TRIBUNNEWSWIKI.COM - Di negara Jerman, gerakan antisemitisme masih merupakan satu masalah serius.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, antisemitisme didefinisikan sebagai paham yang dianut oleh orang-orang yang tidak suka pada segala sesuatu yang bersangkutan dengan bangsa Yahudi
Sebuah Lembaga SwadaYa Masyarakat (LSM) di Jerman kemudian melihat hal itu dan berusaha mempersatukan warga-warga Muslim dan Yahudi di sana untuk memeranginya.
Semakin meningkatnya antisemitisme di Jerman membuat sebuah LSM bernama Kreuzberg Initiative Gegen Antisemitismus (KIgA) yang berpusat di Berlin berupaya menyatukan warga Muslim dan Yahudi untuk memerangi diskriminasi sosial.
Kerja sosial yang mereka lakukan adalah melalui pendidikan.
Seorang pekerja sosial KIgA, Aycan Demirel, yang merupakan warga Jerman beragama Islam asal Turki dilaporkan sering melihat peristiwa antisemitisme di daerah Distrik Kreuzberg, Berlin, Jerman.
Pada tahun 2000, ia tinggal di sebuah bangunan ibadah Yahudi/Sinagog di daerah Fraekelufer.
"Permusuhan, percakapan berbau antisemitisme tentang Yahudi - saya telah melihat berulang kali dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pekerjaan saya dengan anak muda setempat yang punya latar belakang migran," ujar Demirel kepada Deutsche Welle (DW), (22/11/2019).
Baca: Materi Kuliah Sebut Ada 300 Juta Muslim Radikal, Mahasiswa Ini Laporkan Kampusnya ke Komisi HAM
Baca: Kisah Hayfa Adi, Imigran Australia yang Diculik ISIS, Suaminya Dihilangkan
Kisah Samuel dan Antisemitisme
Beberapa kisah-kisah antisemitisme dinarasikan oleh Deutsche Welle, (22/11/2019) dengan mengulik sosok Samuel yang berusia 19 tahun.
Samuel yang tinggal di Kota Freiburg, Jerman, pada bulan November 2019 menceritakan pengalamannya di media sosial Facebook yang dikutip Deutsche Welle.
Saat berganti pakaian usai berolahraga, tanpa disadarinya, ada seseorang yang menyerangnya dari belakang dan meneriakinya, "Kau Yahudi kotor," teriak penyerang itu.
Si penyerang kemudian melempar kippah atau yarmulke (penutup kepala dikenakan pria Yahudi) milik Samuel ke tempat sampah.
Lebih jauh lagi, Samuel juga terkadang mendapatkan tatapan tidak menyenangkan lantaran memakai topi khas Yahudi di depan umum.
Saat menceritakan pengalamannya di media sosial, sejumlah orang bertanya ihwal kewarganegaraan si penyerang.
Asumsi yang dikeluarkan adalah bahwa penyerangnya adalah seorang Muslim.
Hal ini kemudian ditanggapi oleh Samuel bahwa pertanyaan serta asumsi tersebut adalah tidak relevan.
Menurutnya, antisemitisme tetaplah antisemitisme.
"Antisemitisme adalah antisemitisme," katanya, "tidak peduli siapa yang melakukannya."imbuhnya.
Terbentuk di Dapur
Ide untuk menciptakan LSM Kreuzberg Initiative Gegen Antisemitismus (KIgA) bermula dari dapur apartemen yang digunakan Demiral bersama dengan teman jurnalisnya, Doris Akrap dan Deniz Yücel.
Yücel dilaporkan sempat dipenjara pada tahun 2017 di Turki selama lebih dari setahun lantaran tuduhan melakukan spionase.
Pada tahun 2000an, antisemitisme tak hanya menjadi topik di Negara Jerman, melainkan juga Turki.
Tanggal 15 November 2003, dilaporkan dua bom meledak di depan sinagog di Istanbul, Turki.
Kejadian ini menewaskan 24 orang dan berdampak pada Demirel saat menceritakannya.
"Serangan ini berdampak pada kami," kata Demirel. "Kami tidak ingin diam tentang hal itu." imbuhnya.
KIgA Berkembang
LSM yang ia bentuk kemudian pada perjalanannya mengalami perkembangan.
Lima belas tahun berlalu, LSM KIgA menjadi pusat pendidikan yang dikenal untuk memerangi antisemitisme dan islamofobia di masyarakat Jerman.
"Saat itu banyak yang berbicara tentang antisemitisme di antara para migran," kata Demirel. "Itu mirip dengan berapa banyak orang yang sekarang berbicara tentang antisemitisme di antara para pengungsi. Jadi, penting bagi kita untuk menempatkan diri dalam posisi menentang."
