Kisah Jennifer Pan, ‘Anak Emas’ yang Bunuh Orangtuanya, Mengaku Muak Selalu Dituntut Berprestasi

Jennifer Pan menghabisi nyawa ibunya karena depresi selalu dituntut untuk berprestasi.


zoom-inlihat foto
anak-depresi-karena-dituntut-berprestasi-bunuh-orangtua.jpg
Youtube.com via Intisari Online
Jennifer Pan


TRIBUNNEWSWIKI.COM – Beberapa orangtua terkadang terlalu menuntut anaknya untuk selalu berprestasi dalam bidang apapun, terutama akademik.

Sayangnya hal tersebut dapat berakibat buruk, salah satunya dapat membuat sang anak mengalami depresi.

Seperti yang dialami Jennifer Pan, seorang gadis belia yang dikenal berprestasi.

Jennifer Pan mengalami depresi hingga nekat membunuh orangtuanya sendiri.

Dikutip dari Intisari Online, Kamis (26/9/2019), ibu Jennifer Pan tewas sedangkan sang ayah nyaris tewas karena percobaan pembunuhan.

Tragisnya, dalang perencanahan pembunuhan tersebut tidak lain adalah Jennifer Pan sendiri.

Baca: G30S 1965 - Angkatan Bersendjata: Instruksi Pengumpulan Senjata Api Milik Sipil

Jennifer yang dikenal sebagai gadis jenius itu nekat menghabisi nyawa orangtuanya karena merasa depresi dituntut terus menjadi anak berprestasi di sekolahnya.

Di mata orangtuanya, Jennifer Pan bisa dibilang sebagai ‘anak emas’.

Prestasi akademiknya begitu gemilang, baik ketika menempuh studi di SMA Katolik maupun ketika kuliah.

Jennifer berhasil menjadi sarjana Farmasi di Universitas Toronto Kanada yang dikenal sebagai kampus favorit.

Orangtua Jennifer adalah pengungsi asal Vietnam, dan sebagai perantauan di Kanada mereka harus bekerja keras sebagai buruh untuk menghidupi dua buah hati mereka.

Baca: Menolak Lepas Jilbab, Dua Guru di Kanada Dipecat

Inilah alasan kedua orangtua Jennifer memiliki harapan yang sangat tinggi agar putrinya tersebut bisa belajar dengan giat, bahkan harus berprestasi dalam bidang pendidikan yang ditempuhnya.

Kedua orangtuanya sangat menghargai pendidikan.

Mereka juga orangtua yang disiplin, cenderung keras, bagi Jennifer dan adiknya, Felix.

Jennifer adalah anak istimewa dan menjadi kebanggaan orangtua.

Jennifer disiplin mengikuti les piano dan skating dan menguasai keduanya dengan sangat baik.

Ia juga berlatih bela diri dan berenang.

Gadis yang terkenal jenius ini nekat menghabisi nyawa orangtuanya karena depresi.
Gadis yang terkenal jenius ini nekat menghabisi nyawa orangtuanya karena depresi. (Crime Watch Daily)

Sementara di luar kegiatan ekstrakulikuler, ia adalah pelajar teladan yang tekun belajar hingga larut malam.

Pesta dan pacaran menjadi hal terlarang di rumahnya, sedangkan pendidikan adalah segalanya.

Miris, di balik semua hal mengesankan itu, tersembunyi kebohongan, kebencian, dan dendam yang kemudian menjurus pada tindakan mengerikan yang menghancurkan keluarga dan diri Jennifer, yaitu pembunuhan sadis.

Segala harapan orangtuanya ternyata membuat Jennifer merasa tertekan.

Saat di kelas 8, prestasi belajar Jennifer mulai drop.

Ia tak lagi antusias belajar, dan nilainya mulai anjlok, perlahan kepercayaan dirinya menurun.

Untuk menutupinya, Jennifer mulai berbohong hingga kebohongan menjadi kebiasaannya.

Dan gadis itu pun menjalani kehidupan ganda yang penuh kepalsuan dan penipuan.

Orangtua Jennifer mengira, putrinya adalah murid teladan, pelajar kelas "A".

Namun, nyatanya ia hanyalah kelas "B".

Mendapatkan nilai B masih lumayan bagi siswa lain, namun, di keluarga Jennifer hal itu merupakan aib.

Untuk menutupinya, Jennifer memalsukan raportnya.

Meski demikian, nilainya masih lumayan, ia pun diterima di Ryerson University di Toronto.

Baca: Di Negara Bagian Australia Ini Menggunakan dan Menanam Ganja Diizinkan, Begini UU-nya

Namun, studinya tak sampai selesai karena gagal dalam mata pelajaran kalkulus di akhir masa studinya.

