TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pemimpin kongres sekaligus oposisi Rahul Gandhi mengeluarkan pernyataan kepada pemerintah India melalui akun Twitternya.
Rahul Gandhi juga mempertanyakan apa yang sudah dilakukan pemerintah India di wilayah perbatasan.
Komentar ini ia keluarkan sehari setelah Perdana Menteri India, Narendra Modi mengadakan pertemuan dengan perwakilan partai politik membahas bentrokan India-China di Ladakh, perbatasan Himalaya.
"Mengapa tentara kita terbunuh? tanya Rahul setelah Modi menegaskan "tidak ada orang di wilayah dan (yang di dalam) pos kita yang ditangkap" pada Jumat, (20/6).
"PM telah menyerahkan wilayah India kepada agresi China.
Jika tanah (sengketa) itu milik China:
1. Mengapa tentara kita terbunuh?
2. Di mana mereke dibunuh?" tanya pria 50 tahun tersebut melalui Twitter.
Baca: Konflik India-China: Massa Nasionalis India Marah, Bakar Foto Presiden Xi Jinping
Pemimpin oposisi ini juga sempat membuat tweet: “Sudah cukup, kita perlu tahu apa yang terjadi. Berani-beraninya Cina membunuh prajurit kita, beraninya mereka mengambil tanah kita.
Baca: Konflik India-China: Pasca Bentrok 3 Hari, Pasukan China Bebaskan 10 Tentara India
Pada Jumat, (19/6/2020), PM Modi menyatakan dalam pertemuan semua partai bahwa, "Tidak ada prajurit di wilayah dan (yang di dalam) pos kita yang ditangkap. India menginginkan perdamaian dan persahabatan, tetapi menegakkan kedaulatan adalah yang terpenting."
"Dua puluh prajurit pemberani kami telah berkorban banyak untuk bangsa saat(pertempuran) di Ladakh, sekaligus mengajarkan kepada mereka yang berani memandang ke arah kami. Bangsa ini akan selamanya mengingat keberanian dan pengorbanan mereka," kata Modi, dikutip dari NDTV, Sabtu (20/6/2020).
Modi menambahkan "Seluruh negeri terluka dan marah pada langkah yang diambil oleh China di Line of Actual Control (LAC).
Sebagai informasi, kelompok oposisi menekan Modi agar merespons China secara agresif.
Narendra Modi yang didukung oleh kelompok nasionalis di India dianggap tidak mampu mengatasi isu perbatasan, meski saat kampanye pemilu, ia fokus pada keamanan nasional setelah naiknya ketegangan dengan sang musuh bebuyutan yaitu Pakistan, di perbatasan barat India.
Sementara itu, Presiden Kongres India, Sonia Gandhi menyayangkan pertemuan antar-perwakilan partai baru digelar baru-baru ini.
"Kita masih berada dalam kegelapan di banyak aspek penting dari krisis ini," kata Sonia Gandhi dalam pernyataan resmi kepada pemerintah.
Baca: Bersiap Hadapi China, India Siagakan Sukhoi SU-30MKI hingga Helikopter Apache
Baca: PM Narendra Modi: India Ingin Damai, Tapi Siap Perang Jika China Provokasi
Sonia menegaskan seharusnya pertemuan semua partai digelar lebih cepat setelah adanya laporan atas pergerakan China tanggal 5 Mei.
Sonia sempat bertanya kepada pemerintah terkait beberapa hal:
"Pada tanggal berapa pasukan China menyusup ke wilayah kami di Ladakh? Kapan pemerintah mengetahui tentang pelanggaran China di wilayah kami? Apakah pada 5 Mei, seperti yang dilaporkan atau justru sebelumnya? Apakah pemerintah tidak menerima, secara teratur (tentang) gambar satelit dari perbatasan negara kita?"
Menurut pandangan pemerintah, apakah ada kegagalan intelijen?" tanya Sonia lebih lanjut.
Sonia meminta jaminan bahwa status quo akan dipulihkan dan China akan kembali ke posisi semula di Garis Kontrol Aktual (LAC).
Baca: PM Narendra Modi: India Ingin Damai, Tapi Siap Perang Jika China Provokasi
Seruan Boikot Produk China
Menteri Urusan Pangan dan Konsumen India, Menteri Urusan Pangan dan Konsumen India, Ram Vilas Paswan menyerukan kepada masyarakat India untuk memboikot produk-produk China.
Ia juga mengarahkan para pejabat kementeriannya untuk tidak memakai produk China dalam sehari-hari.
Pernyataannya ini hadir buntut naiknya tensi antara India dan China dalam persoalan perbatasan wilayah di Himalaya.
"Saya menyerukan ke semua orang, melihat cara China bertingkah, kami memboikot semua produk China," kata Paswan, dilansir Economic Times, Kamis (18/6/2020).
Lebih jauh lagi, Paswan juga mendesak pemerintah pusat agar secara ketat menerapkan aturan standar kualitas Badan Standar Nasional India (BIS) atas produk yang diimpor dari China.
"Ketika barang-barang kami sampai di luar negeri, mereka memeriksanya. (Sementara) ekspor beras Basmati kami ditolak, tetapi ketika barang-barang mereka datang ke India, tidak ada kontrol kualitas yang ketat," kata Paswan.
Baca: Ini Identitas 20 Tentara India yang Tewas dalam Bentrokan dengan China di Perbatasan Himalaya
Diketahui, India menerbitkan undang-undang baru yang berkaitan dengan standar kualitas barang pada 2016.
Kebijakan ini dilakukan sebagai langkah mempromosikan budaya kualitas produk agar sesuai dengan standar kualitas India.
Undang-undang terbaru ini juga mengatur penilaian produk, peningkatan sanksi dan aturan penarikan kembali produk, meski sudah diberi label Indian Standards Institution (ISI).
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)