3. Memasak dengan kayu bakar
Kayu bakar menjadi salah satu bahan pokok yang mesti dipenuhi untuk kebutuhan sehari-hari suku Baduy Luar.
Meski sudah mengenal praktik membeli makanan dari luar kampung, suku Baduy Luar masih memakai cara tradisional dalam mengolahnya, yakni menggunakan kayu bakar.
Oleh sebab itu, stok kayu bakar harus selalu tersedia di dapur maupun bagian belakang rumah.
4. Arsitektur kukuh tanpa semen
Bahan-bahan konstruksi semacam batu bata atau semen yang lazim digunakan di kota tidak akan ditemui di perkampungan Baduy Luar.
Fungsi semen dan batu bata digantikan oleh kayu, bambu, dan bahan-bahan alami lainnya.
Potongan-potongan kayu dipakai untuk menopang rumah, anyaman bambu digunakan sebagai lantai dan dinding rumah, sementara bilah-bilah bambu bahkan sanggup dirangkai membentuk jembatan besar yang melintangi sungai.
Sedangkan untuk merekatkan bahan-bahan tadi, masyarakat Baduy Luar menggunakan serat rotan atau serat kayu yang dapat dengan mudah diperoleh dari hutan.
Baca: 11 Film Indonesia yang Tayang Bulan di September, Kapal Goyang Kapten hingga Warkop DKI Reborn
5. Kebumikan jenazah tanpa kuburan
Sama seperti penduduk di kota, suku Baduy Luar juga punya lahan untuk pemakaman jenazah.
Namun, lahan itu berada di belantara hutan dan tidak diberi tanda seperti gundukan atau tancapan batu nisan sebagaimana lazimnya.
Usai menggali liang kubur, warga Baduy Luar akan meratakan lahan kuburan ke bentuk semula.
Selang tujuh hari, mereka akan membiarkan lahan tersebut ditumbuhi tumbuhan, bahkan memakai lagi lahan tersebut buat berladang.
6. Belum pernah dilanda krisis pangan
Suku Baduy Luar tidak menanam padi di sawah atau lahan basah, tetapi di ladang yang relatif kering.
Akibatnya, jenis padi yang dihasilkan pun berbeda dengan padi-padi pada umumnya.
Padi ini dikenal sebagai padi huma atau gogo.
Selain ditanam di lahan kering, padi huma tidak diberi pupuk kimia sama sekali.
Usai panen raya, padi-padi ini disimpan hanya untuk kebutuhan keluarga di sebuah lumbung yang dinamakan leuit.