Peneliti Sebut Lockdown Tak Cocok Diberlakukan di Afrika: Kebijakan Harus Disesuaikan Masyarakat

Peneliti sebut pemerintah di Afrika harus merancang kebijakan kontrol Covid-19 sendiri, lockdown tak cocok di sana


zoom-inlihat foto
afrika-selatan-demonstrasi-corona.jpg
RODGER BOSCH / AFP
ILUSTRASI - Ratusan warga Afrika Selatan turun ke jalan, melempari batu, membuat barikade dengan membakar ban merespons tak tersalurkan bantuan paket makanan di tengah diberlakukannya lockdown.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Berbagai negara telah mengeluarkan kebijakan tertentu demi menekan laju penularan Covid-19, di mana yang umum adalah lockdown.

Kini, beberapa negara Afrika juga sudah menerapkan lockdown.

Namun, Peneliti Alex de Waal dan Paul Richards mengatakan kebijakan ini perlu ditinjau lagi, diberitakan BBC, Jumat (17/4/2020).

Negara-negara Afrika harus belajar dari HIV dan Ebola dalam menangani pandemi Covid-19.

ILUSTRASI - Kem Senou Pavel Dary, orang Afrika pertama yang terpapar virus Corona yang kini sudah sembuh.
ILUSTRASI - Kem Senou Pavel Dary, orang Afrika pertama yang terpapar virus Corona yang kini sudah sembuh. (BBC)

Baca: Menkes Singapura Beberkan 8 Strategi Hadapi Covid-19: Deteksi Dini, hingga Lindungi Petugas Medis

Baca: Unik, Pengatur Lalu Lintas di Yogyakarta Gunakan Galon Bekas Sebagai Masker Untuk Lindungi Diri

Pertama, penyakit menular menyebar secara berbeda di komunitas yang berbeda.

Penyebaran itu sesuai dengan kondisi sosial yang hanya diketahui oleh masyarakat setempat.

Kedua, tak ada langkah yang bisa diterapkan tanpa persetujuan dari masyarakat setempat, termasuk lockdown.

Suatu kebijakan hanya dapat diimplementasikan ketika masyarakat mau terlibat dengan penuh.

Sebuah virus, pada dasarnya menyebar dengan cara yang serupa.

Akan tetapi, kecepatan dan pola penyebaran pasti bervariasi.

Penyebaran di kota padat penduduk akan memiliki pola penyebaran yang berbeda dengan pinggiran kota, atau desa.

Pandemi akan menyebar dengan cara yang berbeda lagi di kamp pengungsi atau orang yang hidup nomaden.

Dalam setiap kasus, faktor utama penularan adalah perilaku sosial, seperti cara menyampaikan salam, serta bagaimana cara bergaul.

Para ahli dapat membangun model mereka berdasarkan asumsi dan rata-rata, tetapi hanya masyarakat yang tahu apa yang tepat untuk mengurangi penyebaran penularan di wilayah mereka.

ILUSTRASI - Terlihat warga Afrika Selatan berlarian di depan kendaraan polisi
ILUSTRASI - Terlihat warga Afrika Selatan berlarian di depan kendaraan polisi (RODGER BOSCH / AFP)

Baca: Berhasil Sembuh dari Covid-19, Remaja di Purbalingga Mengaku Awalnya Disebut Sakit Tipus

Baca: Pernah Selamat dari Kanker, Kurir Makanan: Pandemi Covid-19 Waktunya Balas Budi pada Petugas Medis

Dalam hal ini, Afrika memiliki beban penyakit yang berbeda dengan benua lain.

Hingga kini memang belum banyak diketahui apa akibat jika Covid-19 diderita orang yang terkena malaria atau kurang gizi, seperti yang banyak terjadi di Afrika.

Di sisi yang lain, populasi penduduk Afrika masih muda.

Berbeda dengan Italia, di mana 23% populasi berusia di atas 65 tahun.

Hal itulah yang diprediksi para ahli menjadi penyebab besarnya kematian di Italia.

Sebaliknya, kurang dari 2% populasi di Afrika yang berusia di atas 65 tahun.

Untuk alasan ini, ahli menyebut tingkat kematian virus di Afrika mungkin lebih rendah.

Karenanya, Afrika mungkin harus merancang penanganan sesuai kebutuhannya sendiri.

Ratusan warga Afrika Selatan turun ke jalan, melempari batu, membuat barikade dengan membakar ban merespons tak tersalurkan bantuan paket makanan di tengah diberlakukannya lockdown.
Ratusan warga Afrika Selatan turun ke jalan, melempari batu, membuat barikade dengan membakar ban merespons tak tersalurkan bantuan paket makanan di tengah diberlakukannya lockdown. (RODGER BOSCH / AFP)

Baca: Dapat Laporan Anonim, Polisi Temukan 17 Kantong Jenazah di Sebuah Panti Jompo Terbesar di New Jersey

Baca: 36 Mahasiswa Asrama di Jakarta Pusat Positif Corona, Warga Sempat Protes Minta Lokasi Dikosongkan

Negara di Afrika mulai memberlakukan lockdown, cara umum yang dilakukan berbagai negara.

Namun hanya beberapa negara seperti Rwanda dan Afrika Selatan yang memiliki kemampuan untuk mengelola strategi penanganan Covid-19 secara terpusat.

Lagi pula, bagi orang yang ekonominya menengah ke bawah, yang mengandalkan uang dari kerja harian, lockdown hanya akan memicu kemiskinan dan kelaparan.

Jika dilakukan lockdown, maka harus ada bantuan yang didistribusikan.

Terkait hal ini, Uganda dan Rwanda sudah mendistribusikan makanan gratis untuk penduduk.

Ghana telah mengumumkan air gratis, listrik gratis, dan libur panjang.

Akan tetapi, pemerintah negara di Afrika tak memiliki cukup dana untuk mempertahankan langkah seperti ini tanpa bantuan internasional.

Jika kebutuhan dasar tidak diperhatikan, lockdown tidak akan berjalan efektif.

BBC membahasakan keadaan ini, "orang miskin akan lebih memilih lotre infeksi, dari pada kepastian kelaparan."

Keadaan seperti ini sebenarnya pernah terjadi pada 2014, saat terjadi epidemi ebola.

Kala itu pemerintah Liberia memerintahkan tentara untuk melakukan isolasi, di Monrovia.

Akan tetapi mereka mengetahui upaya itu tidaklah efektif, dan tidak menghentikan penularan.

Dari kondisi itu, pemerintah bergeser dengan kebijakan untuk meminta pemimpin masyarakat merancang sendiri kebijakan kontrol mereka.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Ahmad Nur Rosikin)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved