"Saya malah tidak ikut-ikutan demo soal Suriah di Australia. Saya justru datang ke acara amal," ujar Jamil.
Jamil tercatat meninggalkan Australia pada awal tahun 2013.
Selanjutnya, Jamil bergabung dengan kelompok Jabat al Nusra.
Belakangan, ia pindah ke ISIS karena mengaku setuju dengan tujuan ISIS untuk mendirikan apa yang disebut "Kekhalifahan Islam".
"Itu yang menarik banyak orang," kata Jamil.
Pernyataan Jamil yang dikutip ABC dari kantor berita North Press Agency, ia mengaku diperbolehkan masuk ke Suriah oleh para tentara Turki setelah tahu tujuannya untuk melawan Pemerintahan Assad.
"Mereka menghentikan kami di perbatasan dan memeriksa mobil kami," kata Jamil
"Para tentara Turki menggeledah barang-barang kami. Mereka bilang, jika kami ingin menentang Bashar al Assad, silakan saja," ujar Jamil.
Ketika pemimpin ISIS mengetahui bahwa dirinya dapat berbicara berbahasa Inggris, Jamil mengaku ditugaskan untuk melatih para kombatan asing.
Namun demikian, Jamil mengatakan tidak pernah melihat langsung pemimpin ISIS.
Berkomentar terkait penindasan suku Yazidi, Jamil mengaku tidak tahu adanya pemerkosaan terhadap kaum wanita dari suku Yazidi.
"Saya jauh dari komunitas itu dan sama sekali tak terlibat memperjual-belikan orang Yazidi. Saya tidak tahu dan belum pernah membeli wanita Yazidi," kata Jamil.
Selain itu, Jamil juga sama sekali tidak meminta untuk dipulangkan ke Australia dan menjalani hukuman di sana.
"Saya tidak mengerti soal hukuman di Australia. Tapi meminta pulang itu sesuatu yang memalukan bagi saya," katanya.
Kisah Hayfa Adi yang Diculik ISIS dan Diperdagangkan
Hayfa Adi menceritakan kesaksiannya saat diculik oleh kelompok Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS)
Selama lebih dari dua tahun ia dipukuli, diperkosa, dan diperdagangkan di antara sesama militan ISIS.
Hayfa Adi dan keluarganya adalah bagian dari komunitas Yazidi di Australia yang berhasil kabur dari kamp ISIS di Suriah.
Laporannya kepada ABC News Australia, Selasa, (10/9/2019), Hayfa menceritakan pengalamannya saat ditangkap dan menjadi budak perdagangan manusia di Irak dan Suriah.
"Mereka membeli kami seolah-olah kami adalah domba. Persis seperti domba," ungkap Hayfa.