TRIBUNNEWSWIKI.COM - Jumat (15/3/2019) lalu, mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy terjaring OTT oleh KPK.
Penangkapan tersebut dikarenakan Romahurmuziy diduga terkait kasus jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).
Sebelumnya, Romahurmuziy dituntut pidana 4 tahun penjara juga dikenai denda sebanyak Rp. 250 juta subsider 5 bulan kurungan.
Tuntutan tersebut diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (6/1/2020).
Baca: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Baca: Operasi Tangkap Tangan (OTT)
Divonis 2 tahun penjara
Senin, (20/1/2020) Romahurmuziy divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan.
Vonis tersebut disampaika oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Dikutip dari Kompas.com, vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yang telah dijelasakan sebelumnya.
Menurut hakim hal yang memberatkan adalah perbuatan Romahurmuziy tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sementara hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, dan telah mengembalikan uang yang diterimanya sebesar Rp 250 juta.
Uang Rp 250 juta diakui telah dikembalikan melalui salah satu pengurus PPP Jawa Timur, Norman Zein Nahdi, namun alasan tersebut tidak bisa dibenarkan.
"Seharusnya terdakwa berkewajiban untuk melaporkan penerimaan uang tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi," kata hakim.
Tak hanya itu, Romahurmuziy juga dianggap terbukti menerima Rp 50 juta dari mantan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi.
Terkait uang Rp 41,4 juta dari Muafaq, majelis berpendapat bahwa uang tersebut diberikan tanpa sepengetahuan Romahurmuziy.
Selain itu, Romahurmuziy juga dikatakan tidak menikmati uang tersebut sehingga majelis hakim tidak mewajibkan adanya pembayaran uang pengganti.
Hakim menyebutkan, pemberian dari Haris sebesar Rp 255 juta dan Muafaq sebesar Rp 50 juta dimaksudkan agar Romahurmuziy bisa memengaruhi proses seleksi jabatan yang diikuti keduanya di lingkungan Kemenag.
Haris saat itu mendaftar seleksi sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur namun terkendala karena pernah terkena sanksi disiplin kepegawaian.
Sementara, Muafaq ingin mendapatkan promosi jabatan sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.
Romy dianggap hakim terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Serta melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Disebut sebagai 'bingkisan keikhlasan'
Pada Rabu, (18/12/2019) malam di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Romahurmuziy menyebut uang suap yang diterimanya sebagai bingkisan keikhlasan.
Dikutip dari Tribunnews, Romahurmuziy mengungkapkan telah menerima uang dari mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur, Haris Hasanuddin.
Uang yang diperkirakan sebesar Rp 250 Juta tersebut diterima ketika Haris menyambangi rumahnya pada 6 Februari 2019.
Pada saat itu, tak hanya Haris yang datang namun juga beberapa orang lainnya untuk membahas mengenai sebuah acara yang akan digelar di Jawa Timur.
"Saya menerima Haris di ruang rapat," ungkap Romahurmuziy.
Pada awalnya, Romahurmuziy melihat Haris tidak membawa apapun ketika datang menemuinya.
Namun rupanya Haris membawa sebuah bingkisan.
Setelah ditanya apa isi bingkisan oleh Romahurmuziy, Haris menyebut bingkisan tersebut sebagai bingkisan keikhlasan.
"Saya waktu itu mengatakan, 'apa itu Pak Haris?' Haris bilang 'itu bentuk keikhlasan saya'," kata Romahurmuziy.
Bingkisan tersebut dikatakan oleh Haris kepada Romahurmuziy sebagai 'tanda ikhlas' sang mantan Ketum memberi bantuan.
"Gus, tolong ini diterima sebagai keihklasan saya, kalau nggak nerima, bahasa dia, berarti jenengan nggak mau bantu saya," ucap Haris yang dikatakan oleh Romahurmuziy pada persidangan.
Setelah mendengar hal itu, Romahurmuziy menerima bingkisan yang diberikan Haris.
Alasan menerima 'bingkisan keikhlasan'
Romahurmuziy mengatakan menerima 'uang keikhlasan' tersebut karena merasa tidak enak kepada Kiai Asep Saifuddin dan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Prawansa.
"Haris bilang, 'kalau jenengan nggak mau apa yang saya bilang ke Pak Asep, sebagai pimpinan parpol saya harus membesarkan Parpol, di belakang Haris ada nama Khofifah, ada Kiai Asep. Dua-duanya tokoh sentral, dan saya sangat perlukan untuk Parpol," kata Romahurmuziy.
Setelah Haris pulang meninggalkan kediaman Romahurmuziy, mantan anggota DPR RI itu langsung mengecek nilai nominal uang yang diberikan.
Rupanya dalam bingkisan tersebut terdapat 10 bendel uang, yang masing-masing bendel berisi sekitar Rp. 10 juta.
Dari uang yang diterimanya tersebut, Romahurmuziy mengira terdapat uang tunai tersbeut sebesar Rp. 250 juta.
"Saya menghitung untuk memastikan apa yang harus dilakukan dengan ini, karena saya nggak serta merta mengembalikan. Saya hitung Rp 250 juta, tanpa menghitung detail, artinya hanya bundelan saja, ada 25 bundel. Apakah semuanya 10 juta semua, saya tidak menghitung," tambah Romahurmuziy.
Baca: Muhammad Romahurmuziy
Baca: Kasus Terima Bingkisan Keikhlasan Jual-Beli Jabatan Kemenag, Romahurmuziy Dituntut 4 Tahun Penjara
Baca: PBNU, PKB, PPP Setuju Wacana Pilpres melalui MPR namun Ditolak Oposisi, Pakar hingga Politisi Golkar
(TRIBUNNEWSWIKi/Magi, KOMPAS/Dylan Aprialdo Rachman, TRIBUNNEWS/Glery Lazuardi)