Pertimbangkan Keselamatan dan Pendapatan, Industri Seks di Jepang Pilih Tetap Buka di Tengah Pandemi

Pemilik usaha kecil yang menjadi tulang punggung sektor kehidupan malam Jepang lebih takut dampak ekonomi daripada dampak kesehatan bagi mereka


zoom-inlihat foto
ilustrasi-suasana-di-jepang-saat-pandemi-covid-19.jpg
Kazuhiro NOGI / AFP
ILUSTRASI suasana di Jepang saat pandemi Covid-19 --- Orang-orang berjalan di jalan sepi di tengah kekhawatiran tentang penyebaran virus corona COVID-19 di distrik perbelanjaan Ameya-Yokocho, yang terletak di sebelah Stasiun Ueno di Tokyo pada 11 April 2020. Gubernur Tokyo Yuriko Koike mengatakan pada 10 April bahwa pemerintah metropolitan akan meminta banyak bisnis, termasuk klub malam, tempat karaoke, dan tempat pinball pachinko untuk menunda operasi mulai 11 April karena keadaan darurat terkait epidemi coronavirus.


TRIBUNNEWSWIKI.COM – Jumlah kasus virus corona atau Covid-19 yang terjadi di Jepang terus meningkat setiap hari.

Berdasarkan data worldometers.info, hingga Senin (20/4/2020), jumlah kasus Covid-19 yang telah dikonfirmasi oleh Jepang adalah sebanyak 10.797.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada Selasa (7/4/2020) juga telah secara resmi menyatakan kedaan darurat nasional akibat virus corona.

Keadaan darurat ditetapkan di Tokyo, Chiba, Kanagawa, Saitama, Osaka, Hyogo, dan barat daya Fukuoka.

Dengan kondisi darurat nasional tersebut, para gubernur di wilayah yang ditetapkan dapat meminta warganya untuk tetap di rumah dan menutup tempat usaha.

Di Tokyo, department store besar tutup, tempat kehidupan malam menghadapi masa-masa sulit dan banyak restoran menawarkan kotak makan siang “bento” sebagai alternatif untuk minum dan mengemil di bar-bar izakaya setelah bekerja.

Tidak seperti negara lain di mana langkah-langkah yang lebih keras telah ditegakkan, pemerintah Jepang hanya ‘meminta’, namun tidak memberi tahu banyak bisnis untuk tutup.

Dilansir oleh South China Morning Post (SCMP), hal ini telah membuat pekerja seks dan pemilik bisnis industri dewasa berada dalam "zona abu-abu".

Apakah mereka harus tetap terbuka dan berusaha mempertahankan klien sambil mempertaruhkan kesehatan mereka, atau menutup bisnis sepenuhnya dan menghadapi kerugian.

Baca: Seorang Ilmuwan Kritik Pemerintah Jepang Lantaran Lambat dalam Tangani Pandemi Covid-19

Baca: Di Tengah Darurat Nasional Jepang, 18 Dokter Dilaporkan Terinfeksi Covid-19 Usai Makan Malam Bersama

“Kami telah memastikan pelanggan mencuci dan membersihkan tangan dan pakaian mereka sebelum memasuki venue,” kata Britney Jane (samaran), seorang Amerika berusia 20-an yang telah tinggal di Jepang selama lima tahun dan bekerja di klub S&M di Osaka.

“Proses ini diulang setiap kali mereka melangkah keluar. Saya merasa jika saya akan jatuh sakit, kemungkinan besar berasal dari saat saya naik kereta atau di supermarket,” katanya.

Tindakan negara yang relatif lunak pada pekerjaan dan perjalanan domestik tampaknya telah menimbulkan perasaan puas diri secara umum.

"Virus ini dikonfirmasi pada seseorang yang bekerja di supermarket lokal saya, tetapi bahkan kemudian, saya tidak takut," kata Jane.

“Jepang tampaknya menjadi salah satu negara yang melakukan paling sedikit (tindakan tegas). Dan saya kira itu membuat saya merasa tidak begitu ketakutan. Saya hanya merasa khawatir untuk lansia karena Jepang memiliki begitu banyak dari mereka (lansia). ”

Dengan Olimpiade Tokto yang secara resmi ditunda, dan jumlah kasus Covid-19 yang terus berkembang, banyak  pejabat termasuk gubernur Tokyo, Yuriko Koike menyerukan kepada pemerintah Abe untuk menegakkan pembatasan yang lebih ketat terhadap kota-kota besar yang berpenduduk padat.

