"Karena itulah, tembakannya pun menjadi ngawur," tambah buku tersebut.
Dalam sidang, Sanusi Firkat alias Usfik, Kamil alias Harun, Djajapermana alias Hidajat, Napdi alias Hamdan, Abudin alias Hambali, dan Mardjuk bin Ahmad Dijatuhi hukuman mati.
Selain menangkap mereka, pemerintah saat itu juga berhasil menangkap Kartosoewiryo.
Kartosoewiryo ditangkap tentara Siliwangi saat bersembunyi di dalam gubuk yang ada di Gunung Rakutak, Jawa Bara,4 Juni 1962.
Vonis mati dijatuhkan kepada Kartosoewiryo.
Soekarno menolak grasi mantan sahabatnya itu, sehingga Kartosoewiryo pun tetap dieksekusi mati.
Meski demikian, Soekarno bertanya kepada regu tembak pasca eksekusi itu dilakukan.
"Bagaimana sorot matanya? Bagaimana sorot mata Kartosoewiryo? Bagaimana sorot matanya?" tanya Soekarno.
Mendapatkan pertanyaan itu mereka pun menjadi bingung.
Meski demikian, seorang ajudan spontan menjawabnya.
"Sorot mata Kartosoewiryo tajam.
Setajam tatapan harimau pak," jawabnya.
Mendapatkan jawaban semacam itu, Soekarno pun bernafas lega, dan melempar tubuh ke sandaran kursi,
Tak lama setelah itu, Soekarno pun mendoakan keselamatan arwah Kartosoewiryo.
Kondisi Soekarno Saat Ditahan di Wisma Yaso, Makanan Diaduk Pakai Bayonet & Dijaga 1 Peleton Pasukan
Presiden Soekarno pernah mengalami masa penahanan di Wisma Yaso.
Hal itu terjadi saat kekuasaan Soekarno mulai mengalami senjakala, atau pasca pecahnya peristiwa G30S/PKI.
Kondisi Soekarno saat berada di Wisma Yaso pun pernah diungkapkan oleh Guntur Soekarnoputra, yang merupakan putra sulung Bung Karno.
Guntur Soekarnoputra sebenarnya menyampaikan pengakuan dari ajudan Soekarno, Sidarto Danusubroto.
Pengakuan Guntur Soekarnoputra itu ditulisnya dalam buku "80 Tahun Sidarto Danusubroto, Jalan Terjal Perubahan, Dari Ajudan Soekarno Sampai Wantimpres Joko Widodo," terbitan Kompas, tahun 2016 lalu.