Tak ingin mengecewakan orangtuanya, perempuan berkacamata itu berpura-pura kuliah.

Ia mengaku akan belajar sains selama 2 tahun di Ryerson University, sebelum melanjutkan kuliah di jurusan farmasi di University of Toronto yang terkemuka.

Jennifer mengumpulkan buku-buku bekas, berbohong bahwa ia mendapatkan beasiswa sehingga orangtuanya tak curiga mengapa mereka tak pernah dimintai uang untuk membayar kuliah.

Tiap pagi Jennifer pamit kuliah pada orangtuanya. Namun, bukannya menuju kampus, ia pergi ke sebuah perpustakaan.

Tiba saat wisuda, gadis berambut hitam itu kembali berbohong dengan mengatakan undangan yang dibagikan pada pihak orangtua terbatas.

Baca: Polres Malang Gelar Rekonstruksi Kasus ZA, Siswa SMA yang Bunuh Begal karena Membela Diri

Kebohongan itu berjalan lancar, hingga suatu ketika Bich dan Hann curiga dengan perilaku putri mereka.

Keduanya pun menguntit Jennifer yang mengaku bekerja di sebuah rumah sakit.

Saat dusta itu terungkap, tak hanya hati orangtuanya yang hancur.

Jennifer pun makin tertekan, Bich dan Hann makin keras pada putrinya yang kala itu berusia dewasa.

Jennifer dilarang menggunakan telepon genggam, komputer menjadi barang haram, dia pun tak boleh berkencan dengan kekasihnya, Daniel Wong.

Bahkan, odometer atau penunjuk jarak pada mobil selalu dipantau.

Jennifer diperintahkan melanjutkan pendidikannya dengan pengawasan super ketat.

Daniel kemudian memutuskan hubungan mereka hingga membuat Jennifer semakin terpuruk.

Setelah putus, Jennifer dekat dengan pria bernama Andrew Montemayor, teman sekolahnya saat SD.

Ia pun mulai berpikir bagaimana untuk lepas dari segala tekanan.

Baca: Mahasiswa UHO Kendari Meninggal saat Demo di Gedung DPRD, Ada Luka Parah di Dada Kanan

Bersama Montemayor dan teman sekamar kekasih barunya itu, Ricardo Duncan, mereka merancang sebuah plot.

Namun rencana itu tidak sampai terlaksana hingga hubungan mereka bubar.

Jennifer kemudian dekat lagi dengan Daniel. Mereka berencana menyewa tukang pukul untuk memberi pelajaran pada "orangtua yang dianggap terlalu mengekang".

Jennifer mendapatkan ponsel baru dari Daniel dan menghubungi seorang pria bernama Lenford "Homeboy" Crawford.

Dia meminta uang sebesar 10 ribu dolar Kanada untuk mengerjai orangtua Jennifer itu.

Entah bagaimana awalnya, rencana itu menjadi plot pembunuhan.

Merasa itu kelewatan, Daniel mundur.

Suatu malam pada tahun 2010, Jennifer memutuskan untuk mengeksekusi rencananya.

Kala itu, jarum jam menunjuk ke pukul 22.00.

Crawford, Mylvaganam, dan pria ketiga bernama Eric Carty memasuki pintu depan rumah target, mereka semua membawa senjata.

Bich dan Hann dipaksa turun ke lantai bawah, kepala mereka ditutupi selimut.

Sang ayah, Hann ditembak 2 kali, salah satunya di bagian muka.

Sementara ibunya, Bich ditembak 3 kali di kepala dan tewas seketika.

Pada 2014, pengadilan atas kasus tersebut digelar.
Pada 2014, pengadilan atas kasus tersebut digelar. (youtube.com)

Ajaibnya, Hann selamat dan mengingat semua yang terjadi pada momentum mengerikan itu.

Pada 2014, pengadilan atas kasus tersebut digelar.

Saat vonis bersalah dijatuhkan, ekspresi Jennifer datar tak menunjukkan emosinya.

Namun, saat awak media meninggalkan ruang sidang, ia menangis dan gemetar tak terkendali.

Dengan dakwaan tingkat pertama, Jennifer divonis seumur hidup, tanpa kesempatan mengajukan pembebasan bersyarat selama 25 tahun.

Ia berusia 28 tahun saat menerima vonis itu.

Untuk dakwaan percobaan pembunuhan terhadap ayahnya, Jennifer juga divonis menerima hukuman seumur hidup yang akan dijalani secara bersamaan.

Carty, Mylvaganam, dan Crawford, masing-masing juga menerima hukuman serupa.

(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved