TRIBUNNEWSWIKI.COM - The Royal Swedish Academy of Sciences mengumumkan pemenang Nobel Ekonomi 2019, Senin (15/10/2019).
Kali ini ada tiga pemenang Nobel Ekonomi 2019, yakni Esther Duflo, Abhijit Banerjee, dan Michael Kremer.
Esther Duflo dan Abhijit Banerjee (pasangan suami istri) adalah ekonom Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat, sedangkan Michael Kremer adalah ekonom Harvard.
Mereka bertiga mendapat Nobel Ekonomi karena “pendekatan eksperimentalnya dalam mengurangi kemiskinan global.”
Baca: Profil - Esther Duflo Peraih Nobel Ekonomi 2019
Baca: Abiy Ahmed Ali - Pemenang Nobel Perdamaian 2019
Dilansir oleh Kompas.com, Duflo memiliki kedekatan dengan Indonesia karena pernah melakukan riset di sini.
Dia meneliti kebijakan SD Inpres (Instruksi Presiden) yang dibentuk pemerintah Indonesia pada 1973 sampai 1978.
Penelitian ini diterbitkan pada 2000 dengan judul Schooling and Labor Market Consequences of School Construction in Indonesia: Evidence from an Unusual Policy Experiment.
Dalam publikasi tersebut, Duflo menganalisis dampak dari program pemerintah tersebut terhadap pendidikan dan tingkat upah penduduk Indonesia kala itu.
Caranya, dengan menggabungkan perbedaan jumlah sekolah di berbagai daerah dengan perbedaan antar-kelompok yang disebabkan oleh waktu program.
SD Inpres bertujuan memperluas kesempatan belajar, terutama di daerah pedesaan dan perkotaan yang warganya berpenghasilan rendah.
Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar (Kompas, 18/12/1973).
Baca: Olga Tokarczuk - Pemenang Nobel Sastra 2018
Baca: Profil Peter Handke - Pemenang Nobel Sastra 2019
Sementara, kebijakan SD Inpres sendiri dibentuk oleh ekonom Indonesia, Widjojo Nitisastro.
Duflo menjelaskan, pembangunan SD Inpres menyebabkan anak-anak usia 2 hingga 6 tahun di 1974 menerima 0,12 hingga 0,19 tahun lebih banyak pendidikan, untuk setiap sekolah yang dibangun per 1.000 anak di wilayah kelahiran mereka.
Pimpinan dari penganugerahan Nobel Ekonomi 2019, Peter Fredrikkson, mengatakan, apa yang dilakukan Esther Duflo, Abhijit Banerjee, dan Michael Kremer adalah menguji dampak intervensi spesifik di bidang-bidang seperti pertanian, kesehatan dan pendidikan.
"Pendekatan eksperimen mereka telah membentuk kembali ekonomi pembangunan, memiliki dampak yang jelas pada kebijakan dan meningkatkan kemampuan kita untuk memerangi kemiskinan global," kata Peter
Duflo dalam sebuah sambungan telefon mengatakan esensi dari riset yang mereka lakukan adalah untuk memastikan, seluruh upaya yang dilakukan untuk memberantas kemiskinan dilandaskan pada bukti-bukti ilmiah.
Dia pun mengatakan, dengan pemberian hadiah tersebut bisa menginsipirasi banyak ekonom perempuan lain untuk terus bekerja.
"Dan juga untuk laki-laki agar menghormati mereka, seperti selayaknya manusia," ujar dia.
Duflo merupakan peraih Nobel Ekonomi termuda dan juga menjadi perempuan kedua yang memenangkan penghargaan tersebut, setelah Elinor Ostrom.
Penghargaan tersebut, yang secara resmi dikenal sebagai Hadiah Riksbank Sveriges dalam Ilmu Ekonomi, tidak dilembagakan oleh Alfred Nobel, namun didirikan oleh bank sentral Swedia dan dihadiahkan untuk mengenang Nobel.
Berikut biografi Esther Doflu yang pernah meneliti SD Inpres di Indonesia:
Duflo meraih gelar di bidang sejarah dan ekonomi dari École Normale Supérieure pada 1994.
Setahun kemudian, dia mendapat gelar master dari DELTA (sekarang Paris School of Economics).
Dia menyelesaikan PhD di MIT pada 1999, di bawah supervisi Abhijit Banerjee dan Joshua Angrist.
Disertasinya berfokus pada efek sebuah eksperimen natural yang melibatkan SD Inpres di Indonesia pada 1970-an.
Duflo menarik kesimpulan bahwa di negara berkembang, lebih banyak pendikan akan menaikkan gaji.
Duflo menikahi Abhijit Banerjee pada 2015.
Setelah menyelesaikan PhD-nya, Duflo ditunjuk sebagai asisten guru besar ekonomi di MIT.
Pada 2001-2002, dia sempat berkarier di Princeton University.
Dia kembali ke MIT pada 2002 dan dipromosikan menjadi associate profesor (dengan jabatan tetap) ketika masih berumur 29 tahun.
Duflo menjadi anggota fakultas termuda yang mendapat jabatan tetap.
Duflo memilki spesialisasi ekonomi pembangunan.
Selama sepuluh tahun, dia memimpin sebuah riset dengan sebuah pendekatan baru dalam meneliti penyebab kemiskinan, termasuk mengusulkan solusi untuk menghapuskannya dari dunia ekonomi mikro.
Pada 2003, dia bersama Abhijit Banerjee dan Sendhil Maullainathan mendirikan Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (J-PAL) di MIT.
J-PAL bertujuan memberikan data ilmiah untuk kebijakan pubilk, kegiatan-kegiatan NGO, dan organisasi serta yayasan internasional dalam mengurangi kemiskinan secara efektif.
Mereka juga memberikan pelatihan pada pembuat kebijakan dan manajer organisasi yang terlibat dalam pengentasan kemiskinan.
J-PAL telah melatih lebih dari 4.000 orang di Afrika, Eropa, Amerika Latin dan Karibia, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Amerika Utara.
Selain itu, J-PAL juga telah melakukan 376 evaluasi di 52 negara.
Bersama Abhijit Banerjee, Duflo memberikan analisisnya mengenai kebijakan pengentasan kemiskinan dalam buku Poor Economics. A Radical Rethinking of the Way to Fight Global Poverty (2011).
Buku ini mendapat penghargaan dari Financial Times dan Goldman Sachs Business Book of the Year pada 2011.
Duflo juga menjadi editor American Economic Journal: Applied Economics, Director of the Development Program di Center for Economic Policy Research (CEPR), research associate di National Bureau of Economic Research (NBER), dan anggota dewan Bureau for Research and Economic Analysis of Development (BREAD).
Pada 2013, dia ditunjuk Presiden Obama sebagai anggota President’s Global Development Council.
Duflo mendapat Nobel Ekonomi 2019 bersama Abhijit Banerjee dan Michael Kremer karena “pendekatan eksperimentalnya dalam mengurangi kemiskinan global.”
(TRIBUNNEWSWIKI/Febri)