TRIBUNNEWSWIKI.COM - China sedang menghadapi gelombang kedua Covid-19.
Padahal mereka melaporkan tak ada kasus baru selama hampir dua bulan ini.
Beijing melaporkan 21 kasus Covid-19 baru, Rabu (17/6/2020).
Diberitakan Tribunnews, angka ini turun 31 kasus dari hari sebelumnya.
Meski demikian, catatan ini menjadikan Beijing sebagai kota dengan kasus baru terbanyak.
Total, ada 158 infeksi baru selama seminggu terakhir.
Penularan Dikaitkan dengan Sebuah Pasar di Beijing
Wakil Perdana Menteri China, Sun Chunlan, meminta pejabat mengambil langkah tegas, seperti diberitakan BBC, Senin (15/6/2020).
Ia memperingatkan risiko penularan masih tetap tinggi.
Memang penambahan kasus baru di Beijing dikaitkan dengan pasar grosir terbesar di kota tersebut.
Baca: AS dan China Memanas, Amerika Serikat Kerahkan 3 Kapal Induk dan Jet Tempur di Perairan Indo-Pasifik
Karena kasus ini, manajer pasar dan tiga pejabat lain diberhentikan.
Menurut Komisi Kesehatan Nasional China, Beijing mencatat satu kasus virus baru pada hari Kamis dan enam pada hari Jumat.
Catatan itu menjadi kasus pertama dalam hampir dua bulan.
Pada hari Sabtu, 36 kasus lokal baru dicatat di Beijing, semuanya terkait dengan pasar Xinfadi.
CGTN menggambarkan pasar ini sebagai pasar grosir terbesar di seluruh Asia.
Dengan cepat, pemerintah melockdown pasar.
Selain itu, pembatasan juga dilakukan di 11 lingkungan terdekat.
Jumlah infeksi mungkin tidak terdengar besar saat ini.
Tetapi, setelah lebih dari 50 hari tanpa kasus sama sekali, pihak berwenang di sini khawatir hal ini dapat dengan mudah berubah menjadi gelombang kedua coronavirus.
Apa lagi mengingat besarnya pasar yang menjadi lokasi transmisi.
Pasar grosir besar yang memiliki puluhan ribu pengunjung setiap hari.
Baca: China dan Amerika Serikat Disebut Bakal Lakukan Pertemuan Tingkat Tinggi di Hawaii, Upaya Damai?
Dampak Covid-19 pada Ekonomi China
Memang penambahan kasus baru ini menjadi ketakutan tersendiri bagi China.
Apalagi ekonomi negara itu sudah terdampak Covid-19.
Tahun ini, China tidak akan menetapkan angka target pertumbuhan ekonomi, akibat adanya pandemi Covid-19.
Ini adalah pertama kalinya Beijing tidak memiliki target produk domestik bruto (PDB) sejak 1990, ketika pencatatan semacam ini dimulai.
Hal ini diumumkan oleh Perdana Menteri Li Keqiang pada awal pertemuan parlemen tahunan negara itu, seperti diberitakan BBC.com, Jumat (22/3/2020).
Ekonomi China menyusut 6,8% pada kuartal pertama dari tahun lalu karena lockdown telah melumpuhkan bisnis.
"Ini karena negara kita akan menghadapi beberapa faktor yang sulit diprediksi dalam perkembangannya karena ketidakpastian besar mengenai pandemi Covid-19 dan lingkungan ekonomi dan perdagangan dunia," kata Perdana Menteri Li.
Meski demikian, pemerintah China berjanji akan mendukung pemulihan ekonomi di tengah kekhawatiran mengenai dampak pengangguran yang terjadi.
Baca: Peringatan Gelombang Kedua Covid-19 saat China Laporkan Kluster Baru Penyebaran Covid-19
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Ahmad Nur Rosikin)