Untuk alasan ini, ahli menyebut tingkat kematian virus di Afrika mungkin lebih rendah.
Karenanya, Afrika mungkin harus merancang penanganan sesuai kebutuhannya sendiri.
Baca: Dapat Laporan Anonim, Polisi Temukan 17 Kantong Jenazah di Sebuah Panti Jompo Terbesar di New Jersey
Baca: 36 Mahasiswa Asrama di Jakarta Pusat Positif Corona, Warga Sempat Protes Minta Lokasi Dikosongkan
Negara di Afrika mulai memberlakukan lockdown, cara umum yang dilakukan berbagai negara.
Namun hanya beberapa negara seperti Rwanda dan Afrika Selatan yang memiliki kemampuan untuk mengelola strategi penanganan Covid-19 secara terpusat.
Lagi pula, bagi orang yang ekonominya menengah ke bawah, yang mengandalkan uang dari kerja harian, lockdown hanya akan memicu kemiskinan dan kelaparan.
Jika dilakukan lockdown, maka harus ada bantuan yang didistribusikan.
Terkait hal ini, Uganda dan Rwanda sudah mendistribusikan makanan gratis untuk penduduk.
Ghana telah mengumumkan air gratis, listrik gratis, dan libur panjang.
Akan tetapi, pemerintah negara di Afrika tak memiliki cukup dana untuk mempertahankan langkah seperti ini tanpa bantuan internasional.
Jika kebutuhan dasar tidak diperhatikan, lockdown tidak akan berjalan efektif.
BBC membahasakan keadaan ini, "orang miskin akan lebih memilih lotre infeksi, dari pada kepastian kelaparan."
Keadaan seperti ini sebenarnya pernah terjadi pada 2014, saat terjadi epidemi ebola.
Kala itu pemerintah Liberia memerintahkan tentara untuk melakukan isolasi, di Monrovia.
Akan tetapi mereka mengetahui upaya itu tidaklah efektif, dan tidak menghentikan penularan.
Dari kondisi itu, pemerintah bergeser dengan kebijakan untuk meminta pemimpin masyarakat merancang sendiri kebijakan kontrol mereka.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Ahmad Nur Rosikin)