Peringatan Serangan Teroris, Emmanuel Macron Ingatkan Warga Prancis Ideologi Garis Keras Mematikan

Presiden Prancis, Emmanuel Macron memberi pidato dalam acara peringatan untuk memberi penghormatan kepada para korban serangan teroris.


zoom-inlihat foto
emmanuel-macron-6.jpg
Kolase foto (Wikimedia dan Twitter: @emmanuelmacron)
Dalam sambutan peringatan terhadap korban terorisme, Macron menekankan untuk melawan sarang ideologi garis keras


Hayfa menuturkan bahwa ia dan perempuan Yazidi lainnya ditangkap, sementara para suaminya dibawa ke suatu tempat.

Saat dibawa ke suatu bangunan kosong, mereka menyuruh Hayfa dan suaminya beserta para komunitas Yazidi untuk masuk Islam

"Mereka menyuruh kami untuk masuk Agama Islam. Tidak ada yang mau masuk Islam. Setelah itu mereka membawa para pria (termasuk suaminya). Kami tak tahu ke mana mereka membawanya", ungkap Hayfa

Lebih jauh lagi, Hayfa Adi menceritakan bagaimana ia berhasil selamat dan kemudian membangun kembali kehidupan keluarganya di daerah Queensland Tenggara, Australia.

Kendati demikian, ia masih mencari tahu keberadaan dan kabar suaminya, Ghazi Lalo.

Ketika suaminya diculik, anak mereka yang pertama masih balita.

"Dia ingat ayahnya dan terus bertanya, 'Bu, kapan ayah kembali?'," tutur Hayfa.

Sedangkan anaknya yang paling muda tidak pernah mengenal ayahnya, karena dilahirkan di kamp penangkapan dan markas ISIS.

"Tak mengetahui sesuatu adalah hal yang "sangat berat, sangat memberatkan bagi kami semua", kata Hayfa.

"Dia (anaknya) mirip seperti ayahnya, matanya, mulutnya. Saat aku liat dia (anaknya), aku merasa suamiku bersamaku kembali", kata Hayfa.

Kami hanya berusaha mencari jalan untuk bertahan hidup.

Sudah lima tahun lamanya sejak keluarga Hayfa hancur karena tindakan genosida ISIS terhadap orang-orang Yazidi di Irak utara dan Suriah.

Dilaporkan oleh ABC, sekitar 7.000 (tujuh ribu) anggota etnis dan agama yang minoritas di sana dibunuh, sementara 3.000 (tiga ribu) lainnya hilang.

Dituturkan olehnya saat penangkapan terjadi, ia sedang hamil tua dan berada di Desa Kocho, tempat di mana ia, suami, dan, putra pertamanya tinggal.

"Saya sudah menyiapkan makan siang untuk" katanya.

"Sekitar tengah hari, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu."

"Paman dari suami saya berlari ke arah kami sambil berkata, 'ISIS ada di Kocho'."

Kelompok ISIS tersebut kemudian menggiring 1.200 penduduk kota menuju sebuah bangunan sekolah setempat.

Di bangunan sekolah setempat ini, para warga disuruh masuk Islam, namun tidak ada yang mau.

Kemudian berdasarkan kesaksiannya, para suami dibawa ke suatu tempat tertentu.

Hayfa menerima laporan dari saksi mata, menurutnya para pria tersebut dibawa pergi dan ditembak.

Terlepas dari kebenaran laporan yang ia dapatkan, Hayfa tetap yakin pada harapannya bahwa ia akan melihat suaminya kembali sedia kala dan bahagia dalam hidupnya.

Pada suatu hari di bulan Agustus 2014, sesuai penuturan Hayfa kepada ABC, selama lebih dari dua tahun ia bersama dengan para perempuan Yazidi (suatu kelompok dengan gabungan ajaran Syiah dan Sufi Islam) diperdagangkan di antara para militan ISIS di Irak dan Suriah

Diakui olehnya bahwa ia diperjual belikan sekitar 20 kali.

"Banyak orang membawa saya, menyiksa saya, memukul saya," ungkap Hayfa.

Ditutukan olehnya, ia sempat berontak terhadap kelompok yang menawannya kapanpun ia punya kesempatan

Ia juga sempat menolak perintah mereka untuk membuka pakaiannya saat ditawarkan ke calon pembeli

"Saya menolak untuk menunjukkan tubuh saya kepada mereka," katanya.

"Kami harus menunjukkan tangan kami"

"(Berkulit) putih dianggap baik. Dan mereka akan melihat apakah rambut kami indah dan panjang."

Hayfa menuturkan bahwa dirinya berulang kali diperkosa.

Ia mengaku ketakutan terbesarnya adalah kehilangan anak-anaknya.

"Mereka mengambil putra pertama saya selama satu bulan karena saya tak mau tidur dengan penculik saya," kata Hayfa.

"Mereka mengikat tangan dan kaki saya, menutup mata saya dan menyumbat mulut saya. Mereka memukul saya dan membuat saya terkunci di sebuah ruangan."

Agar anak-anaknya selamat, Hayfa mengaku rela tidur bersama penculiknya.

"Saya membiarkan mereka tidur bersama saya supaya saya bisa mendapatkan anak saya kembali."

Pada suatu waktu mertua (orangtua dari suaminya) membayar seorang penyelundup untuk membeli dirinya.

Pembelian dirinya adalah pembelian kebebasannya.

Akhirnya, Hayfa dan putra-putrinya berhasil melarikan diri dari kamp ISIS.

Mereka (Hayfa dan anak-anaknya) tiba di Toowomba, Queensland, Australia, dengan menggunakan visa kemanusiaan pada tahun lalu (2018).

Komunitas Yazidi di Australia telah mencapai lebih dari 800 orang.

Ia bercerita bahwa di Australia, dua anaknya dapat belajar di taman kanak-kanak dan sekolah setempat.

Sementara, Hayfa belajar bahasa Inggris di TAFE (semacam sekolah kejuruan)

"Saya sangat nyaman di sini bersama anak-anak saya," kata Hayfa.

"Yang paling penting adalah kehidupan anak-anak saya, bukan hidup saya. Dan tentu saja jika suami saya kembali, hidup saya akan benar-benar indah."

Baca: 3 PRT Asal Indonesia di Singapura Ditahan, Diduga Terpapar Paham Radikal ISIS

Baca: Mia Khalifa Buka Fakta Honor Main Film Porno, Alasan Jadi Aktris hingga Pernah Diancam Dibunuh ISIS


(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved