TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sidang praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) telah digelar, Senin (4/11/2019).
Pada hari Selasa (5/11/2019) ini, sidang akan dilanjutkan dengan mengagendakan jawaban dari KPK.
"Sidang berikutnya besok (Selasa ini) jam 10.00 WIB, jawaban dari KPK," ungkap kuasa hukum Imam, Saleh, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019) kemarin.
Adapun, Rabu (5/11/2019) besok, sidang akan dilanjutkan kembali dengan agenda pembuktian dari pihak Imam.
Saleh menuturkan, pihaknya berencana menghadirkan dua saksi ahli pada sidang tersebut.
Baca: Fotonya Jadi Meme Joker, Anies Baswedan : Bukan Urusan Saya, Kedengkian Nggak Ada Obatnya
Baca: Ribut Soal Anggaran, Bupati Timor Tengah Utara Nyaris Adu Jotos dengan Anggota DPRD
Baca: Satpam Ini Tabrak Gerobak Pedagang Bakso hingga Rusak, Beri Peringatan agar Tak Jualan di Kompleks
Namun, ia masih perlu membicarakan lebih lanjut dengan kliennya mengenai saksi yang akan dihadirkan ini.
"Ada beberapa bukti, ada dua ahli rencana kita yang akan dihadirkan pada sidang hari Rabu," tutur dia.
Kemudian, pada Kamis (7/11/2019), sidang akan berlanjut dengan agenda pembuktian dari pihak KPK.
Pada Jumat (8/11/2019), sidang direncanakan dengan agenda pembacaan kesimpulan.
Terakhir, sidang putusan direncanakan digelar pada Selasa pekan depan, yakni 12 November 2019.
"Selasa insya Allah kita putuskan," ungkap hakim tunggal Elfian, saat sidang Senin.
Sebelumnya, Imam mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK.
Dilansir dari situs http://sipp.pn-jakartaselatan.go.id, Jumat, Imam mendaftarkan permohonan praperadilan pada Selasa (8/10/2019).
Perkara tersebut terdaftar dengan nomor 130/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL.
Ada beberapa petitum permohonan praperadilan Imam Nahrawi.
"Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," demikian bunyi petitum pertama permohanan praperadilan Imam tersebut.
Kemudian, menyatakan penetapan tersangka terhadap Imam Nahrawi yang didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/2019, tanggal 28 Agustus 2019 tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Baca: Rekam Jejak Menpora Zainudin Amali, Pernah Diperiksa KPK
Baca: Imam Nahrawi Tersangka KPK, Jokowi Tunjuk Hanif Dhakiri Jadi Plt Menpora
Baca: Imam Nahrawi
Berikutnya, menyatakan Surat Perintah Penahanan Nomor Sprin.Han/111/DIK.01.03/01/09/2019 tanggal 27 September 2019 tidak dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Petitum selanjutnya adalah memerintahkan kepada KPK untuk menghentikan seluruh tindakan penyidikan terhadap Imam Nahrawi.
Selain itu, memerintahkan KPK mengeluarkan Imam Nahrawi dari Rutan Pomdam Jaya Guntur sejak putusan dibacakan.
Dalam kasusnya di KPK, Imam diduga telah menerima suap sebanyak Rp 14,7 miliar melalui staf pribadinya Miftahul Ulum selama rentang waktu 2014-2018.
Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018 Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11,8 miliar.
Total penerimaan Rp 26,5 miliar tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018.
Imam Nahrawi singgung KPK
Salah satu yang menjadi materi praperadilan adalah persoalan penahanan Imam pada 27 September 2019.
Menurut kuasa hukum Imam Nahrawi, Saleh, pada saat penyidik KPK menahan Imam, pimpinan KPK menyatakan bahwa KPK telah menyerahkan mandat operasional KPK kepada Presiden Joko Widodo, tepatnya pada 13 September 2019.
"Yang melakukan penahanan tanggal 27 September adalah Agus Rahardjo selaku penyidik."
"Sementara kita tahu bahwa Pak Agus Rahardjo, ini Pak Agus sendiri loh yang ngomong di media, ia menyerahkan mandat kepada presiden di tanggal 13 September 2019," kata Saleh di PN Jaksel, Senin (4/11/2019).
Saleh juga berpendapat, Saut Situmorang sebagai salah satu pimpinan KPK telah mengundurkan diri di hari yang sama.
Dengan demikian, keputusan KPK menahan Imam dinilai cacat hukum karena ada salah satu pimpinan yang tidak ikut dalam pengambilan keputusan itu.
"Selain itu Pak Saut Situmorang juga sudah menyatakan mengundurkan diri."
"Nah oleh karena itu, ini kolektif kolegialnya, kita kemudian jadikan materi praperadilan," tutur Saleh.
Selain itu, Imam juga belum diperiksa sebagai calon tersangka sesuai putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014.
Pihak Imam juga mempertanyakan mengapa pemeriksaan saksi-saksi baru dilakukan setelah penetapan Imam sebagai tersangka, yaitu pada 28 Agustus 2019.
Baca: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI)
Baca: Audisi Bulu Tangkis Dilanjut, Inilah 4 Poin Kesepakatan PB Djarum dan KPAI yang Dimediasi Kemenpora
Baca: Sebut Kerusuhan di GBK Hanya Lempar-lempar Air, Polisi Indonesia Dikritik Menpora Malaysia
Kemudian, kuasa hukum juga mempermasalahkan proses investigasi yang tumpah tindih.
Sebab, Saleh mendapatkan informasi bahwa ada kasus yang melibatkan kliennya di Kejaksaan Agung.
"Juga ada hal lain bahwa proses penyidikan terkait dengan proses yang hari ini dilakukan oleh KPK, juga dilakukan oleh Kejaksaan Agung."
"Kami punya panggilan-panggilannya dan sampai sekarang masih berjalan," tutur dia.
Saleh juga menilai bahwa proses hukum untuk kliennya seharusnya batal karena tidak menggunakan UU KPK hasil revisi.
(Tribunnewswiki.com/Kompas.com/Haris/Devina Halim)