Dalam beberapa minggu terakhir, Jepang melakukan tes jauh lebih sedikit daripada di negara lain dan para ahli mengatakan ini telah membuatnya lebih sulit untuk melacak penyebaran penyakit.
Bulan lalu itu dilakukan hanya 16% dari jumlah tes PCR (polymerase chain reaction) yang dilakukan Korea Selatan, menurut data dari Universitas Oxford.
Dan tidak seperti Korea Selatan, pemerintah Jepang mengatakan bahwa melakukan pengujian dengan skala besar adalah "pemborosan sumber daya".
Pengujian juga menjadi kewenangan pusat kesehatan setempat, bukan pada tingkat pemerintah pusat.
Sayangnya, beberapa layanan kesehatan lokal ini tidak dilengkapi peralatan untuk melakukan pengujian pada skala besar.
Tetapi, pada hari Jumat, Perdana Menteri Shinzo Abe mengindikasikan bahwa pemerintah telah mengubah kebijakannya untuk melakukan pengujian Covid-19 secara luas.
"Dengan bantuan dari asosiasi medis regional, kami akan mendirikan pusat pengujian," katanya dalam konferensi pers.
"Jika dokter di rumah memutuskan pengujian diperlukan, sampel uji diambil di pusat-pusat ini dan dikirim ke perusahaan inspeksi swasta," katanya.
"Dengan demikian, beban pada pusat kesehatan masyarakat akan berkurang."
Langkah ini memungkinkan pemerintah daerah untuk mendesak agar warganya tetap di rumah.
Tetapi imbauan ini tanpa ada tindakan hukuman atau kekuatan hukum tertentu.
Rencananya, kebijakan masa darurat di Jepang akan tetap berlaku sampai 6 Mei.
Wali Kota Osaka Minta Warganya Sumbangkan Jas Hujan untuk APD
Baca: Korea Utara Terdampak Covid-19, Moon Jae In dan Donald Trump Setuju Berikan Bantuan Kemanusiaan
Baca: Menteri BUMN Ungkap Ada Mafia yang Kuasai Impor Alat-alat Kesehatan di Tengah Pandemi Virus Corona
Setelah keadaan darurat awal mulai berlaku pada tanggal 8 April, sejumlah gubernur regional lainnya menyerukan langkah-langkah untuk diperluas ke daerah mereka, mengatakan bahwa kasus-kasus bertambah dan fasilitas medis mereka kewalahan.
Dua asosiasi medis darurat Jepang juga mengeluarkan pernyataan bersama yang memperingatkan bahwa mereka "sudah merasakan runtuhnya sistem medis darurat".
Sementara itu, Wali Kota Osaka mengimbau orang-orang untuk menyumbangkan jas hujan mereka, sehingga dapat digunakan sebagai alat pelindung diri (APD) bagi petugas kesehatan yang katanya dipaksa untuk membuat APD dari kantong sampah.
Tak hanya BBC.com, permintaan jas hujan untuk dijadikan APD ini juga diberitakan oleh The Japan Times, Rabu (15/4/2020).
Pejabat setempat tak memiliki pilihan lain mengingat stok APD menipis, sementara kasus positif terus melonjak.
"Jika dokter terinfeksi, kita tidak akan pernah bisa mengalahkan coronavirus," kata Wali Kota Ichiro Matsui, dikutip The Japan Times.
"Kami benar-benar kekurangan (alat pelindung), jadi kami ingin (orang) menawarkan sebanyak (alat/jas hujan) seperti yang mereka miliki."
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Ahmad Nur Rosikin)