Pemerintah mengaku salah menggunakan istilah New Normal yang sering digunakan untuk hidup berdampingan di tengah Covid-19.
Hal tersebut diungkapkan oleh juru bicara pemerintah penanganan Covid-19 Achmad Yurianto.
Penggunaan istilah New Normal kemudian diganti dengan kebiasaan baru.
"Diksi new normal dari awal diksi itu segera ubah. New normal itu diksi yang salah dan kita ganti dengan adaptasi kebiasaan baru," kata Achmad Yurianto, Jumat (10/7/2020), seperti dikutip dari Kompas.com.
Yuri mengatakan istilah New Normal ini sulit dipahami oleh masyarakat.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Brian Sriphastuti mengungkapkan alasan banyak masyarakat tak paham dengan istilah New Normal.
Banyak masyarakat yang tidak paham lantaran istilah New Normal menggunakan bahasa asing.
Baca: Jokowi Ingatkan Kepala Daerah Tak Buru-buru Terapkan New Normal, Terutama soal Pembukaan Sekolah
Baca: 6 Ketentuan yang Harus Dipatuhi Penumpang KA Jarak Jauh Saat New Normal
"Pemahaman menggunakan 'new normal' sendiri, karena ada unsur bahasa asingnya, kemudian tidak mudah dipahami," kata Brian, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (11/7/2020).
Brian mengatakan New Normal seharusnya dimaknai sebagai adaptasi perilaku dalam menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun.
"Jadi yang ditonjolkan bukan situasinya, tapi perilaku kita yang harus disesuaikan dengan situasi yang terjadi," kata Brian.
"Perilaku yang bisa membatasi atau menghindari transimisi persebaran lebih lanjut dari orang ke orang supaya tidak terinfeksi atau terpapar virus ini," ujar dia.
Penggunaan istilah New Normal membuat masyarakat hanya berfokusi pada situasi "normal".
Padahal, menurut Brian, saat ini Covid-19 masih belum sepenuhnya hilang di lingkungan sekitar.
(Tribunnewswiki/Afitria) (Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pemerintah Siapkan Sanksi Tegas bagi Pelanggar Protokol Kesehatan