"Merapi tidak mampu menghimpun energi yang besar, energi yang dihimpun ditransfer dengan cepat menjadi energi letusan. Mudah-mudahan Merapi akan bertahan seperti ini untuk waktu yang lama, sehingga akan sering meletus, tetapi tidak bahaya untuk masyarakatnya," ungkap Surono.
Kendati demikian, ia menambahkan kalau letusan yang dihasilkan oleh Gunung Merapi akan begitu-begitu saja, tidak terlalu berbahaya namun tetap harus waspada jika suatu saat pembentukan kubah lava berubah dengan cepat dan kuat.
Sebab, jika terjadi pembentukan kubah lava yang demikian cepat dan kuat, maka dapat terjadi akumulasi energi yang cukup besar.
Apabila terjadi tanda-tanda tersebut, Surono berharap para ahli geologi maupun vulkanologi lainnya dapat segera mengetahuinya.
"Sehingga, para ahli dapat segera memberikan suatu prediksi, proses yang akan terjadi (pada gunung berapi tersebut) dan ancaman bahaya, tujuannya untuk mengurangi risikonya," jelas Surono.
Pada intinya, perubahan itu dapat terjadi dalam waktu yang cepat dan kuat, dengan ditandai beberapa hal.
Misalnya dari sisi guguran, deformasi atau perubahan bentuk permukaan Gunung Merapi, seimisitas atau dari gas yang diemisikan.
"Banyak parameter yang harus diamati, mungkin tidak dengan metode-metode klasik yang biasa digunakan untuk mengamati aktivitas erupsi Gunung Merapi seperti sebelumnya," pungkas Surono.
Dari pengamatan dari akun twitter resmi BPPTKG, aktifitas di atas puncak merapi menunjukkan terjadinya hujan deras disertai petir yang terjadi pada pukul 12.20 sampai 13.20 WIB.
"Terjadi hujan di puncak #Merapi pukul 12:20-13.20 WIB dgn total curah hujan 17 mm. Hujan disertai suara geluduk petir.
#dataMerapi
#statuswaspada sejak 21 Mei 2018" tulis @BPPTKG.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gunung Merapi Meletus, Surono Sebut Letusan ini akan Sering Terjadi".
(TribunnewsWiki.com/Restu, Kompas.com/Holy Kartika)