Antisemitisme tidak diimpor
Demirel khawatir akan adanya antisemitisme baru yang oleh beberapa media di Jerman disebut diimpor dari konflik Suriah dan di beberapa negara-negara Arab.
Tak hanya itu, dilaporkan telah datang lebih dari satu juta pengungsi/imigran di Jerman sejak tahun 2015.
"Hari ini kita harus sangat berhati-hati berbicara tentang antisemitisme Muslim, karena ada juga gelombang gerakan sayap kanan dan fokus utama mereka adalah sentimen antimuslim," kata Demirel.
Menurut Demiral, dirinya ingin mendefinisikan Muslim sebagai mitra dalam perang melawan antisemitisme.
"Sebagai minoritas agama, Muslim dan Yahudi memiliki banyak kesamaan," kata Demirel.
Antimuslim dan Antisemitisme
Dilaporkan pada Oktober 2019, terjadi penyerangan di sebuah sinagog di Kota Halle, Jerman.
Penyerangan dilakukan oleh seorang pria bersenjata yang membunuh dua orang usai gagal masuk ke bangunan ibadah tersebut.
Penyerang tersebut mengaku mempunyai motif antimuslim dan antisemitisme.
Felix Klein, seorang pejabat pemerintah yang mengurusi antisemitisme menyatakan bahwa hal tersebut merupakan titik balik.
Menurutnya, ancaman akan antisemitisme tak dapat lagi diabaikan.
"Orang-orang Yahudi tidak boleh digambarkan hanya sebagai korban, seperti orang-orang yang dianiaya, dan kamp konsentrasi tahanan," kata Klein.
"Gambar yang menyimpang ini mengubah persepsi terhadap orang Yahudi." imbuhnya.
Metode Pendidikan
Dalam kerja sosialnya, LSM KIgA telah berhasil mengembangkan sejumlah metode pendidikan.
Beberapa di antaranya adalah diskusi dan lokakarya yang ditujukan untuk anak-anak sekolah dan guru.
Kegiatan lokakarya ini membahas beberapa hal seperti tragedi Holocaust, Konflik Israel-Palestina, dan beberapa teori konspirasi kontemporer.
Meningkatnya Antisemitisme
Tercatat menurut portal penelitian dan informasi untuk antisemitisme di Jerman (RIAS), setidaknya telah terjadi sekitar 1.800 pelanggaran antisemitisme di Jerman pada tahun 2018.
Angka tersebut dilaporkan telah meningkat 20 persen dari tahun sebelumnya.
RIAS mencatat bahwa setidaknya terdapat dua insiden setiap hari yang dilaporkan.
RIAS melaporkan bahwa sekitar 30 persen insiden antisemitisme di Berlin, Jerman, dilakukan dan berkaitan dengan kelompok sayap kanan.
Alexander Rasumny, peneliti RIAS mengemukakan bahwa beberapa kasus tidak bisa diidentikkan hanya berkaitan dengan kaum sayap kanan.
Menurutnya lebih dari 40 persen kasus tersebut tidak mempunyai motif politik yang begitu mudah diidentifikasikan.
"Tapi tidak bisa dikatakan dengan mudah, bahwa antisemitisme hanya masalah di antara kaum sayap kanan," ujar Alexander Rasumny.
"Fakta bahwa ada partai di parlemen Jerman dan parlemen negara bagian setempat yang membawa sikap antisemitisme ke politik mainstream, turut berkontribusi sehingga kebencian jadi hal normal," kata Rasumny.
Pernyataan Rasumny ini merujuk pada partai AfD, di mana usai pemilu 2017, partai AfD meraih 94 kursi di parlemen Jerman, Bundestag.
Persepsi Salah
Menurut Rasumny, sejumlah keluaga-keluarga Jerman gagal membahas sejarah Nazi yang ia anggap berkontribusi terhadap meningkatnya sikap antisemitisme,
"Sementara perdebatan terjadi di tingkat negara bagian (dalam politik), banyak keluarga masih belum menyentuh topik itu di rumah," kata Rasumny.
Sebuah Yayasan Remembrance, Responsibility and Future (EVZ), melakukan studi untuk menemukan fakta-fakta baru antisemitisme di Jerman.
Lembaga EVZ ini mencatat setidaknya 35 persen warga Jerman percaya bahwa keluarga mereka adalah korban kediktatoran Nazi.
Persentase ini kemudian dianggap Rasumny sebagai "persepsi salah" dari era Nazi.
--
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha) via Deutsche Welle