Dalam hasil audit yang dikemukakan BPK, Jiwasraya kerap melakukan transaksi jual beli saham oleh pihak-pihak terafiliasi dan diduga melakukan rekayasa harga.
Parahnya, kepemilikan saham tertentu melebihi batas maksimal di atas 2,5 persen.
Saham-saham gorengan yang kerap dibelinya, antara lain saham Bank BJB (BJBR), Semen Baturaja (SMBR), dan PT PP Properti Tbk.
Saham-saham gorengan tersebut berindikasi merugikan negara sebesar Rp 4 triliun.
3. Geledah 13 objek
Tim penyidik Kejaksaan Agung telah menggeledah 13 objek terkait kasus Jiwasraya.
Berdasarkan keterangan yang diberikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman mengatakan 11 dari 13 perusahaan yang digeledah merupakan perusahaan manajemen investasi.
Sejak minggu kemarin, penggeledahan telah dilakukan di beberapa perusahaan.
Pada Rabu kemarin, Kejagung melakukan penggeledahan pada dua kantor, yaitu PT Hanson Internasional Tbk dan PT Trimegah Securities Tbk.
Selain dua perusahaan itu, penggeledahan juga dilakukan di kantor PT Pool Advista Finance Tbk, PT Millenium Capital Management, PT Jasa Capital Asset Management, dan PT Corfina Capital Asset Management.
Dalam penggeledahan tersebut, Kejagung mencari dokumen yang berkaitan dengan kasus Jiwasrya tersebut.
"Dokumen-dokumen, kemudian perangkat kayak komputer. Ya itu untuk membuktikan," ucap Adi di Gedung Bundar, Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2020).
4. Periksa 98 Saksi
Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengatakan, Kejagung telah memeriksa sebanyak 98 saksi.
Kendati demikian, Burhanuddin tidak dapat merinci perihal saksi-saksi yang sudah diperiksa.
"Kami ini sudah memeriksa saksi sebanyak 98 orang dan perbuatan melawan hukumnya sudah mengarah ke satu titik. Dan bukti-bukti sudah ada," tutur Burhanuddin.
Di tempat berbeda, Adi Toegarisman mengatakan bahwa total 98 saksi tersebut diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
"Itu kan awal perkara ini ada di Kejati, di Kejati itu penanganan perkara sudah ada 98 saksi," kata Adi.
Awalnya, perkara itu memang ditangani oleh Kejati DKI Jakarta.
Namun, Kejagung kemudian mengambil alih dengan alasan skala perkara yang besar.