Kuo terkejut melihat seberapa banyak gulungan tisu toilet yang digunakan anak-anaknya, sesuai dengan status Amerika sebagai konsumen kertas toilet terbanyak di dunia.
Menurut Garg kertas toilet membingungkan.
"Tisu itu akhirnya akan dilemparkan ke dalam mangkuk toilet," katanya.
Selain biaya finansial dan lingkungan, "tisu itu akan membuat toilet tersumbat. Saya melihat setiap satu dari empat toilet memiliki masalah pipa ledeng".
Tetapi produsen dan pengiklan AS adalah orang-orang yang secara agresif mendorong penggunaan kertas toilet di abad ke-20, terutama jenis-jenis tertentu.
Misalnya, orang Inggris masih menggunakan kertas toilet yang keras pada tahun 1970-an, karena mereka tidak mempercayai kertas lunak yang dibuat oleh orang Amerika.
Keluarga Kuo sekarang menggunakan lebih sedikit tisu toilet, diikuti dengan tisu basah yang bisa dibuang ke dalam toilet.
Ini semacam pengakuan Amerika tentang apa yang diketahui orang-orang di negara lain selama berabad-abad: bahwa sesuatu yang lembab membersihkan lebih baik.
Duduk atau Jongkok?
Keluarga Kuo juga telah berkompromi terkait topik yang memecah belah : duduk vs jongkok.
Kedua jenis toilet itu digunakan selama Dinasti Han (206 sebelum masehi sampai 220 masehi), dan ada perbedaan regional di Cina dalam preferensi kedua toilet ini, meskipun toilet umum nasional di China didominasi toilet jongkok.
Bahkan saat ini, diperkirakan dua pertiga dari orang-orang di dunia menggunakan toilet jongkok.
Namun banyak orang Barat tetap resisten terhadap model yang bisa dibilang lebih logis dan lebih nyaman daripada 'takhta porselen'.
Pertimbangkan bahwa mayoritas wanita di Inggris mengaku sering berjongkok atau berdiri di toilet umum untuk menghindari kontak langsung dengan kursi toilet.
Toilet jongkok sendiri menghindari keintiman yang berlebihan.
Secara anatomi, jongkok juga merupakan postur yang lebih baik, karena memungkinkan jalur buang air yang lebih mulus.
Pergerakan usus lebih cepat dan mengurangi ketegangan.
Hal ini bahkan sering tidak diperhitungkan sebagai manfaat kesehatan dari berjongkok secara umum - sebuah praktik (dan tampilan) kekuatan dan fleksibilitas.
Orang Amerika telah mengubah waktu toilet yang lebih lama ini menjadi bentuk hiburan.
Ada pasar besar untuk membaca buku sambil duduk di toilet, yang umumnya melibatkan hal-hal sepele, seperti cerita pendek, atau lelucon.
Menurut Kuo itu aneh.
"Apa yang akan dikatakan semua orang tua Cina kepadamu adalah: jangan membaca di toilet. Anda bisa kena wasir."
Keluarga Kuo telah memberikan solusi untuk rumah tangga Tionghoa mereka.
"Kami menggunakan bangku kecil untuk tumpuan kaki di depan toilet, jadi ketika Anda melakukan 'bisnis' Anda, Anda seperti sedang berjongkok," katanya, tertawa.
"Saya pikir istri saya jenius karena telah menemukan itu."
Beberapa perusahaan berusaha menggarap pasar ini dengan produk yang dikenal sebagai "Squatty Potty". Garg memiliki satu.
Jenis kompromi lain adalah memberi orang pilihan.
Fasilitas di negara-negara tertentu menyediakan toilet duduk dan jongkok.
Seperti yang dikatakan Othman tentang negara asalnya, Malaysia, "Di toko perbelanjaan, mereka biasanya mengalokasikan 1/3 dari toilet umum yang tersedia untuk toilet jongkok."
Penelitiannya menunjukkan bahwa Muslim Australia merasa nyaman dengan beralih dari toilet jongkok ke toilet duduk - tetapi mereka tetap lebih suka air daripada kertas toilet.(*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Warga Amerika Baru Sadar, Ternyata Cebok Pakai Air Lebih Bersih