Dalam laporannya, pepohonan hangus terbakar dan meranggas.
Kapal-kapal pedagang dari Inggris dan Belanda yang melewati Selat Sunda itu juga terkena dampaknya.
Sehingga, awak kapal harus menyelamatkan diri masing-masing.
Puncak letusan baru terjadi pada 27 Agustus 1883.
Sebuah dentuman dahsyat menggelegar dari arah Selat Sunda, selat di antara Pulau Sumatra dan Jawa, disusul dengan semburan debu vulkanik setinggi 80 kilometer.
Semburan materi Gunung Krakatau berjatuhan menutupi daerah seluas 800.000 kilometer persegi.
Selama tiga hari penuh Pulau Jawa dan Sumatera tertutup hujan abu.
Suasana gelap gulita berlangsung siang dan malam, dan walaupun dengan penerangan obor dan lampu, jarak pandang hanya mencapai beberapa meter.
Lokasinya yang di tengah lautan, letusan Krakatau membawa bencana tsunami dan air bah menerjang pantai-pantai Teluk Betung, Lampung, serta pesisir Jawa Barat, dari Merak sampai Ujungkulon.
Air laut naik sampai 30 meter menerjang dan menghancurkan desa-desa pantai.
Sebuah kapal patroli "Berouw" terangkat dan ditemukan terbalik sekitar 2,5 kilometer masuk daratan.
Di Ujungkulon, air bah masuk sampai sekitar 15 kilometer ke arah darat.
Selain itu gelombang raksasa juga terasa sampai ke San Fransisco, Afrika Selatan dan Kepulauan Aleut di Alaska.
Pesisir Jawa dan Sumatera didapati banyak batu setebal 3 meter dan mengganggu jalur pelayaran ketika itu.
Gunung Perbuatan dan Danan lenyap dan bekasnya berupa kawah luas di bawah air.
Gunung berapi yang memiliki panjang 7,4 kilometer tenggelam sekitar 275 kilometer di bawah permukaan laut.
Sejak saat itu, gunung ini tak memberikan aktivitasnya yang berdampak seperti era 1883.
(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)