Mengenal Sindrom Patah Hati yang Disebut Sebagai Gelaja Baru Covid-19 Serta Cara Mengatasinya

Para ilmuwan dari Cleveland Clinic telah menemukan gejala baru dari infeksi virus corona yang disebut dengan sindrom patah hati


zoom-inlihat foto
perawat-di-belgia-909-corona.jpg
Aris Oikonomou / AFP
Sebuah penelitian menyebut sindrom patah hati sebagai gejala baru Covid-19. (Foto: Pada 11 April 2020, Mathilde Dumont, seorang perawat berusia 27 tahun, terlihat kelelahan selama shift malam di unit perawatan intensif khusus untuk pasien COVID-19 di Rumah Sakit Ixelles di Brussels, di tengah pandemi COVID-19).


TRIBUNNEWSWIKI.COM – Hingga Sabtu (25/7/2020), jumlah kasus Covid-19 di dunia telah mencapai 15.971.347 kasus, berdasarkan data worldometers.info.

Peneliti dari Florida, Amerika Serikat mengatakan bahwa virus corona baru telah bermutasi sehingga membuatnya  lebih mudah menginfeksi sel manusia.

Mereka mengatakan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menunjukkan apakah perubahan telah mengubah jalannya pandemi.

Selain itu, berbagai gelaja baru mengenai infeksi virus corona juga semakin bermunculan.

Tak hanya memiliki gejala menyerupai flu, Covid-19 juga bisa menimbulkan gejala seperti ruam dan konjungtivitis.

Dan kini, para ilmuwan dari Cleveland Clinic telah menemukan gejala baru dari infeksi virus corona yang disebut dengan sindrom patah hati.

Meski bukan gejala langsung, sindrom ini cukup banya terjadi di masa pandemi ini.

Baca: Studi Ungkap Pria Botak Berisiko Lebih Tinggi Terkena Covid-19, Begini Penjelasannya

Baca: Ibu Menyusui Positif Covid-19, Mungkinkah Bisa Tularkan Virus Corona pada Bayi? Simak Penjelasannya

Apa itu sindrom patah hati?

Dalam dunia medis, sindrom patah hati juga dikenal dengan istilah stres cardiomyopathy.

Kondisi ini terjadi ketika tekanan fisik atau emosional menyebabkan disfungsi atau kegagalan pada otot jantung Gejala sindrom ini serupa dengan serangan jantung, yakni nyeri dada dan sesak napas.

Gejala lain yang sering dialami penderita sindrom patah hati antara lain detak jantung tidak teratur, tekanan darah rendah, dan hilangnya kesadaran.

Menurut para ahli, sindrom ini terjadi karena reaksi seseorang terhadap peristiwa stres secara fisik atau emosional.

Reaksi tersebut membuat tubuh melepaskan hormon stres yang mengurangi kemampuan jantung untuk memompa dara sehingga memicu kontraksi.

Hal ini juga membuat detak jantung kurang efisien atau tidak teratur.

Oleh karena itu, kondisi ini juga diberi istilah "sindrom patah hati".

Kaitan Covid-19 dan sindrom patah hati

Pandemi global ini tentu membuat banyak orang mengalami stres.

Entah itu karena khawatir orang tersayang terinfeksi, kehilangan pekerjaan, kesulitan menyeimbangkan kehidupan pribad dan pekerjan, atau physical distancing yang membuat banyak orang mengalami isolasi sosial.

Baca: WHO: Waspadai Sindrom Misterius pada Anak-anak yang Mungkin Terkait dengan Covid-19

Baca: Studi Ungkap Penggunaan Hidroksiklorokuin Dapat Kurangi Tingkat Kematian pada Pasien Covid-19

Ada banyak faktor yang memicu stres selama pandemi ini.

Menurut ahli jantung sekaligus pemimpin riset, Ankur Kalra, faktor-faktor tersebut bisa memicu stres kardiomiopati pada pasien COVID-19.

Yah, pandemi COVID-19 telah membawa banyak tingkat stres dalam kehidupan orang-orang di seluruh negara dan dunia.

Semua orang tidak hanya mengkhawatirkan kondisi diri mereka sendiri atau keluarganya.

Mereka juga berhadapan dengan masalah ekonomi dan emosional, masalah sosial dan potensi kesepian dan isolasi.

"Stres dapat memiliki efek fisik pada tubuh dan hati kita, sebagaimana dibuktikan oleh semakin meningkatnya diagnosis stres kardiomiopati yang kita alami," tambah Kalra.

Temuan riset

Dalam riset ini, peneliti mengamati 1.656 pasien yang mengalami sindrom patah hati akut selama empat periode prapandemi, yakni Maret-April 2018, Januari-Februari 2019, Maret-April 2019 dan Januari-Februari 2020.

Setelah itu, peneliti membandingkan hasil analisis data dengan temuan yang mereka dapat usai menganalisis 258 pasien yang mengalami kondisi serupa di masa pandemi, yakni pada 1 Maret hingga 30 April 2020.

Dari hasil riset, terbukti adanya peningkatan stres kardiomiopati selama masa pandemi.

Data riset juga mencatat sekitar 7,8 persen pasien positif Covid-19 mengalami sindrom patah hati.

Padahal, tingkat stres kardiomiopati selama empat periode prandemik hanya antara 1,5 dan 1,8 persen, yakni antara lima hingga 12 pasien per periode.

Cara mengatasi

Menurut peneliti, cara terbaik untuk mengatasi kondisi ini adalah dengan berfokus pada perawatan diri, terutama untuk pasien yang rentan terhadap tingkat stres.

"Meski pandemi terus berjalan, perawatan diri selama masa sulit ini sangat penting untuk kesehatan tubuh, khususnya jantung," kata ahli jantung Grant Reed.

Baca: Studi : 1 dari 10 Pasien Covid-19 yang Menderita Diabetes Meninggal dalam Waktu Sepekan

Baca: 5 Fakta Vaksin Covid-19 dari China yang Diuji Coba di Indonesia, Harga hingga Waktu Distribusi

Bagi mereka yang merasa diliputi stres, Grant Reed menyarankan untuk meminta bantuan ahli kesehatan mental.

“Olahraga, meditasi, dan terhubung dengan keluarga dan teman, sembari tetap melakukan protokol kesehatan dan physical distancing juga dapat membantu meredakan kecemasan," tambah Grant Reed.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/AMMY)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sindrom Patah Hati Jadi Gejala Baru Covid-19, Kok Bisa?"





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved