TRIBUNNEWSWIKI.COM - Polisi menangkap Djoko Sugiato Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Kamis malam (30/7/2020).
Dengan penangkapan Djoko Tjandra, kasus cessie Bank Bali diharapkan dapat diungkap.
Kasus Djoko Tjandra bermula dari krisis 1997/1998.
Salah satu skandal yang mencuat dari krisis adalah kasus cessie Bank Bali dan kasus ini bahkan menyeret nama-nama besar, mulai Gubernur Bank Indonesia (BI), pejabat negara, hingga tokoh Partai Golkar.
Proses hukum Bank Bali bahkan belum benar-benar tuntas hingga saat ini.
Sementara Bank Bali sudah tak ada lagi, melebur dengan empat bank lainnya menjadi Bank Permata pada tahun 2002.
Kontan merunut skandal Djoko Tjandra ini secara lengkap berdasarkan berita di Tabloid Kontan dan Harian Kontan sejak tahun 1997 sampai saat ini.
Baca: Djoko Tjandra
Baca: BREAKING NEWS: Buron Kejaksaan Agung, Djoko Tjandra Ditangkap di Bandara Halim Perdana Kusuma
Skandal cessie Bank Bali bermula saat Direktur Utama Bank Bali saat itu Rudy Ramli kesulitan menagih piutangnya di Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUM), dan Bank Tiara pada tahun 1997. Nilainya tagihan itu besar, yakni Rp 3 triliun.
Namun, upaya Rudy Ramly kandas. BDNI, Bank Umum Nasional, dan Bank Tiara masuk dalam program penyehatan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Alhasil, upaya Rudy menagih tagihan tersebut panjang, bahkan tak kunjung cair.
Di tengah upaya penagihan, Rudy Ramli menjalin kerjasama dengan PT Era Giat Prima (EGP).
Djoko Tjandra tercatat sebagai Direktur EGP, sementara Setya Novanto yang kala itu menjadi bendahara Partai Golkar menjadi direktur utamanya.
Kerjasama itu diteken pada 11 Januari 1999. Rudy Ramli dan EGP menandatangani perjanjian pengalihan hak tagih alias cessie.
Dalam kerjasama ini, EGP akan menerima fee yang besarnya setengah dari uang yang bisa mereka tagih.
Langkah ini berhasil dan Bank Indonesia (BI) dan BPPN setuju mengucurkan duit Bank Bali itu, tetapi hanya senilai Rp905 miliar.
Dari sini, Bank Bali hanya mendapat Rp 359 miliar. Sisanya, sekitar 60% atau sebesar Rp 546 miliar, masuk rekening EGP.
Kabarnya, adanya 'kekuatan' politik yang membuat uang itu cair. Isu tersebut terus menggelinding bak bola liar.
Apalagi, setelah pakar hukum perbankan Pradjoto mencium skandal cessie Bank Bali berkaitan erat dengan pengumpulan dana untuk memajukan Habibie ke kursi presiden.
Kejanggalan tampak dari total fee yang EGP terima.
Dari sini terkuak bahwa cessie tersebut tak diketahui BPPN.