TRIBUNNEWSWIKI.COM - Dokter di Jepang telah memperingatkan, sistem kesehatan negara itu bisa runtuh di tengah gelombang kasus virus corona baru.
Ruang gawat darurat tidak dapat mengobati beberapa pasien dengan kondisi kesehatan serius karena beban tambahan yang disebabkan oleh pasien Covid-19, kata para pejabat setempat diberitakan BBC, Sabtu (19/4/2020).
Jepang, yang pada awalnya tampak bisa mengendalikan laju penularan virus, kini mencatatkan 10.000 kasus yang dikonfirmasi hingga Sabtu (18/4/2020).
Lebih dari 200 orang kini telah meninggal akibat Covid-19 dan ibu kota Tokyo tetap menjadi daerah yang paling parah terkena dampaknya.
Baca: China Jadi Negara Paling Awal Terkena Virus Corona, Donald Trump Sebut Harus Ada Konsekuensinya
Baca: China Mulai Dominasi Lembaga PBB, Trump Berupaya Kurangi Hegemoni Beijing dengan Hentikan Dana WHO?
Sekelompok dokter di operasi GP di kota itu membantu rumah sakit untuk melakukan pengujian Covid-19.
Hal itu dilakukan untuk mengurangi beban bagi fasilitas kesehatan.
"Ini untuk menyelamatkan sistem medis dari kehancuran," kata Konoshin Tamura, wakil kepala asosiasi dokter, mengatakan kepada kantor berita Reuters.
"Semua orang perlu mengulurkan tangan, bantuan. Kalau tidak, (sistem) rumah sakit akan rusak," tambahnya.
Sementara itu, Editor BBC World Service Asia, Michael Bristow, memberikan analisisnya.
Dua asosiasi medis mengatakan wabah coronavirus mengurangi kemampuan rumah sakit di Jepang untuk mengobati keadaan darurat medis yang serius lainnya.
Rumah sakit sudah mulai menolak pasien karena kewalahan.
Sementara jumlah kasus Covid-19 yang dikonfirmasi tetap relatif rendah dibandingkan dengan negara lain.
Jepang Terlambat Mempersiapkan Keadaan
Baca: Jepang Darurat Corona, Pikotaro Ubah Lirik Pen Pineapple Apple Pen Menjadi Lagu Ajakan Cuci Tangan
Baca: Sempat Dipandang Berhasil Tangani Covid-19, Hokkaido Kewalahan Hadapi Gelombang Kedua Virus Corona
Dokter telah mengeluhkan kurangnya peralatan perlindungan, yang menunjukkan Jepang belum siap menghadapi virus ini.
Padahal Jepang adalah negara kedua di luar China yang mencatat infeksi, pada Januari.
Sementara itu, Perdana Menteri Shinzo Abe telah dikritik karena tidak memperkenalkan pembatasan untuk menangani wabah lebih cepat karena takut kebijakan itu dapat membahayakan keadaan ekonomi.
Pemerintahnya telah berdebat dengan gubernur Tokyo, yang ingin langkah-langkah lebih keras diperkenalkan lebih cepat.
Baru pada hari Kamis (16/4/2020) Abe memperluas keadaan darurat ke seluruh negara.
Pemerintah juga berupaya meningkatkan tingkat pengujian dengan memperkenalkan fasilitas drive-through.
Tak Banyak Melakukan Tes Massal
Baca: AS-China Saling Tuding, PM Singapura Sempat Berseru Dunia Akan Cari Pemimpin Lain Tangani Covid-19
Baca: Tak Hanya Donald Trump, Berbagai Tokoh Pertanyakan Peran WHO dan Sayangkan Kedekatan dengan China