Sementara itu, banyak distrik kehidupan malam negara dan izakayanya yang masih tetap buka.

Hal tersebut lantaran pemilik usaha kecil yang menjadi tulang punggung sektor kehidupan malam Jepang takut dampak ekonomi dari adanya lockdown virus corona yang mungkin lebih besar daripada risiko kesehatan bagi mereka.

"Beberapa orang kehilangan pekerjaan, bisnisnya bangkrut," kata pemilik bar tempat Jane bekerja, yang menolak menyebutkan nama.

"Kita akan mati karena coronavirus atau kita akan mati secara ekonomi,” lanjutnya.

Baca: Untuk Pertama Kalinya, Hong Kong Menggunakan Paru-paru Buatan untuk Mengobati Pasien Covid-19

Baca: Donald Trump Putuskan AS Stop Danai WHO, Negara Miskin Paling Kena Imbas, Tak Hanya Perangi Covid-19

Para pekerja seks di Jepang ikut terkena dampak keras dari penutupan dan pembatasan yang diberlakukan selama pandemi.

Meski pemerintah Jepang sendiri sudah menawarkan bantuan finansial terhadap pekerja di tengah wabah, namun mereka menyebut bantuan tersebut tidak cukup untuk mereka bertahan hidup di tengah pandemi covid-19.

Pada akhirnya, mereka memilih untuk tetap bekerja.

Dilansir oleh CNN, prostitusi atau melakukan hubungan seksual untuk uang merupakan pelanggaran hukum di Jepang, namun jenis pekerjaan seks lainnya dianggap legal.

Sementara itu, area industri seks yang dianggap legal atau yang disebut 'delivery health', istilah halus untuk layanan escort tanpa persetubuhan.

Istilah lainnya untuk industri itu adalah 'fashion health' yang merujuk pada layanan semacam seks oral di tempat-tempat pijat.

Yu (27) asal Tokyo, memiliki seorang teman yang bekerja di sebuah pinaro di kota.

Sebagian besar pinaro terdiri dari ruang terbuka tunggal dengan bilik berpisah, tempat klien dilayani oleh daftar host yang berputar.

Yu mengatakan bahwa klien diberikan tidak lebih dari handuk basah yang digunakan untuk membersihkan alat kelamin mereka sebelum ‘layanan’ dimulai.

"Teman saya mengatakan kepada saya bahwa dia berusaha mengurangi hari-harinya," katanya.

"Dia ada di eselon atas perempuan di bar, jadi dia punya klien reguler dan kebebasan untuk melakukan itu."

Beberapa gadis yang lebih baru, atau perempuan yang pindah ke Tokyo untuk menghasilkan uang, tidak begitu beruntung dan tidak punya banyak pilihan dalam hal siapa yang mereka layani.

"Banyak dari gadis-gadis yang pindah ke Tokyo dari tempat lain dan tinggal di sebuah flat yang disediakan oleh pemilik bar, yang berarti mereka tidak memiliki banyak otonomi," kata Yu.

Baca: China Merevisi Jumlah Kematian Akibat Covid-19, WHO: Akan Ada Banyak Negara Melakukan Hal Serupa

Baca: WHO Kecam Penyebutan Virus Corona dengan Bahasa yang Dapat Menstigmatisasi Etnis Tertentu

Menyusul langkah-langkah untuk mengatasi Covid-19 di Negeri ‘Sakura’ itu, pada Jumat (17/4/2020), PM Shinzo Abe telah mengumumkan bahwa pemerintah Jepang akan menawarkan bantuan tunai senilai 100.000 yen (sekitar Rp 14,4 juta) kepada setiap penduduk

Abe awalnya menyatakan keadaan darurat di 7 wilayah negara, lalu pada Kamis (16/4/2020) diperluas ke seluruh negeri.

Keadaan darurat ini memberikan wewenang kepada gubernur untuk menuntut penduduk tetap di rumah, tetapi tidak ada hukuman bagi pelanggar karena tidak ada landasan hukum formalnya.

Abe juga mengemukakan, pihak berwenang akan menilai kembali situasi pada 6 Mei di akhir libur publik.

(Tribunnewswiki.com/Ami Heppy)

Artikel ini juga tayang di Tribunnews.com dengan judul Pertimbangkan Keselamatan dan Pendapatan, Industri Seks di Jepang Pilih Tetap Buka di Tengah Pandemi





Editor: haerahr
BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved