WHO Peringatkan Dunia Bisa Segera Hadapi Gelombang Kedua Covid-19, meski Terjadi Penurunan Penularan

WHO peringatkan negara di dunia bisa hadapi gelombang kedua jika terlalu cepat mengakhiri langkah kedaruratan


zoom-inlihat foto
perawat-indonesia-diusulkan-pns.jpg
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ILUSTRASI - Petugas medis mengambil sample darah pedagang saat Rapid Test virus corona atau Covid-19 di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (21/4/2020). Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten menggelar screening test virus corona atau Covid-19 diantaranya di sejumlah pasar.


Mengapa hal demikian bisa terjadi?

ILUSTRASI - Mobil ambulans menjemput pasien dengan gejala ringan Covid-19 di Tokyo, Jepang, Selasa (7/4/2020)
ILUSTRASI - Mobil ambulans menjemput pasien dengan gejala ringan Covid-19 di Tokyo, Jepang, Selasa (7/4/2020) (KAZUHIRO NOGI / AFP)

Baca: Jepang Kewalahan Hadapi Covid-19, Wali Kota Osaka Sampai Minta Warga Sumbangkan Jas Hujan untuk APD

Hokkaido cukup mudah mengendalikan wabah karena mereka terserang di awal, sehingga masih bisa mengendalikan ketika angka belum begitu tinggi.

"Relatif mudah untuk menangani cluster, untuk melacak jejak dan mengisolasi," kata Profesor Kenji Shibuya dari King's College London.

"Pihak berwenang cukup sukses dalam pendekatan kontrol cluster mereka. Jepang berada pada fase paling awal dari wabah saat itu. Itu dilokalkan dan itu adalah kisah sukses."

Dalam hal ini, Hokkaido memiliki beberapa kesamaan dengan apa yang terjadi di kota Daegu, Korea Selatan.

Di sana, penyebaran wabah dilacak secara massif.

Mereka yang terinfeksi diisolasi dan angka penularan ditekan.

Tapi tindakan kedua dari Hokkaido jauh lebih tidak meyakinkan.

Setelah wabah Daegu, pemerintah Korea Selatan memulai program pengujian besar-besaran untuk mencoba dan melacak epidemi.

Jepang telah melakukan yang sebaliknya.

Bahkan, lebih dari tiga bulan setelah Jepang mencatat kasus pertama, masih hanya menguji sebagian kecil dari populasi.

Awalnya, pemerintah mengatakan hal itu itu karena pengujian skala besar adalah "pemborosan sumber daya".

Sekarang harus mengakui akan meningkatkan pengujian, meski beberapa alasan tampaknya akan membuat usaha itu tak begitu mudah.

Pertama, Kementerian Kesehatan Jepang khawatir rumah sakit akan kewalahan oleh orang yang dites positif, tetapi hanya memiliki gejala kecil.

Pada skala yang lebih luas, pengujian adalah tanggung jawab pusat kesehatan setempat dan bukan pada tingkat pemerintah nasional.

Sayangnya, beberapa pusat lokal ini tidak dilengkapi dengan staf atau peralatan untuk menangani pengujian dalam skala besar.

Aalasan ini berarti pemerintah Jepang tak memiliki gagasan yang jelas, kata Prof Shibuya.

"Kami berada di tengah fase ledakan wabah," katanya.

"Pelajaran utama yang dapat diambil dari Hokkaido adalah bahwa bahkan jika Anda berhasil dalam kontainmen pertama kali, sulit untuk mengisolasi dan mempertahankan kontainmen untuk jangka waktu yang lama. Kecuali jika Anda memperluas kapasitas pengujian, sulit untuk mengidentifikasi transmisi komunitas dan transmisi rumah sakit."

Pelajaran ketiga adalah bahwa "realitas baru" ini akan berlangsung jauh lebih lama dari yang diperkirakan kebanyakan orang.





Halaman
123
BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved