"Saya betul-betul menyesal melakukan ini," kata FG, di tempat dan waktu yang sama.
Baca: Gendong Warga yang Kena Serangan Jantung, Anggota Polantas di Jakarta Dapat Penghargaan
Baca: Menko PMK Usul Regulasi soal Nikah: Miskin Wajib Cari Jodoh yang Kaya, yang Kaya Cari yang Miskin
Terancam Bui 10 Tahun Penjara
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Heru Novianto, mengatakan FG dan YA dikenakan Pasal 28 Ayat (1) Jo Pasal 45A Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016.
Pasal tersebut menjelaskan tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik dan atau Pasal 14 sub.
Mereka juga dapat dikenakan Pasal 15 Nomor 1 Tahun 1946, tentang peraturan hukum pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
"FG dan YA dapat kami sangkakan pasal tersebut dan dengan ancaman sepuluh (10) tahun penjara," ujar Heru.
Dia melanjutkan, pihaknya akan terus menyisir pelaku yang melakukan kebohongan seperti FG dan YA.
"Kami akan terus berpatroli untuk mengamankan para pelaku yang terindikasi meresahkan masyarakat," ucapnya.
"Sekarang, kami lihat jalan MH Thamrin lkondusif, tidak ada perkelahian, tidak ada hal-hal yang meresahkan warga," sambungnya.
Sementara, Didi dan tiga rekannya dibebaskan. Namun wajib memberikan keterangan kepada kepolisian jika dibutuhkan.
Pengamat Media Buka Suara
Pengamat Media dari Kampus Uhamka, Gilang Kumari Putra, mengatakan yang dilakukan FG dan YA, merupakan konten yang receh atau tak bermutu.
"Dia melakukan hal yang sangat receh," kata Gilang, sapaannya.
Gilang mengatakan, FG dan YA sengaja melakukan rekayasa ini gegara banyak masyarakat Indonesia yang suka melihat konten lucu.
"Dia beranggapan bahwa karena apa, orang Indonesia itu, senang dengan hal yang lucu," beber Gilang.
"Ketika mengirim konten lucu, mereka yakin panjat sosialnya lebih cepat dibanding share hal yang serius," sambungnya.
Panjat sosial, lanjutnya, akan menjadi salah jika dilakukan secara salah pula.
"Misalnya, ketika nge-prank. Karena panjat sosial itu tujuannya meningkatkan viewers, followers, dan akan berujung pada iklan," kata Gilang.
Karena itu, Gilang mengimbau para pelaku konten media sosial sebaiknya membikin hal positif.
"Tidak boleh menggunakan cara-cara rekayasa, ngeprank, misalnya. Karena yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat, untuk bermedsos secara sehat," tutur Gilang.
Menyoal FG dan YA dari kalangan terpelajar, Gilang menyatakan tak mempersoalkan.
"Ini bukan masalah dosen atau mahasiswa yang dari kalangan intelektual," kata Gilang.
"Saya berkesimpulan, kadang melakukan pansos itu tidak semata-mata untuk bersifat ekonomi," sambungnya.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Nur) (TribunJakarta.com/Muhammad Rizki Hidayat)